All Chapters of Cinta CEO dalam Jebakan: Chapter 211 - Chapter 220
356 Chapters
S2| 60. Mengganjal
Dengan lengkung bibir melukiskan kebahagiaan, Julian membuka kotak bekalnya di hadapan sang sekretaris.“Lihatlah! Bukankah roti lapis ini sangat menggiurkan?” tanyanya sebelum menarik kursi dan duduk lebih merapat dengan meja. Sedetik kemudian, pria itu mendorong kotak mendekati sang gadis.“Ini roti gandum pilihan dengan isian telur kocok yang ditambahkan dengan irisan sayuran hijau, daun bawang, dan tomat. Coba kau perhatikan! Bukankah warna kuningnya sangat cantik? Ini karena telur ayam yang digunakan juga pilihan,” jelasnya sembari menunjuk isian roti yang tampak tebal.Dengan raut datar, Mia memperhatikan objek presentasi sang CEO. Entah mengapa, otaknya terus membayangkan Katniss beraksi di dapur Julian.“Lalu, perhatikan ini!” lanjut sang pria seraya menggeser telunjuk ke sisi lain dari kotak bekal. “Ini juga sayur dan buah pilihan. Semua komposisi dalam kotak bekal ini sudah diperhitungkan dengan matang,
Read more
S2| 61. Julian Berbohong
“Tuan Herbert?” desah Mia tak percaya.“Ya,” angguk Julian canggung. Ia sadar bahwa pernyataannya memang janggal. Ia belum mengatakan bahwa dirinya sudah berdamai dengan sang ayah berkat Katniss. “Tapi, kau tidak usah khawatir, Mia. Aku bisa menangani semuanya dengan baik. Nanti, jika semua masalah telah terselesaikan, aku akan menceritakan semuanya kepadamu.”Mendengar penjelasan yang terkesan abu-abu tersebut, alis sang sekretaris semakin kusut. Ia tahu bahwa sang pria sedang menyembunyikan sesuatu darinya.“Apakah semuanya baik-baik saja?” tanyanya dengan nada menggantung.Sambil menjaga lengkung bibir yang teramat kaku, Julian mengangguk. “Tentu saja,” ucapnya lewat pita suara yang terjepit.Tak tahu harus mengatakan apa lagi, sang pria pun menepuk lengan kekasihnya. “Ayo kita ke lift. Aku tidak mau membuat Papa menunggu,” ajaknya dengan alis terdesak kecanggungan.D
Read more
S2| 62. Kepercayaan vs Kesetiaan
Selagi kamera tertuju pada sang bayi, Gabriella dapat dengan leluasa mengamati Mia. Gadis yang duduk di sampingnya itu tampak jelas sedang menggertakkan geraham. Tangannya  gemetar mencengkeram kejengkelan, sementara napasnya tertahan membendung kekecewaan. Hati sang sekretaris belum pernah sepanas dan sepedih itu.“Hai, Pangeran Kecil! Apakah kau suka mainan barumu?” Katniss mengulangi pertanyaan.Dengan berat hati, Gabriella pun menjawab sambil meniru suara anak kecil. “Ya, aku sangat suka, Tante. Terima kasih banyak.”“Wah, syukurlah!” desah sang model sembari menyatukan tangan di bawah dagu.“Memangnya, apa yang kau berikan untuk Pangeran Kecil?” tanya Julian terdengar santai.“Mainan edukasi. Aku jauh lebih memikirkan masa depan keponakanmu dibandingkan dirimu, kau tahu,” sahut Katniss terkesan akrab, membubuhkan garam pada luka batin sang sekretaris.Menyaksikan Mia telah
Read more
S2| 63. Teguran Halus
