Semua Bab Istri Lima Belas Ribu: Bab 541 - Bab 550
608 Bab
Part 69
Part 69"Hai, Sri! Kamu ini wanita tua bangka yang tidak tahu diri ya ternyata? Kamu tidak ingat, waktu itu kamu mengemis ke rumah kami dan meminta pekerjaan karena anak-anakmu tidak ada satupun yang peduli?" tanya Ines dengan tatapan bengis. "Dan sekarang, kamu menikam aku dari belakang. Kamu jadi pelindung wanita jalang dan pelacur ini," tunjuknya pada Aisya. Sakit hari Aisya mendengar dirinya dikatakan sebagai pelacur."Dan kamu wanita sok alim! Kamu mengaji, kamu sholat, ternyata hanya untuk meraih simpati suamiku agar tertarik sama kamu ya? Wah, luar biasa ternyata. Kalian sungguh orang-orang yang tidak tahu diuntung. Ah, benar memang, semua orang miskin itu penjilat! Datang dengan wajah seperti pengemis dan tinggal di rumahku untuk menjadi parasit, benalu dan pelacur. Dibayar berapa kamu, pelacur Aisya? Nama yang mulia tetapi kelakuan kotor sekali." Ines benar-benar berada di ujung kemarahan yang luar biasa. "Bu Ines, apa yang menimpa Aisya tidak seperti yang Anda pikirkan. Du
Baca selengkapnya
Part 70
Part 70"Aisya, Bapak membesarkan kamu dengan keringat yang halal. Tidak sedikitpun Bapak memberi kamu makan dengan makanan yang haram, tetapi kenapa kamu kelakuannya seperti ini, Aisya?" tanya Ali kecewa."Bapak, aku diperkosa, Bapak. Bapak, aku tidak pernah berbuat yang dilarang Bapak. Aku diperkosa.""Kalau kamu diperkosa, kenapa kamu tidak pulang? Kenapa malah majikan kamu mengirimi kami makanan, mengirimi barang dan merenovasi rumah?" kaya Ali. Ia ingin membentak Aisya, tetapi masih sadar jika itu rumah sakit."Mbok, tolong jelaskan sama mereka, Mbok," kata Aisya memohon."Pak, sabar dulu, Pak. Duduklah! Saya yang akan menjelaskan," kata Sri."Saya tidak perlu penjelasan. Semuanya sudah jelas. Anakku, kebanggaanku telah menjual dirinya. Dan aku merasa jijik sekali dengan apa yang telah majikannya berikan pada kami." Ali menangis.Hastuti dan Syakib hendak menghampiri Aisya, tetapi dilarang oleh Ali."Aisya, mulai sekarang, aku tidak mengizinkan kamu menggunakan nama Aisya. Aku ti
Baca selengkapnya
Part 71
Part 71 Aira sejak pagi sudah sumringah mengemasi barang-barang yang akan dibawa pulang. “Mbak Ai, nanti kalau aku kesini lagi, Mbak Ai minta oleh-oleh apa?” katanya. Aini yang sebenarnya sedih mencoba tersenyum. “Minta oleh-oleh apa ya? Apa saja yang penting Aira cepat pulang kesini,” kata Aini. “Aku kan hari bebas selama sepuluh hari dari sekarang ya, Mbak? Terus liburnya dua minggu. Aku rencananya mau bolos sekolah selama satu minggu lagi. Jadi, aku balik kesininya selama sebulan,” celoteh Aira senang. “Lhoh, kok bolos?” tanya Aini. “Soalnya aku ingin sama Ayah lama. Nanti kalau sudah balik kesini lagi, belum tentu Ayah akan kesini dengan cepat,” kata Aira sedih. “Dulu saja Ayah tidak jenguk-jenguk. Sekarang Ayah masih di rumah, Mbak Ai. Tapi nanti kalau aku udah balik kesini lagi, Ayah bakalan kerja lagi ke tempat yang jauh. Jadi, aku harus terus sama Ayah selama sebulan ini. Nanti Mbak Ai janji, ya? Ambilkan rapor aku ke sekolah.” Aini mengacungkan dua jempolnya. “Ayahnya ma
Baca selengkapnya
Part 72
Part 72Liburan yang paling menyenangkan dialami AIra saat itu, karena ini untuk pertama kalinya ia pulang setelah berbulan-bulan lamanya pergi.“Ayah, kita mau kemana saja ya, liburan ini?” tanya Aira. “Kok gak ke rumah Mbak Sarah kenapa?”“Mbak Sarah kerja di Jakarta, Ra. Adanya Bu De saja. Kamu mau kesana?” tanya Iyan.“Enggak ah, bosan,” jawab Aira.“Kalau Ayah ajak kamu kerja mau tidak? Kita ke tempat kerja Ayah, kamu bisa bantuin Ayah di sana,” kata Iyan.“Jauh ya?” tanya AIra.“Iya, jauh. Tapi berangkatnya kita naik kereta,” jawab Iyan.Binar bahagia terpancar dari wajah Aira. “Kita naik kereta? Wah, aku mau Ayah,” teriaknya girang.Akhirnya Iyan memilih cara itu agar bisa tetap mencari uang tanpa harus jauh dari Aira. Namun, ia harus mendapatkan izin dulu dari Nusri.“Tapi Aira harus tahu, Ayah punya seorang teman di sana. Teman kecil, namanya Nindi. Umurnya tiga tahun. Dia sudah kehilangan ayah dan dia panggil Ayah papa. Kamu jangan kaget ya?” kata Iyan.“Kenapa panggil papa?
