Semua Bab Mari Selingkuh: Bab 11 - Bab 20
105 Bab
Jalan Terbuka
“Aku pulang.” Hail memasuki rumah megahnya yang terlihat begitu kosong. Yah, para pekerja di sana cukup sedikit dan memiliki tempat tinggal yang sengaja Hail bedakan. Pria ini tidak terlalu suka kebisingan. “Oh? Hail, pulang cepat hari ini. Aku tidak tahu.” Meriel tampak masih canggung. Interaksi antara keduanya cukup renggang semenjak kejadian kala pesta itu. Dia merasa bersalah sekaligus tak berdaya. Hail pasti akan membenci— CUP. Hail mencium sekilas kening Meriel. berusaha mengikis rasa canggung di antara mereka akhir-akhir ini. “Maaf, lain kali akan kukabari,” ucapnya begitu lembut. Lagi-lagi begini. Meriel terlihat masih sangat kaget, ia bahkan tetap diam membeku dengan tangan menyentuh kening ketika Hail sudah beranjak pergi dari ruangan. Apa akan terus seperti ini? &ldquo
Baca selengkapnya
Semakin Rumit
Bosan, tidak ada yang suka dengan kata menunnggu, tak terkecuali Ranesha. Setelah mengobrol singkat dengan kepala pelayan rumah megah ini, ia diharuskan duduk diam menunggu sang atasan bersiap-siap hanya untuk makan. “Yah, salahku juga datang tiba-tiba, sih,” koreski gadis itu pada kekesalannya sendiri. Sebenarnya ia hanya tidak sabar ingin menanyakan perihal wanita di lukisan tadi pada Hail secara langsung. Terhitung sudah hampir dua jam berlalu dari awal Ranesha menunggu, bahkan hari sudah tidak bisa dikatakan pagi lagi, ini sudah siang. Sebenarnya Hail sedang siap-siap untuk makan atau menikahinya? Tidak wajar sekali. “Ran, kau ternyata masih di sini.” Apa maksudnya itu? Kekesalan Ranesha seketika surut saat ia menoleh, mendapati sosok Hail dengan kaos hitam dan celana jeans dengan warna senada, ia hampir tidak pernah melihat pria ini berpakaia
Baca selengkapnya
Salah Paham (Warning! 21+)
Gerimis hujan membuat jendela apartemen yang membatasi antara balkon dan ruangan di dalam mengembun. Seorang wanita yang hanya mengenakan baju putih polos kedodoran—sampai selutut—menatap sendu pemandangan di luar. Tangan mungilnya menyentuh kaca dingin itu. Mata biru bak telaga paling damai di muka bumi ini menerawang jauh di balik jendela besar tersebut. “Sangat cocok denganmu,” sindir Aron yang baru saja ke luar dari kamar mandi. Menampilkan tubuh kekar berotot hasil dari perawatan. Ia melangkah gontai mengampiri sang kekasih. Memeluk tubuh mungil itu dari belakang dan menempelkan rambutnya yang masih sangat basah di pundak Meriel. “Aron yang sembunyikan semua baju-bajuku, kan?” kesal perempuan itu, mengacak gemas rambut Aron. “Basah sekali, keringkan pakai handuk sana dulu!” Laki-laki yang sedang sibuk mendaftar kuliah itu tersenyum manis. “Keringkan,” bisik
Baca selengkapnya
Fitnah yang Indah
“Luka bakar Nona memangnya tidak apa-apa? Anda sungguh harus bekerja? Tidak izin libur saja dulu?” rewel Lily menatap sang majikan dengan penuh rasa cemas yang tercetak jelas pada matanya. Ranesha terkekeh ringan. “Tidak bisa Lily, jika tidak ada aku entah apa yang akan terjadi pada Hail.” Sekilas bayangan di mana sang atasan mengerjakan segala pekerjaan sendirian seperti zombie membuat Ranesha tersenyum getir. Tidak menutup kemungkinan Hail juga ikut tumbang atau bahkan dilarikan ke rumah sakit jiwa. “Dan juga, hadiah kecil ini membuatku cemas akan sesuatu.” Ranesha mengangkat kotak dengan hiasan cantik yang waktu itu Lily terima tanpa mengetahui identitas pengirim. Gadis ini harus melacak orang itu. Raut wajah Lily masih terlihat kalut. “Tapi luka bakar Nona tidak mungkin sembuh hanya dalam satu hari,” tegurnya sudah menyerupai sosok ibu saja andai Ra
Baca selengkapnya
Kesengsaraan bertubi-tubi
“Endinesa,” desah Ranseha membuka peta dunia dengan tangan yang menunjuk salah satu negara dengan ratusan ribu pulau. “Aslinya adalah Indonesia, tapi karena di Indonesia sendiri tidak ada istilah CEO, dan mereka biasanya memakai istilah Direktur Eksekutif, maka penulis webtoon Perjuangan Cinta Meriel yang tidak ingin latar belakang negara lain, melencengkan nama Indonesia dengan Endinesa.” Sekaramg ia tinggal di sini. Ranesha menengadah, mengembuskan napas dengan berat. Tangannya terangkat dengan mata yang menatap langit-langit seakan menembus atmosfer bumi dan mencapai bintang-bintang di alam semesta. “Aku tidak merasa terjebak dalam dunia ini, kadang aku berpikir aku adalah Ranesha sungguhan. Dan ini adalah dunia paralel. Tapi kalau bukan, maka itu artinya aku hanyalah bermimpi panjang setelah kematian. Namun tetap saja ….” Tangan Ranesha mengepal. “Kenapa aku tidak hidu
Baca selengkapnya
Aplikasi My Teacher