“Kenapa Anda tidak menghampiri mereka, Nona? Bukankah jika Anda berada di sana, kecurigaan bisa diluruskan?” ucap sang sopir memperjelas pertanyaan.Setelah mengakhiri perenungan, Mia tiba-tiba mengembuskan tawa hambar. “Itu sia-sia, Pak. Kehadiran saya tidak akan mengubah apa-apa,” sahutnya sembari menggeleng samar.“Kenapa?” tanya sang sopir dengan nada menanjak.“Karena mustahil saya bisa mengalahkan perempuan itu. Dia terlalu sempurna. Saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dia,” terang sang gadis sebelum tertunduk menyimpan penyesalan.“Apakah Anda dan wanita itu sedang bersaing?”Mendapat pertanyaan semacam itu, Mia kembali memelihara hening. Sambil berkedip-kedip, ia menerungkan kata-kata sang sopir.“Anda mengatakan tidak bisa mengalahkan wanita itu. Bukankah itu berarti, kalian sedang bersaing? Ataukah ... saya sudah salah memahami?” tanya pria tua itu la
Read more
S2| 64. Mia yang Baru
Sekali lagi, Mia mengamati bunga biru di telapak tangannya. Seraya menyeka air mata yang menghangatkan pipi, gadis itu menghirup napas dalam-dalam.“Aku tidak seharusnya berkecil hati. Banyak orang menyayangi dan mendukungku,” gumam sang sekretaris sebelum menggeser pandangan menuju album foto di pangkuannya.Tanpa membuang waktu, Mia meletakkan surat dan resin di atas meja. Setelah itu, sambil tersenyum tipis, ia membuka album dengan perlahan. Begitu melihat foto dirinya dalam balutan gaun pengantin, tawa kecil sontak memecah keheningan.“Ibu pasti akan terkejut jika melihat ini,” gumam Mia sembari mengamati foto-foto ia dan Julian di hadapan Jack.Wajah-wajah yang diabadikan dalam gambar itu tampak sangat kaku. Orang yang tidak mengetahui kebenaran pasti akan menganggap mereka memang sepasang pengantin yang sedang gugup dihadapkan pada janji suci.“Astaga, kenapa Julian seperti ini? Jelek sekali,” gumam Mia, me
Read more
S2| 65. Tanggapan Julian
“Apakah penampilanku berlebihan?” gumam gadis yang sudah duduk di balik meja kerja. Dengan leher yang tertekuk, ia memperhatikan pakaian yang melekat di badannya. “Karyawan lain jadi tak henti-henti melihatku.”Setelah mengembuskan napas cepat, sang sekretaris menyalakan layar di depannya. Selagi menunggu komputer siap membantunya bertugas, ia kembali merenung. “Respon apa yang akan Julian tunjukkan begitu melihatku nanti? Semoga saja, dia suka dengan penampilan baruku ini.”Usai mengangguk-angguk singkat, Mia akhirnya merapatkan kursi ke meja. Tepat ketika tangannya hampir meraih mouse, suara bayi tiba-tiba menyita perhatian.“Cacacaca!”Mata sang sekretaris sontak melebar. “Apakah aku berhalusinasi? Kenapa aku seperti mendengar suara Cayden?”Selagi gadis itu berkedip-kedip, Gabriella melangkah masuk dan menyunggingkan senyum hangat. “Lihatlah gaya baru bibimu, Pangeran Ke
Read more
S2| 66. Rok Ketat
Untuk pertama kalinya, Julian berkeringat dingin karena kemarahan Mia. Pria itu sadar bahwa kata-katanya telah mengiris hati sang gadis. Setelah menelan ludah dengan susah payah, ia memberanikan diri untuk menyentuh pundak yang naik turun mengimbangi tekanan besar dalam paru-paru.“Mia, tolong jangan salah paham,” ucapnya dengan suara lembut.“Saya mengerti. Saya memang tidak cocok mengenakan pakaian seperti ini,” timpal sang sekretaris tanpa menoleh. “Silakan ke ruangan Anda, Tuan. Pekerjaan telah menanti,” usirnya halus.Alih-alih melangkah mundur, Julian malah menggenggam pergelangan tangan sang gadis. “Kita harus bicara.”Dengan alis berkerut, Mia menyentak tangannya. “Tidak ada yang perlu dibicarakan, Tuan. Semua sudah jelas. Perempuan seperti saya memang tidak cocok mengenakan pakaian mahal.”Tak ingin lepas kendali lagi, Julian mencengkeram lengan sang gadis. “Ikut aku sekaran
