Semua Bab Cinta Si Mantan Sugar Baby: Bab 81 - Bab 90
113 Bab
BAB 81| Pada Akhirnya
“Kamu ingin makan sesuatu?” David berkata lembut, tangan pemuda itu memegang ujung rambutku, tatapannya begitu menggoda.Aku mengangguk. “Boleh.”“Aku sudah reservasi, tempatnya bagus.”Aku mengangguk antusias. “Wah, kamu sudah menyiapkannya dengan sangat baik, David!”David terbahak akan candaanku. Setelah bersiap-siap, kami berangkat menuju tempat yang dituju.“Di sini terkenal daging sapinya yang enak. Cobalah!” David menyodorkan satu potong daging sapi yang sudah pria itu siapkan. Aku menerimanya dengan senyuman tipis.“Kamu benar, dagingnya sangat enak!” aku membenarkan ucapannya. Daging yang sedang aku makan benar-benar terasa lezat. Kualitas daging mahal memang berbeda.Wajahku menghangat ketika David kembali menyuapiku, aku menahan diri untuk tidak berteriak senang di sini. “Makan yang banyak, Alice.” Katanya pelan. Matanya memandangku dengan intens.Aku tertawa mencoba mengalihkan perhatiannya, jika tidak aku tidak tahu lagi harus apa. Jantungku berdebar setiap kali berdekata
Baca selengkapnya
BAB 82| Melampiaskan
Aku berniat untuk melupakan segalanya, baik itu perasaanku pada David maupun perasaan bersalahku.Setelah pulang bekerja, aku berniat untuk datang ke makam ayahku. Rasanya sudah sangat lama aku tidak menemui ayahku. Aku jadi sangat merindukannya.“Ayah, aku harap ayah bahagia di sana. Aku, Javin, dan Joana sangat merindukan ayah.” Aku menunduk, tubuhku bergetar. Aku terisak, tanganku segera menghapus cairan bening itu dari wajahku.“Ayah, aku sangat merindukan ibu. Aku sudah berusaha untuk mencari keberadaan ibu, tapi aku tidak bisa menemukannya. Ayah maafkan aku.”Saat aku berjalan menuju mobil yang terparkir, tanpa sadar mataku menatap seseorang yang sedang berjalan sambil menunduk. Sesaat aku berpikir jika itu adalah ibuku, aku mendekatinya untuk meyakinkan hatiku.“Permisi?” ujarku pelan.Saat wanita itu memperlihatkan wajahnya, aku tahu wanita itu bukanlah ibuku. Aku mengangguk tak enak hati, “Maafkan aku, kupikir Anda adalah wanita yang kukenal.”Kakiku melangkah menjauhinya, ak
Baca selengkapnya
BAB 83| Jangan Melewati Batasan
Ketika aku terbaring di atas ranjang, bayangan tentang suara itu menghantuiku. Tubuhku bergetar, walau sudah lama tidak mendengar suara itu, tapi aku cukup yakin jika suara itu adalah suara ibuku.Walau sudah tengah malam, aku tidak bisa terpejam tidur. Aku masih saja sadar dan enggan untuk tidur dengan pulas.Aku mendengus kesal, aku memutuskan untuk keluar kamar untuk sekadar minum air dingin.Aku melangkah pelan, aku tidak ingin menggangguk adikku yang sedang terlelap. Saat aku hendak masuk ke kamarku, samar-samar aku mendengar suara Javin.Aku berjalan mendekat berniat untuk mendengar perkataan itu lebih jelas. Aku menutup mulutku, merasa senang karena Javin tengah bertelpon dengan seorang gadis.“Tidurlah, jangan begadang.” Aku terkikik geli begitu Javin mengucapkan kalimat itu.“Aku akan menemanimu sampai tidur, jadi jangan takut.”Aku jadi membayangkan siapa gadis yang Javin sukai. Aku penasaran.Aku menggeleng, memilih untuk merahasiakan ini dan berjalan menuju kamarku. Dalam
Baca selengkapnya
BAB 84| Sebuah Janji yang Diingkari
