All Chapters of Grow Up Love: Chapter 21 - Chapter 30
32 Chapters
Sepakat
Aku dalam perjalanan ke pasar ditemani Ad. Ibu minta tolong dibelikan bahan makanan. Kami pergi ke arah Pasar Cisarua."Tadi ibu titip apa?" Maksudku ibunya Ad."Bentar lihat daftarnya. Ohh ini! Cabe, bawang meraih, bawang putih, tempe, sama Ikan kembung.""Kalau gitu kita ke sana dulu. Sekalian aku juga mau beli bumbu dapur," kataku mengarahkan.Semenjak ada Kaisan, aku yang lebih sering ke pasar setiap minggu gantiin ibu. Kadang gantian juga dengan Kanaya, atau kami berdua yang pergi. Karena Kanaya ada pengganti jam les Bahasa Inggris, hari itu aku pergi dengan Ad. Sekalian temani Ad ke tukang sol sepatu yang ada di pasar.Selesai beli semua yang ada di daftar belanjaan, kami ke penjual es cendol menunggu sepatu selesai disol."Ini yang pakai nangka," Ad memberikan segelas besar padaku."Pulang makan lontong sayur yuk," ajaknya."Tapi jangan makan di tempat, bungkus aja. Kita makan di rumah," kataku.
Read more
Kepulangan
Yogjakarta. Tahun 2010. Langkahku tiba-tiba terhenti tepat di pintu masuk pemakaman umum. Jika bukan seorang menarik tanganku dari sana, entah berapa lama aku terpaku. Bergetar sekujur tubuhku dan semua yang berputar cepat dipikiranku. Maaf aku tak temani kamu di sana. Aku belum bisa. Maaf.. Sehari setelah pengumuman kelulusan 27 April 2010. Kami baru pulang dari sekolah. Semua nampak seperti hari sebelumnya. Namun setelah jam 1 malam, rumah di Blok C itu ramai didatangi tetangga. Pintunya terbuka lebar. Tikar dan karpet dibentangkan. Kursi di ruang tamu di keluarkan ke halaman. Lantunan doa terus dipanjatkan sejak dini hari. Terdengar suara dari masjid memberitahukan kabar duka sebelum waktu subuh. Setelah Ad pulang dari rumah sakit, ditemani Ayahku dan satu orang tetangga lainnya, aku sudah tiba di sana membawa si kembar kembali ke rumahnya. Masuk ke salah satu kamar, Ad menangis di samping mendiang bapaknya. Tertunduk dan menggenggam tangan bapaknya erat. Berkata lirih dalam tan
Read more
Masih Sama
Kosong. Begitulah tampilan page Microsoft Word di hadapanku. Entah sudah berapa lama aku menatap atap, dinding, dan ke luar jendela. Sejak bangun tidur, aku hanya ke luar ke kamar mandi. Beberapa kali melihat jam. Lebih tepatnya waktu yang terus berputar. Lalu, aku melihat pantulan diri di cermin.Aku buka browser dan mulai kembali mencari pekerjaan tetap. Setiap mengingat saldo rekening semakin membuatku sesak. Aku click tombol apply.Tahun depan akan jadi tahun terakhirku sebelum menginjak usia kepala tiga. Rasanya belum pantas. Namun jika tidak dipantaskan, mungkin aku akan menjadi tidak bertanggung jawab. Jujur saja, rencananya terlihat kabur.Aku melihat note di atas meja. Tanpa sadar, aku tekan berkali-kali tombol diujung bolpoint. Aku coba tulis apa saja yang terlintas di pikiran. Beberapa kata tertulis, salah satunya 'move'. Bukan tubuh, tapi pikiran ini yang membuatku lelah. Aku bersandar lagi ke kursi, kembali melihat ke atap kamar. Suara deti
Read more
Di Tempatnya
