Share

Bab 66. Dicky

“Apa kamu mengenalnya?” tanya Keenan.

“Entahlah … namanya tidak asing,” jawabku jujur.

“Mungkin teman kuliah, Li,” sahut Om Danendra.

“Sepertinya memang teman kuliah, Om. Akan tetapi, saya tidak ingat wajahnya,” ujarku masih berusaha mengingat-ingat.

Ketika Om Danendra hendak menjawab, tiba-tiba teleponnya berdering.

“Om angkat telepon dulu,” pamit Om Danendra.

“Iya, Om,” sahutku.

Ketika Om Danendra bangkit berdiri dan berjalan menjauhi kami, Keenan kembali bertanya, “Apa kamu sudah merasa lebih baik?”

“Sudah,” jawabku sambil tersenyum.

“Kita belum makan siang,” ujar Keenan.

“Aku belum lapar,” sahutku.

“Aku tahu. Kalau Om Danendra sudah kembali, aku akan membeli minum sebentar—“

“Kamu tidak boleh pergi ke mana-mana!” potongku.

Kalau sebelumnya Keenan yang menggenggam tanganku maka sekarang aku yang menggenggam tangannya. Aku tidak ingin dia pergi walau hanya sebentar.

“Li, apa kamu tidak haus?” tanya Keenan.

“Tidak. Pokoknya kamu harus tetap di sini,” jawabku dengan nada suara bergeta
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status