Suram. Sepertinya baik Ranesha atau pun Hail mengalami mimpi buruk dan hari paling tidak menyenangkan kemarin. Membuat wajah keduanya begitu kelam seperti mengeluarkan aura yang hitam. “Jadwalku?” lirih Hail setengah menguap. Tentu dirinya tidak bisa tidur semalaman. Memikirkan bejibun pekerjaan, istrinya, dan juga sekretarisnya. “Penuh, karena Anda menggeser jadwal kemarin menjadi hari ini,” jawab Ranesha dengan canggung. Entah kenapa jadi dia yang kini merasa bersalah pada Hail, padahal pria itu yang mencari perkara dengan sembarang menuduhnya. “Pagi ini kau handle dulu file yang kukirim barusan, biar pekerjaan yang di luar aku sendiri saja.” “Baik, Pak.” Sungguh, Hail sudah lama tidak merasakan suasana tertekan begini. Sejujurnya Ranesha yang dulu adalah sosok kaku yang seperti ini, gadis itu hanya gila kerja dan banyak
Baca selengkapnya
Wanita Penghubung Konflik
“Sepertinya ada bug yang perlu diperbaiki dari My Teacher,” ungkap Hail di dalam perjalan pulang. Mereka masih berada di dalam mobil sekarang, terjebak macet yang cukup panjang. Ranesha yang tadinya asyik membaca dokumen segera menoleh. “Apa itu? Jelaskan pada saya, biar saya saja yang nanti memberitahukan dengan tim pengembangan dan mengawasi mereka untuk memperbaiknya. Anda ada jadwal lain malam ini.” Perempuan bersurai cokelat terang itu menunjukkan daftar jadwal Hail yang padat, seperti jalan pulang mereka sekarang. Hail tersenyum kecut melihat jadwal gila itu. “Tadi Robin bertanya apakah dunia paralel itu ada, anehnya My Teacher menjawab iya, itu jawaban pasti yang bisa saja menyesatkan karena keberadaannya belum terkonfirmasi. Masih menjadi perdebatan. Bukankah aneh? Apa tim pengembangan salah memasukkan data atau AI kita yang mengalami eror, ya?” Dunia paralel? Nyata?
Baca selengkapnya
Dinding Penghalang
“Meriel tidak membalas pesanku, tidak mengangkat teleponku, dia juga tidak pulang ke sini dari rumah sakit sejak kemarin.” Hail membaringkan tubuh lelahnya di kasur. Menutup wajah tampannya dengan punggung tangan. “Sebenarnya ada apa?” gumam pria itu kebingungan, menerka-nerka apakah ia ada berbuat salah. Namun, dia tetap harus berpikir positif. Hail juga yang meminta istrinya itu untuk tidak meminta izin akan segala hal. Jadi, wajar saja kalau sekarang Meriel tengah memadu kasih dengan selingkuhannya. “Ah, iya. Besok Meriel ada pemotretan perdana.” Hail harus bisa meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk tetap menemani sang istri tercinta. Pria kesepian ini pun mulai memejamkan mata, tidak sanggup lagi untuk melangkah sekedar ke kamar mandi dan membersihkan diri. Ia tertidur cukup pulas sampai sinar mentari menyapa melalui rambatan cahaya di balik celah-celah jendela.&nbs
Baca selengkapnya
Pintu yang Mulai Terbuka
Sejak awal mereka saling mengenal, tidak pernah barang sekali pun Meriel berlaku kasar pada Hail. Bahkan yang ada malah wanita itu sangat memperhatikan perasaan Hail, sampai-sampai membuat pria tersebut sering kali salah paham. Walau demikian, Hail tahu siapa yang ada di hati Meriel, bukan dia yang sebagai suami tapi orang lain. Hanya saja ia percaya kalau hati seseorang bisa berubah, karena itu Hail tidak pernah berhenti untuk berusaha mendapatkan hati istrinya itu. Jadi, kesimpulannya adalah hanya satu orang yang bisa mengubah perilaku Meriel sedrastis tadi terhadap Hail, yakni Aron Deimos. Hanya makhluk itu saja yang kini terlintas dalam pikiran Hail. “Meriel adalah wanita baik hati yang mudah percaya pada orang lain, apalagi jika itu Aron.” Hail memukul setir mobilnya. “Berandal sialan itu! Apa yang dia katakan pada Meriel tanpa sepengetahuanku?” Padahal Hail sudah berbaik
Baca selengkapnya
Kesempatan Emas (WARNINNG 21+)
Ranesha mengutuk Hail dengan mengabsen hampir seluruh nama-nama indah dari kebun binatang. Gadis ini sangat murka sampai berpikir ingin membunuh Hail dengan meracuni sang atasan, memberi Hail kopi bersianida misal. “Kenapa dia jadi sangat labil! Tadi katanya aku boleh pulang cepat! Sekarang dia malah melemparkan seluruh pekerjaannya padaku!” Ranesha mencak-mencak tidak terima. Meski demikian, tangannya bekerja dengan cekatan. Sungguh kontradiksi antara anggota tubuh yang mencengangkan. Namun, gadis ini tidak memiliki pilihan lain, walau kelelahan fisik dan batin, ia tetap mengerjakan tugasnya. Bahkan sampai jarum jam telah menunjuk pada angka dua belas lewat lima belas menit, Ranesha masih melakukan pertarungan sengit dengan laptopnya. Hingga pintu tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok Hail dengan wajah berantakan seperti pengemis jalanan. Pria itu melangkah gontai ke arah Ranesha. “
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status