Aku melihat Ralina berdiri di depan gerbang sekolah. Hari itu, aku ingin mengurus berkas administrasi kelulusan. Aku juga sudah janjian dengan Ralina dan Tian bertemu di sekolah. "Udah dapet kabar lagi dari Ad?" tanya Ralina. "Udah. Di sana masih lanjut pengajian tiap malam." "Kapan dia pulang?" "Mungkin setelah pengajian hari ke-40." "Pasti berat buat Ad," kata Ralina. "InsyaAllah Ad kuat," kataku. Melewati lapangan basket. Tian terlihat dengan beberapa teman seangkatan bermain. Dia memanggilku dan Ralina dari dalam lapangan. Tian berhenti bermain lalu menghampiri kami di depan perpustakaan. "Lo jadi ambil Ay?" tanya Tian. Maksudnyaaplikasiku yang diterima untuk kuliah di IPB.   Aku mengangguk. "Lo gimana? jadi ikut SNMPTN?" tanyakubalik.   "Jadi. Tadi pagi, gue juga abis mampir ke tempat les. Hari ini mau belajar bareng Kak Guntur (s
Read more
Keputusan
"Bu.., Iya ke luar bentar yah. Mau beli pulsa," kataku sambil buka pintu. Di luar terasa lebih gelap, karena ada lampu jalan di Blok A yang mati. Aku bawa senter untuk menerangi jalan. Untunglah. Walau sudah lewat jam delapan malam,  etalase penjual pulsa masih ada. Aku mempercepat langkah. Pulsa 20 ribu sudah masuk, aku membalas pesan-pesan yang belum terjawab. Di saat itu aku juga baru menyadari ada satu panggilan tak terjawab. Nomernya tidak dikenal. Di jalan pulang, aku putuskan mengambil jalan berbeda. Jalan melewati jajaran rumah di Blok C. Semakin dekat ke salah satu rumah, langkahku terhenti. Lampu rumah yang sudah tiga minggu ini mati menyala kembali. Sedikit ragu, tapi aku lebih penasaran untuk mendekat. Aku coba mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Apa sudah pulang? pikirku. Pintu terbuka. "Ad!" Dia pulang. "Masuk Ay," Adil mengajakku duduk di ruang tamu. "Maaf belum kaba
Read more
Bicara
Pagi itu. Ad seperti hari-hari lalu. Ada di depan pekarangan rumahku menunggu berangkat ke sekolah bersama. Tidak ada yang berbeda. Kami berjalan bersampingan. Hanya saja. Lebih hening dari biasanya. Sedikit canggung. Perbincangan singkat selama di jalan, terhenti begitu saja. Lalu, sama-sama diam lagi.Di sekolah, Ad dan aku pergi ke ruang konseling. Aku ingin mendiskusikan jurusanku nanti dengan Guru BP sedangkan Ad ingin memberitahukan rencana perkuliahannya yang berubah.  Ad lebih lama berada di ruang BP. Aku selesai lebih dulu. Dari sana, aku pergi menemui Ralina di depan perpustakaan."Jadi kan pergi ke toko buku?" Tanya Ralina. Hari Itu dia mengajakku menemaninya membeli buku untuk persiapan TOEFL."Jadi. Apa sekarang aja berangkatnya?""Lho! Nggak tunggu Ad?"Aku diam."Kayaknya lagi ada angin dingin. Berantem?"Aku menggeleng. Mungkin nanti kuceritakan ke Ralina. Hatiku masih tid
Read more
Kisah remaja
Matahari bersama dengan awan mendung pagi itu. Aku berjalan beriringan dengan Ad, menyusuri kebun teh yang biasa kami tempuh hanya dengan berjalan kaki. Tidak seperti kami yang baru memulai hari, para pemetik teh sudah memikul keranjangnya masing-masing. Suara aliran irigrasi jadi latar suara menamani aktivitas di pagi hari.Tidak ada senyum merekah yang mudah kutemui dari wajahnya setiap kali dia datang ke rumahku mengajak pergi sekolah bersama. Bukan aku tidak tahu apa penyebabnya, aku hanya masih menghindari ketidaksiapan akan kemungkinan yang tidak aku harapkan.Jika kisah kami akan segera usai, apa mungkin kami adalah pasangan yang menyerah pada jarak atau ada hal lainnya?"Kita udah setengah jam jalan kaki. Kalau nggak ada yang mau dibicarain, aku mau pulang," kataku menahan ragu."Duduk di sana dulu," Ad menunjuk kursi kayu panjang yang biasa digunakan pemetik daun teh istirahat sejenak.Di sisi lain, aku juga sangat ingin mendengar keputusan Ad."Minggu depan, aku pindah," kat
