Semua Bab Cinta Si Mantan Sugar Baby: Bab 91 - Bab 100
113 Bab
BAB 91| Jangan Menahannya Terlalu Lama
“Javin, apa yang kamu katakan tadi?” tanyaku benar-benar tidak mengerti.Javin tak memberikan jawaban padaku, tatapannya lurus ke depan menatap jalanan. Aku melirik Joana yang sedari tadi diam saja, aku memegang tangannya dan memeluknya.“Jo, apa kamu tahu masalah ini?” bisikku pelan.“Jo tidak tahu, kak. Javin tidak mengatakan apapun.”Aku membelai puncak kepala Joana, selama perjalanan menuju rumah, suasan mobil hening. Baik aku dan Joana memilih untuk diam saja.Ketika mobil berhenti, kami turun. Aku langsung masuk ke dalam kamarku, aku berusaha untuk tidak membahas kejadian tadi lagi. Aku tahu itu pasti membuat Javin kesal.“Kakak,” suara Javin yang memanggilku membuatku menghentikan langkah. Aku membalikkan badan dengan senyuman tipis.“Tidak perlu membahasnya sekarang, tenangkan dirimu dulu, Javin. Kakak tahu Javin sudah dewasa, Javin tahu harus membuat keputusan yang seperti apa.” Ucapku lembut.Aku menatap Joana dan Javin bergantian, “Istirahatlah, Jo. Kamu pasti lelah. Kamu j
Baca selengkapnya
BAB 93| Tetap Menjadi Teman
Ketika aku melangkah menuju tempat parkir, di depan mobilku Adam berdiri di sana. Mataku bertatapan dengannya, seketika tubuhku memanas dengan kaki yang bergetar.Aku menunduk menarik napas dalam-dalam. Ketika aku mendongak dan berjalan menuju ke arahnya, pria yang sudah lama tak kujumpai melemparkan senyuman tipis.“Alice ….” Ia berujar dengan suara rendah.Aku tersenyum tipis meresponnya. “H-hai, Adam.” ucapku dengan kaku.Senyumannya semakin mengembang. “Kamu datang juga.”Aku menatapnya dengan perasaan canggung. “Kamu pasti menungguku lama, ya?”Ia terkekeh dengan salah satu tangannya menggaruk bagian kepalanya. “Tidak, aku baru saja sampai. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, Alice.”Aku mengangguk samar. “Baiklah, katakanlah.”Ia kembali tertawa tipis. “Tidak di sini.”Ia menatap sekeliling lalu melanjutnya ucapannya. “Mau makan malam bersama?”Aku mengangguk tipis setelah menimbang-nimbang tawarannya. “Baiklah,” ujarku dengan suara pelan.Adam duduk di depanku. Ia menatapku
Baca selengkapnya
BAB 93| Bagai Remaja Labil
Kecanggungan hubunganku dengan Adam sedikit berkurang sejak makan malam yang dilakukan tempo hari. Rasanya sedikit lega, masalah yang tak terselesaikan hingga tahun berganti sekarang dapat diselesaikan.Seperti rutinitas hari-hari sebelumnya, aku berangkat ke kantor di pagi hari dan keluar ketika malam tiba. Namun rutinitas itu sedikit berubah, saat waktu pulang kerja, Adam datang ke kantor dan selalu mengajakku untuk makan malam bersama sebelum melanjutkan pekerjaan.Ketika aku bertanya mengapa ia selalu mengajakku untuk makan malam bersama, ia akan menjawab, “Aku ingin menebus waktu enam tahun yang terbuang sia-sia.”Aku menatap lamat-lamat pria yang sedang memainkan ponselnya dengan dahi yang sedikit mengerut. “Adam, jika kamu sibuk kamu tidak perlu makan malam bersama setiap hari. Aku tidak masalah.” Ujarku pelan membuat fokusnya terarah padaku.Aku menanggapinya dengan santai lalu mengisap jus jeruk yang terhidang di atas meja.“Maafkan aku, aku tidak bermaksud membuatmu tidak ny
Baca selengkapnya
BAB 94| Mengatasi Ketakutan