Baca selengkapnya
Part 73
Part 73Dua hari tidak ada kabar dari Cika, membuat Dania gelisah. Selama dua malam tidak dapat tidur akhirnya, keesokan paginya ke rumah Han. Ia mengkhawatirkan keadaan Cika. Berkali-kali memencet bel, tetapi tidak ada yang membuka pintu.Dania memilih duduk menunggu empunya rumah menemui. Memandang halaman depan membuat ia mengingat saat-saat di rumah itu. Simbok yang suka menyiram bunga. Dodi yang mencuci mobil, ia dan Kevin yang bermain kejar-kejaran. Suasana hatinya tidak setakut kemarin. Saat ini, ia sudah bisa membedakan Aiysa di masa lalu dan Dania di masa sekarang.‘Tidak ada yang tahu jika aku adalah Aiysa yang telah dianggap mati,’ katanya dalam hati.Setengah jam menunggu, akhirnya ada juga yang membukakan pintu. Dania menoleh kaget. Terlihat Ines yang sepertinya baru bangun tidur, menatap dengan tatapan tidak suka.‘Kamu masih seperti dulu ternyata, Ines.’ Batin Dania menilai.“Selamat siang, Bu, maaf mengganggu,” kata Dania ramah. “Mau bertemu dengan Cika. Ada barang yan
Baca selengkapnya
Part 74
Part 74Dania kembali menjalankan mobilnya. Satu titik terang ia dapat. Berharap dalam hati, ia akan cepat mengetahui kebenaran semua itu.“Kita mau kemana?” tanya Cika.“Terserah kamu mau kemana,” jawab Dania.“Aku sebenarnya tidak mau kemana-mana. Tetapi di rumah pintunya sudah ditutup. Makanya aku malas untuk keluar.”“Kamu ingin pulang?” tanya Dania. “Baiklah. Aku yang akan mengetuk pintu. Coba nanti ya, Ines akan membukanya atau tidak. Jika tidak, kamu akan kuajak ke rumah kosku. Oh, iya, kamu maunya kita tes DNA kapan?”“Kita?” tanya Cika.“Ah, maaf, maksudnya kamu. Karena aku yang akan bantu kamu, jadi ingatnya kita,” jawab Dania sambil berusaha mengurangi rasa gugup. “Kalau bisa secepatnya, Cika. Kamu harus ambil rambut mama dan ayah kamu. Nanti serahkan sama aku.”“Aku ambil bagian tubuh mereka?”“Iya.”“Gimana caranya? Ines saja tidak mau dekat sama aku.”“Kamu cari waktu pas Ines sedang pergi. Dan masuk ke kamarnya. Biasanya di sisir ‘kan ada rambutnya.”“Kalau tidak nemu?
