Semua Bab POISONED LOVE: Bab 11 - Bab 20
34 Bab
What's Wrong With You, Lyra?
 Brian mengernyit bingung dengan sikap Lyra yang tampak murung. Bahkan berkali-kali perempuan itu tampak tak fokus di ruang rapat tadi. Tatapannya selalu kosong, ditegur sekali hanya mengangguk pelan dan kembali melanjutkan kesalahan yang sama. Kali ini Brian tidak tinggal diam. Dia terusik dnegan ekspresi perempuan itu. Sabarnya yang tipis, hilang sejak beberapa menit yang lalu. Konsentrasinya ikut buyar dengan penasarannya yang makin besar.“Kita lanjutkan di rapat selanjutnya.” Brian menutup rapat dengan tatapan dingin yang membuat para karyawan tak dapat membantah. Memang siapa yang berani membantah seorang atasan sepertinya? Meski terkenal diktator, tapi Brian selalu menghargai usaha bawahannya dengan kesejahteraan yang lumayan cukup.Semua merasa puas dan terjamin. Tanpa banyak kata, satu persatu keluar dari ruang rapat. Wajah mereka menujukkan gurat lega, memang siapa yang suka dengan rapat panjang yang menguras otak.  Apalagi denga
Baca selengkapnya
I'm Afraid
Satu hal yang paling Lyra takutkan sekarang adalah kesepian. Dia benci sepi. Bagaimana sepi kembali membawa bayang-bayang masa lalu yangs berusaha dilupakannya. Namun keramaian pun tidak bisa membantu banyak. Pulang dari kantor, dia memilih mencari taksi. Merenung selama di perjalanan sampai si sopir menyebutkan angka kargo. Lyra tesadar. Dia meminta maaf dan segera turun setelah membayar. Jarak jalan raya ke apartemen harus melewati satu gang yang lumayan sepi. Apalagi dia pulang larut untuk menyelesaikan pekerjaannya. Akibat terlalu lama menghindar dari sang atasan, dia harus menuai akibatnya sendiri. Berkali-kali Lyra melirik ke belakang, seakan memastikan tidak ada yang mengikutinya. Tatapannya selalu waspada, meski dengan tubuh yang bergetar. Berita kebebasan ayahnya benar-benar mengganggu konsentrasinya. Bahka seharian ini dirinya banyak melamun. Hidup tenangnya sudah berakhir. Lyra seperti kembali masuk ke dalam kegelapan yang mencekam, menakut
Baca selengkapnya
So Damn It
Sudah lama Brian tidak menginjakkan kakinya kemari.  Terhitung sudah beberapa minggu sejak kejadian Lyra waktu itu. Perempuan itu berhasil memenuhi pikirannya sampai Brian tidak mampu mengalihkan tentang Lyra sedetik pun. Semua tentang Lyra terasa menarik baginya.Malam ini dia kembali ke klub atas undangan salah satu kawannya. Apalagi saat ini Brian sedang kesal. Sudah berkali-kali dia menghubungi Lyra, tapi tidak ada satupun yang dibalas. Panggilannya pun sepertinya diabaikan. Brian merasa ada yang aneh dengan tingkah Lyra yang tidak biasa. Meski perempuan itu sering menjaga jarak dengannya, kali ini Lyra bahkan terang-terangan menghindarinya.Terlalu pusing memikirkan satu perempuan, di sinilah Brian berada. Duduk bersama kedua kawannya yang lain. Di paha mereka masing-masing terdapat wanita yang sejak tadi tak berhenti menggodanya dengan sentuhan seringan kapas yang terasa menggelitik. Brian sengaja membiarkan tingkah wanita itu. Melihat sejauh mana tingkah wa
Baca selengkapnya
When I am Feeling Worried