Aku membalikkan badan lalu melemparkan senyuman tipis ke arahnya. “Adam, aku tidak sakit. Hanya saja sekarang, aku merasa suhu di sekitar sini cukup panas.”Ia semakin menatapku dengan intens, aku berharap ia tidak berkata hal aneh-aneh lagi. Namun ternyata, harapanku tidak menjadi kenyataan.“Benarkah?” ujarnya dengan suara lembut.Aku mengangguk samar. Adam berjalan mendekatiku, ujung tangannya menyentuh dahiku yang berkeringat. “Ya, kamu benar. Cuaca sangat berubah-ubah, kamu sampai berkeringat begini.” Ia terkikik geli memandangku.Kulitnya yang bersentuhan dengan dahiku semakin membuat jantungku berdebar, aku mundur menjauhinya. Lagi-lagi Adam berjalan semakin dekat ke arahku.“Ada apa, Alice? Kenapa kamu menjauhiku?” tanyanya dengan tampang polos.Aku tidak mempedulikannya dan semakin mundur.“Alice, berhenti!” teriaknya dengan lantang. Aku tidak mendengarkannya dan masih mundur ke belakang.Tanganku ditarik, tubuhku dan tubuhnya semakin dekat dan hanya dipisahkan oleh jarak kur
Baca selengkapnya
BAB 95| Pria yang Beruntung
Setelah percakapan malam itu, aku dan adam berjalan beriringan menuju rumahku. Selama di perjalanan, aku tidak berani mengucapkan sepatah kata pun. masih berusaha untuk menyesuaikan diri setelah mengatakan separuh fakta yang selalu kusembunyikan.“masuklah, aku akan pulang sekarang.” ucapnya memecah keheningan saat sudah berada tepat di depan rumahku.Aku yang melangkah mendahuluinya pun membalikkan badan guna memandangnya. “baiklah, aku masuk dulu.”Adam mengangguk dengan senyuman tipis, “iya, masuklah. Aku akan pulang saat kamu sudah aman.”Aku menghentikan langkahku lalu membalikkan badanku menatapnya. “adam, kamu juga pulanglah. Aku sudah aman, rumahku di sini. seharusnya kamu mengkhawatirkan keselamatanmu sendiri.”Adam tersenyum hangat, ia berjalan mendekatiku. Memegang kedua tanganku dengan lembut lalu berucap, “keselamatanmu lebih penting. Masuklah, setelah itu aku akan pulang.”Aku menggeleng, tidak setuju akan ucapannya. “tidak, kamu pulanglah dulu setelah itu aku akan masuk
Baca selengkapnya
BAB 96| Berhenti Untuk Mengelak
Saat pagi tiba, aku mendapati Adam yang sedang duduk dengan mata yang terpejam. Melihatnya tidur seperti ini, aku yakin jika tidurnya tidaklah nyaman.Aku mengembuskan napas tak enak hati, terlebih saat tangannya kupeluk erat. Seolah aku tak memberikan izin padanya untuk pergi jauh.Dengan pelan agar tidak mengganggunya, aku melepaskan tanganku lalu membiarkannya tidur. Aku duduk, menatap sekeliling ruangan yang terlihat asing. Aku jadi tahu jika tadi malam aku tidur di rumahnya.Ketika mataku menangkap selimut di ujung kakiku, aku tersenyum tipis lalu membawanya agar membalut tubuh Adam.Aku tersenyum melihat wajahnya yang terlihat begitu tenang. Cukup lama aku menikmatinya dengan senyuman tipis, tak lupa diiringi dengan deguban jantung yang terdengar begitu jelas.Saat selimut itu jatuh dari tubuhnya, aku bergerak pelan mengambilnya lalu kembali menyelimutinya. Aku tersenyum tipis dan berucap pelan tepat di depan wajahnya. “Tidurlah dengan nyaman.”Aku menjauhi wajahku berniat untuk
Baca selengkapnya
BAB 97| Sedikit Kecewa
Saat aku berjalan keluar dari gedung tempatku bekerja, aku berpapasan dengan beberapa rekan kerjaku. Tatapan mereka seperti tengah menggodaku, aku menunduk menyembunyikan wajahku yang memerah.“Kak, aku dengar ada pria yang membawakan makan siang untukmu. Astaga, sejak kapan kakak berpacaran dengannya?” ucapnya dengan suara yang bersemangat.Aku menggelengkan kepalaku. “Aku tidak berpacarannya dengannya. Ngomong-ngomong, di mana pria yang kamu maksud?”Wajahnya menampakkan keterkejutan, ia memegang kedua tanganku lalu berucap. “Benarkah? Kakak benar-benar tidak berpacaran dengannya? Lalu, apa hubungan kakak dengannya?”Aku menggaruk kepalaku, bingung harus mengatakan apa. Saat aku sedang kebingungan, aku mendapati Adam yang tengah melambaikan tangannya ke arahku. Aku tersenyum tipis lalu berlari menghampirinya.“Kamu sudah lama menungguku?” tanyaku langsung.Ia menggelengkan kepalanya dengan senyuman hangat. “Tidak begitu lama.” Ujarnya dengan penuh kelembutan.Aku mengambil tangannya