Baca selengkapnya
Part 75
Part 75“Jadi bagaimana, Ibu? Mau beli berlian yang saya jual?” tanya Dania.“Modelnya bagus-bagus. Aku jadi bingung memilih yang mana,” sahut Ines tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel. “Kalung yang ini seratus lima puluh juta. Kalau yang satu set dengan cincin dan gelang, ini tiga ratus juta. Ah, aku jadi bingung mau pilih yang mana. Ini dua-duanya bagus dan aku ingin beli.”“Kalau dua berarti tiga ratus lima puluh juta. Kecil bagi Pak Han,” sahut Dania.“Kalau beli sampai tiga ratus lima puluhan juta kayaknya tidak boleh.”“Lhoh, Ibu tidak punya tabungan sendiri?”Ines kali ini memandang Dania. “Itu rahasia perusahaan,” katanya sambil tertawa lirih.‘Masa kalah sama aku sih, Bu, yang dikasih mahar satu miliar.’ Dania tertawa dalam hati.“Menurut kamu, aku beli yang mana?” tanya Ines bimbang.“Ya kalau suka semua, beli semuanya lah, Bu. Biar bisa gonta-ganti. Masa istri seorang pengusaha harus pikir-pikir buat beli barang ini sih, Bu?” Dania terus merayu. “Kalau mau jual lag
Baca selengkapnya
Part 76
Part 76“Jangan lupa, berliannya kalau sudah datang, langsung kamu antar ke sini,” kata Ines saat hendak turun dari mobil Dania.“Siap, Nyonya,” kata Dania sambil memberikan gerakan hormat.Ines berhenti sejenak mendengar Dania memanggilnya nyonya.“Kenapa?” tanya Dania sambil tersenyum saat menyadari Ines urung turun.“Ah, enggak apa-apa. Panggilan kamu mengingatkan dengan seseorang. Tapi, itu tidak mungkin kalau dia adalah kamu,” kata Ines. “Kamu dan dia jelas beda meskipun sama-sama babu. Dia juga sudah me….”“Me apa, Bu?” tanya Dania.“Ah, enggak. Aku harus turun segera.”“Bu ….” Dania menahan.Ines yang tangannya hendak membuka pintu mobil jadi urung lagi. “Apa?”“Apa Ibu bisa membantu saya mencarikan teman saya yang hilang? Barangkali Ibu punya kenalan polisi,” kata Dania. “Dia pergi bekerja saat lulus SMP. Tetapi dia tidak pernah kembali lagi. Gosip yang beredar katanya dia sempat dihamili majikannya. Bu, saya sangat merindukan dia dan saya pernah dimintai oleh orang tuanya unt
Baca selengkapnya
Part 77
Part 77 “Cepat!” hardik Ines sambil terus mengacungkan pisaunya. Han dan Dodi yang kalut dan bingung, menuruti perintah Ines. Mereka membawa Aisya dan Simbok ke dalam mobil. Bagian mobil jok Dodi yang belakang. Ines masih kesetanan dengan mengacungkan pisau yang ada di tangan. Kondisi lampu yang hidup padam membuat suasana mencekam. “Aku akan naik mobil Dodi, kamu, Han, kamu urus bayi haram kamu,” kata Ines sambil berlari ke dalam mobil dan menarik paksa lengan Dodi untuk menyetir. Sepanjang perjalanan, Ines masih memegang pisau itu. Sesekali diarahkan ke arah Dodi untuk mengancam lelaki itu. “Kita mau kemana, Bu?” tanya Dodi yang juga merasa ketakutan. “Terus saja! Kita akan membuang jika nanti ada jurang,” jawab Ines. “Itu jauh, Bu, masih ada satu jam lagi perjalanan dari sini.” “Diam kamu, Dodi! Lakukan perintah yang kuberikan atau kamu juga akan bernasib sama dengan mereka,” ancam Ines. Peluh mengalir di wajah Dodi karena panik dan ketakutan. Meski suasana dingin, tetapi
Baca selengkapnya
Part 78
Part 78Karena kondisi yang kacau di rumahnya, Han memerintah Dodi untuk mencari seorang pengasuh bayi. Maka, datanglah Siti yang akhirnya menjaga bayi Aisya. Bahkan, nama Cika Yesnita, itu pun yang memberi adalah Siti.Bertahun-tahun Ines seperti dihantui oleh suara tangis bayi dan juga suara Aisya yang meminta tolong padanya. Ia depresi dan beberapa kali harus dipasung karena hendak mengamuk seisi rumah.Kevin menjadi anak yang membenci bayi Cika, sehingga ia selalu dijauhkan oleh Intan. Intan menjaga Kevin dan Siti menjaga Cika di kamar belakang bekas Aisya dulu. Intan mengalah dan pindah tidur kamar yang lainnya. Usia belasan tahun, barulah Kevin bersikap sedikit melunak pada Cika meski tidak bisa menjadi kakak yang baik seperti layaknya orang lain.Bertahun-tahun Cika hidup dalam keluarga yang membencinya. Namun, Han masih bisa menganggapnya sebagai anak meskipun tidak dekat dengannya.Ines mengusap air matanya dengan kasar. Ia tersadar dari lamunan peristiwa selama belasan tahun
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5354555657
...
61
DMCA.com Protection Status