Read more
Pengakuan
Sepuluh tahun setelah Ad berkata ingin pergi, sebetulnya aku pernah dua kali bertemu dengannya. Bukan di reuni sekolah, melainkan di Yogjakarta saat liburan semester perkuliahan. Aku, Nabilah, Ralina, janjian bertemu Tian dan beberapa teman lainnya di sana untuk liburan. Di masa perkuliahan kami, aku dan Nabilah masuk ke perguruan tinggi negeri sesuai yang kami harapkan di Institut Pertanian Bogor. Sedangkan Ralina, tidak jadi kuliah di Bandung, tapi karena itu aku, Nabilah, dan Ralina bisa bertemu di kampus yang sama. Sedangkan Tian, akhirnya kuliah di Yogjakarta. Karena itu juga Yogjakarta tempat yang kami pilih untuk menghabiskan liburan di semester dua. Tepatnya setahun setelah menyandang status Mahasiswa. Awalnya aku sempat curiga apa ada salah satu yang mengabari Ad untuk bertemu. Kecurigaanku paling besar tertuju pada Tian. Tiba-tiba saja Ad muncul saat acara makan malam di sekitar Malioboro. Apa mungkin Tian yang mengabarinya? Karena Ad dan Tian sama-sama kuliah di Yogjakart
Read more
Bulan Sabit
Kejadian semalam saat Tian membuat pengakuan, masih sulitku percaya. Aku dan Tian? Saat terbangun, aku yakinkan diri sendiri. Aku bisa memulai kembali. Seperti tidak ada alasan untuk menolak. Tian yang tetap ada untukku. Kelak aku memang tidak tau, tapi aku merasa lebih tenang untuk kembali percaya pada suatu hubungan, karena Tian. Notif chat dari Tian hampir tidak pernah absen sejak dulu, muncul di layar hp-ku di pagi hari. Sekedar share menu sarapannya dekat kantor ditambah review mengerupai food vlogger, memberitahu cuaca hari itu seperti g****e weather, tiba-tiba melontarkan tebak-tebakan, atau sekedar merekomendasikan lagu baru yang didengar. Tanpa aku sadari, membuka isi chat dari Tian di pagi hari jadi rutinitas yang tidak pernah aku lewati. Kali ini dia mengirimkan voice note yang membuatku tertawa geli. Dia berkali-kali bilang masih tidak percaya kejadian semalam. Dengan excited dia bilang terimakasih dan memintaku untuk tidak berubah pikiran. Katanya, dia tidak mau membuat
Read more
Impiannya
Selesai mengerjakan beberapa tulisan jam dua dini hari, aku terbaring mengingat Tian. Ada saja hal yang membuatku ingin menertawakan kekonyolannya yang tidak disengaja. Seperti salah tingkahnya ketika bertemu Ibu.Aku masih belum mengantuk walau sudah hampir setengah jam berbaring di kasur. Random saja, aku ambil satu album yang tersimpan di antara tumpukan buku di dalam rak. Album ketika aku SMA. Tidak banyak foto tercetak. Maklum lebih banyak foto yang tersimpan di HP yang aku gunakan saat itu. Sebagian softfile sudah ku pindahkan ke dalam hardisk.Aku sengaja memuka album dari belakang. Foto yang ingin ku lihat saat moment liburan ke Bandung dan perpisahan SMA. Kenangan yang membuatku merasa hangat di malam itu. Tanganku terhenti di lembaran ke tiga. Sengaja berhenti, karena foto-foto yang ada di halaman berikutnya. Aku memang tidak pernah membuang kenangannya. Hampir semua masih tersimpan, termasuk buku-buku miliknya yang ada di atas mejaku. Tapi aku masih merasa berat, jika melih
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status