Lyra merasa seseorang tengah mengawasinya. Dia menoleh dan mendapati tatapan intens dari sang atasan yang tak lain adalah Brian. Tarikan napas terdengar. Dia berusaha bersikap tenang, pura-pura tidak menyadari meski makin lama dia tak tahan juga. Beberapa hari ini dia berhasil menjaga jarak. Meminimalisir kebersamaan mereka dan bersikap formal layaknya atasan dan bawahan seperti sebelumnya. Meski berkali-kali Brian selalu berusaha mendekatinya, Lyra dengan cepat akan menghindar dengan ribuan alasan yang dibuatnya sendiri. Lyra merasa berdekatan dengan Brian adalah sebuah kesalahan. Pria itu hanya akan memberikan masalah baru pada hatinya. Cukup masalah dengan sang ayah yang menyita pikirannya saat ini. Lyra tidak ingin menambah beban hidupnya dengan hal yang menyangkut hati. Dia sadar, Brian bukan pria yang tepat untuk menjadi pemilik hatinya. Semakin lama Lyra lumayan risih juga. Tatapan itu seakan tak berpaling. Bisik-bisik dari karyawan lain mulai terdenga
Baca selengkapnya
When I'm Feeling Worried 2
Entah berapa lama dirinya membiarkan Brian menguasai. Memberikan cumbuan menggoda, melemahkan syarafnya. Bahkan Lyra sampai mengerang, terhanyut dengan permainan lidah yang sangat luar biasa.Sekarang dia tahu alasan kenapa banyak wanita yang jatuh pada pesona seorang Brian. Pria itu terlalu lihai dan ahli memainkan birahi lawan. Lyra bahkan tanpa sadar mendesah, membuat pria itu tersenyum di sela ciumannya.Brian yakin Lyra sudah hanyut. Dia ingin melanjutkan permainannya ke tahap berikutnya. Tangannya yang sejak tadi menahan tengkuk perempuan itu, mulai berpindah. Menjalar dengan sapuan seringan kapas, memberikan rangsangan yang membuat tubuh perempuan itu makin sensitif.Sampai kedua tangannya berhenti di depan dada, Brian tidak langsung meraba. Dia menekan kepalanya makin ke depan, memperdalam ciumannya dan semakin mengacaukan pikiran perempuan itu. Bahkan mungkin Lyra tidak sadar sejak tadi kedua tangannya meremas rambut Brian dengan gemas, melampiaskan gej
Baca selengkapnya
Discussion
Brian tampak serius mendengarkan seseorang berbicara di seberang sana. Tangannya yang bebas memainkan gelas kaca yang sudah kosong. Tatapannya lurus, sedangkan otaknya berkerja keras mengingat setiap kalimat yang didengarnya.“Kamu cari tahu tentang lelaki itu. Jangan sampai lengah, saya tidak mau sesuatu yang buruk terjadi,” titahnya pada seseorang di seberang sana.Setelah mendengar jawaban di seberang sana, Brian menutup panggilannya. Dia kembali meletakkan benda pipih itu di atas meja. Sedangkan tubuhnya bersandar di sofa dengan mata yang terpejam erat.Beberapa hari ini terlalu sibuk. Bukan hanya karena pekerjaan kantor yang menumpuk, apalagi salah satu cabang perusahaannya akan mengeluarkan brand terbaru. Jelas hal tersebut berhasil menyita waktu dan pikirannya. Dia tidak mau ada cela sedikit pun pada pekerjaannya.Namun satu masalah juga lancang mendominasi otaknya. Ya, tentang sang asisten yang beberapa hari belakangan tampak
Baca selengkapnya
Something Hot
Di sebuah ruangan yang temaram dengan pencahayaan yang minim, tampak seseorang lelaki duduk di sebuah kursi goyangnya. Gerakannya stabil, pelan dan nyaman. Di sela jepitan jarinya terdapat sebatang cerutu yang masih menyala. Sesekali dia menghirup dalam-dalam dan memainkan asapnya ke udara. Begitu berulang kali.Tatapannya tak lepas pada sebuah bingkai foto yang terpajang di dinding. Seorang perempuan dengan senyum lebar bermata sayu. Tampak sangat cantik dan menggoda meski dengan gaun seadanya. Tubuhnya ramping dengan wajah cantik tanpa cela. Penamilan sederhana tapi berhasil membangkitkan gairah tersembunyi dalam dirinya.Lagi, lelaki itu menghisap cerutunya. Kali ini asapnya lebih banyak dan mengepul ke udara. Seakan menjadi teman paling setia malam ini.“Lyra,” gumamnya dengan nada berat dan pelan. Ada senyum miring di tarikan kedua bibirnya yang malah memberi kesan mengerikan. Semua tahu, ada makna tersendiri dari senyuman tersebut.&ldqu