Read more
S2| 67. Menghibur Diri
“Kau tidak marah lagi kepadaku, bukan?” tanya Julian sembari memiringkan kepala.Secepat kilat, Mia melambaikan tangan dan menggeleng. “Tentu saja tidak,” sangkal gadis itu canggung. “Kenapa saya harus marah? Itu hanya makan siang bersama, apalagi, Tuan Herbert ikut bersama kalian,” lanjutnya sebelum memaksakan senyum.Sedetik kemudian, sang pria membelai rambut kekasihnya. “Terima kasih, Mia. Kau memang wanita yang paling baik hati dan pengertian.”Mendapat pujian semacam itu, rasa bersalah sang gadis semakin tebal. Tak ingin beban itu bertambah, ia segera mengetuk-ngetuk jam tangannya. “Kita sudah terlalu banyak mengulur waktu, Tuan. Ayo mulai bekerja!”“Tunggu dulu, Mia,” sela Julian seraya menahan lengan gadisnya. “Ada satu hal lagi yang perlu kutanyakan.”“Tak bisakah menunggu waktu istirahat?” tanya Mia dengan alis tertarik ke atas.Sambil m
Read more
S2| 68. Masih Bersabar
Mia melirik ke arah jam dinding, lalu beralih ke pintu. Jam istirahat sudah berakhir lima menit yang lalu, tetapi Herbert dan Katniss belum juga meninggalkan ruangan.“Apa yang sedang mereka bahas? Apakah seseru itu sampai Julian melupakan rapat siang ini?” gerutu sang sekretaris sebelum tertunduk lesu. Ia merasa tidak berdaya jika dihadapkan pada kebimbangan yang menyangkut perasaan.Selagi menyangga dagu dengan sebelah tangan, Mia mengetuk-ngetuk jari pada sisi tablet. Alisnya berkerut, mengekspresikan seberapa sulit pertimbangan yang sedang ia lakukan dalam otaknya. Selang beberapa kedipan, gadis itu akhirnya beranjak dari kursi dan mengambil tablet. Tepat ketika ia hendak melangkah, pintu yang dituju tiba-tiba terbuka.“Kau mau ke mana?” tanya Julian yang tergesa-gesa menghampiri.“Saya baru saja mau mengingatkan tentang rapat siang ini, Tuan,” sahut Mia dengan tampang datar. Hatinya tidak dapat memutuskan ekspresi
Read more
S2| 69. Mendadak Tegang
Jam kerja telah berakhir, tetapi Julian masih belum kembali. Perasaan yang berusaha Mia ingkari pun tak bisa lagi dihindari. Semakin lama menunggu, semakin dalam kepala gadis itu tertunduk.“Kenapa Julian tidak mengabari sama sekali? Apakah mungkin, dia sudah melupakanku dan langsung pulang?” pikir Mia sembari menggenggam ponsel lebih erat. Ia sangat berharap layar hitam itu menyala dan memunculkan nama Julian.Malangnya, satu menit berlalu, penantian gadis itu tetap sia-sia. Udara di sekitarnya terasa semakin berat dan sesak.“Haruskah aku menghubunginya?”Selang perenungan sesaat, sang sekretaris akhirnya menarik napas panjang. Sembari menegakkan wajah, ia menanti suara seseorang muncul dari speaker ponsel yang ditempelkan ke telinganya.“Ada apa, Mia?” tanya Julian begitu menjawab telepon dari sang kekasih.Dengan ekspresi kaku, sang gadis balas bertanya, “Anda sedang berada di mana, Tuan? Kenapa
Read more
PREV
1
...
2021222324
...
36
DMCA.com Protection Status