Baca selengkapnya
BAB 98| Ancaman yang Didapatkan
Selama perjalanan mengendarai mobil menuju rumahku, pikiranku senantiasa tertuju pada Adam dan Laura. Dadaku terasa sakit memikirkan itu.Mataku menangkap supermarket di pinggir jalan, aku memutuskan untuk berhenti di sana. Pikiranku kacau balau, aku perlu waktu untuk membenahinya.Satu botol minuman dingin sudah berada di genggamanku, aku meneguknya sambil duduk di kursi depan supermarket. Ketika mataku terpejam, ingatanku tertuju saat Adam melepaskan genggaman tangannya dan memilih bersama Laura.Amarahku semakin memuncak memikirkan itu, aku kembali meneguk minuman yang kubeli hingga habis tak bersisa.Getaran ponsel dari dalam tasku terasa, aku langsung memeriksanya. Ketika di layar ponselku menampilkan nama Adam, aku memasang raut datar.“Hallo?” ucapku tanpa tenaga.“Kamu di mana?” suara Adam terdengar khawatir, namun aku memilih untuk tidak peduli padanya.“Apa pedulimu? Kalau tidak ada yang ingin dikatakan, aku tutup teleponnya. Jangan ganggu aku, sekarang aku sangat sibuk!” ak
Baca selengkapnya
BAB 99| Alice-ku
Selama enam tahun terakhir, untuk pertama kalinya aku mengambil jatah cutiku. Aku membawa semua barangku dan pergi menuju tempat terpencil. Sebuah desa yang terkenal asri, saat sedang dinas aku pernah bermalam di desa ini.Saat sampai di penginapan, aku langsung membaringkan tubuhku. Hanya ini yang bisa kulakukan, pergi jauh untuk menghindari masalah yang kubuat.Aku tahu aku seperti pecundang, tapi aku benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Aku begitu takut, masa laluku yang tidak diketahui oleh siapapun sudah membuat orang lain tidak menyukaiku, terlebih bila masa laluku terkuak.Aku duduk menekuk kedua kakiku lalu membaringkan kepalaku di atasnya, menatap langit biru melalui jendela kecil. Tetes demi tetes air mata mengalir melewati wajahku, tanganku terangkat untuk menghapusnya.Aku mengambil ponsel lalu mengaktifkannya. Notifikasi dari ponselku bergantian bersuara, aku memandangnya tanpa ekspresi. Tanganku menekan nama Javin, aku menelponnya.Ketika suara Javin terdengar, ak
Baca selengkapnya
BAB 100| Tingkahnya yang Nakal
Aku tengah menunggu Adam yang sedang menyiapkan makan siang untukku. Sekarang, aku dan Adam sudah berada di penginapanku. Ini adalah malam kedua setelah kami memutuskan untuk bersama.Aku baru pulang dari rumah sakit, dokter yang merawatku sudah memberikanku izin dan berpesan untuk memperbaiki pola makanku yang berantakan.“Alice, makanan untukmu sudah siap!” bak seorang koki profesional, Adam membawa makanan dengan satu tangannya ke arahku.Melihat sikapnya yang berusaha untuk menghiburku agar aku bahagia membuat hatiku menghangat. Kepeduliannya padaku selalu menjadikanku bagai lilin yang meleleh dan burung yang terbang di udara.“Bubur lagi?” ucapku ketika melihat makanan yang ia hidangkan adalah bubur hambar.Aku menggelengkan kepalaku. “Aku tidak mau makan bubur lagi, Adam.” Aku mencoba merengek agar ia mengubah menu makan siang ini.Dengan tegas, ia menggelengkan kepalanya. “Kamu harus makan bubur dulu, pencernaanmu akan bermasalah kalau langsung makan yang lain.”Aku merengut me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status