Baca selengkapnya
Jealousy
Lyra sadar bahwa sejak tadi dia tidak mengalihkan perhatiannya pada daun pintu yang tertutup rapat. Bahkan sudah berkali-kali dia menghembuskan napas pelan, menghitung dalam hati sampai dia lupa sampai mana hitungannya. Konsentrasinya pecah, bahkan layar komputer hanya menyala, menampilkan layar desktop yang tidak berubah sedikit pun.Niatnya ingin mengerjakan laporan buyar seketika. Pikiran dan hatinya tidak mau bekerja sama. Dia melirik jam dinding, bila dihitung sudah dua jam pintu itu tertutup dan belum ada tanda-tanda akan terbuka. Entah apa yang sebenarnya dipikirannya. Apa benar dia merasa gusar hanya karena pria itu bersama wanita di dalam sana?Apa dirinya cemburu?Lyra lekas menggeleng. Menyangkal pikiran tersebut. Tidak mungkin dirinya cemburu. Dia yakin tidak memiliki perasaan apa pun pada sang atasan. Namun, dia juga tidak bisa menampik rasa tak sukanya saat ini.Melihat Donna yang sering berkunjung akhir-akhir ini berhasil membuat sesuatu se
Baca selengkapnya
Ancaman Pertama
Donna tidak buta untuk melihat binar ketertarikan di kedua netra Brian. Pria itu meski cukup dingin dan datar tapi cukup transparan. Apalagi bagaimana cara pria itu berbicara dengan sang asisten, semuanya sudah cukup memperkuat dugaannya. "Serius, Bri. Kamu suka sama asisten itu—perempuan yang bahkan tidak ada apa-apanya dariku," ujar Donna dengan eskpresi tak percayanya. Dia menatap Brian yang masih santai di kursi kebangsaannya. Donna berdecak tak puas. Harga dirinya merasa terluka karena dikalahkan oleh perempuan yang jauh di bawahnya. "Kalian memang beda, sangat beda. Lyra tidak seperti wanita di luar sana. Ada banyak hal menarik darinya," kata Brian, lengkap dengan senyum tipisnya. Kepalanya memutar kembali bagaimana tingkah Lyra dalam ingatannya. Donna semakin mengeram marah. Dia mengepalkan tangannya, tatapannya makin tajam. Dengan langkah yang dihentakkan, dia mendekati Brian. 
Baca selengkapnya
Trauma
Entah hanya perasaannya saja, Brian merasa ada yang aneh. Dia tidak bisa berhenti mengkhawatirkan Lyra yang sejak tadi tak kelihatan batang hidungnya. Padahal biasanya perempuan itu selalu berkeliaran di sekitarnya. Namun terhitung sudah sejam lamanya, Lyra hilang begitu saja. Brian keluar dari ruangan, menghampiri meja perempuan itu yang kosong. Keningnya berkerut samar. “Di mana dia?” gumamnya seakan bertanya pada diri sendiri. Saat itu tatapannya menangkap karyawannya yang lewat di sekitarnya. Brian memanggil wanita itu dengan suara beratnya. “Apa kamu melihat Lyra?” tanyanya saat wanita itu sudah berdiri di hadapannya. Karyawan wanita yang tadinya tersenyum senang karena dipanggil, langsung menyurutkan senyumnya saat mendengar pertanyaan tersebut. Dia berusaha bersikap biasa, meski rasa iri menyarang di dadanya. Dia tidak suka bos besar meraka menaruh perhatian lebih pada asisten nerd seperti Lyra. “Maaf, Sir. Sepertinya t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status