Aku masih memikirkan perkataan mama Adam. Aku tidak tahu mengapa mama Adam berpikiran seperti itu padaku.Sekali pun, aku tidak pernah memikirkan untuk menjadi pasangan Adam. Bagiku, pria itu adalah pria yang sangat baik. Aku … tidak pernah memandang Adam sebagai lelaki.Aku meneguk minuman yang ada di hadapanku. Mataku terpejam menikmati cairan itu yang mengalir di tenggorokan.Mataku terbuka ketika seseorang mengucapkan namaku. “Alice ….”Aku mendongak lalu mengangguk pelan. “Hai!” ujarku dengan wajah yang ceria.Orang itu mengangguk dengan senyuman merekah. Ia duduk di hadapanku, tangannya langsung mengambil makanan ringan yang menjadi cemilanku malam ini.“Ada apa? Wajahmu nampak sedih. Ada yang mengganggumu?” tanyanya penasaran.Aku menggeleng, memilih enggan untuk bercerita. “Tidak ada, aku hanya ingin minum saja.”“Hei, ayolah. Ceritakan saja padaku, jangan dipendam sendiri.” Katanya sekali lagi sembari mencomot makanan ringan milikku.Aku menghembuskan napas lalu menatapnya. “
Baca selengkapnya
BAB 85| Keinginan Untuk Berkorban
Aku menengadah menatap langit yang mulai kelabu. Rintik air hujan jatuh ke bumi, tanah dan pepohonan mulai basah olehnya.Embusan napas berat keluar dari mulutku, “Huh.”Aku berjalan menuju ruanganku, pekerjaan sudah menumpuk lantaran kemarin aku sempat cuti sesaat karena ada urusan. Melihat pekerjaan yang menumpuk, aku jadi tersenyum kecut.“Semangat bekerja, Alice!” teriakku pada diriku sendiri.Aku mengangkat kedua tanganku untuk mengikat rambut. Mataku menajdi fokus memandang layar monitor, tidak peduli pada kegiatan orang-orang di sekelilingku.“Alice!” teriakkan kencang itu membuatku terperanjat kaget.Aku menoleh menatap sumber suara. “Ada apa?” tanyaku dengan suara pelan.Adam berjalan mendatangi mejaku, ia tersunggut-sunggut. “Alice, tolong bantu aku.”Aku menatapnya mencoba memahaminya. “Ada apa, Adam? Apa yang terjadi denganmu?”Ia menarik lenganku. “Kita harus berbicara, aku mohon.”Aku mengangguk setuju. “Baiklah, ayo.”Ketika berada di atap gedung, cekalan pada lenganku
Baca selengkapnya
BAB 86| Permintaan
Ucapan David itu masih membekas diingatanku. Aku tak bisa menghilangkan bayangan dia memintaku untuk menikah dengan adiknya.Aku tidak bisa menyetujuinya, aku tidak menyukai Adam sebagai seorang lelaki. Aku hanya memandangnya sebagai seorang teman. Tidak lebih.Dan pada akhirnya, setelah pulang bekerja cepat-cepat aku pergi meninggalkan gedung. Aku tidak ingin baik Adam ataupun David mencegatku nantinya.Kepalaku terasa pening memikirkan itu. Tanganku terkepal, sekali lagi aku menegak minuman keras hingga habis tak bersisa.Aku menenggelamkan kepalaku pada lipatan tangan yang berada di atas meja. Tanpa sadar aku berkata, “Mengapa orang memintaku untuk menikah? Aku tidak menyukai pria itu dan tidak memiliki keinginan untuk menikah.”“Aku tidak ingin menikah!”Aku kembali menuangkan cairan di dalam botol dan menegukknya hingga habis dalam satu kali tegukan. Pandanganku mulai memburam, samar-samar aku melihat ada seseorang yang berjalan mendekatiku.“Hai, mau bermain denganku?” suara pri
Baca selengkapnya
BAB 87| Enam Tahun Berlalu
Aku menatap Joana dan Javin yang tengah tertawa di sana. Jangan lupakan Adam yang tengah bersama kedua adikku pun ikut tertawa.Aku memandang pria itu tajam, aku benar-benar tidak suka ketika ketakutanku dipermainkan seperti ini. Terlebih oleh Adam, ia adalah teman yang sangat kupercayai.“Apa yang terjadi?” ucapku dingin.Adam berdehem menyaut, “Oh, hai Alice kamu sudah datang?”Aku tidak menanggapi respon Adam. Tatapanku tertuju pada Joana yang sedang duduk di ranjang dengan wajah tertunduk. Tak berbeda jauh dengan Javin, ia menatap ke arah lain enggan bertatapan denganku.“Kalian pikir ini lucu? Aku berlari dengan perasaan takut. Jangan mempermainkan hal yang seperti ini.” Ujarku tajam.“Alice, aku yang salah. Aku yang meminta Javin dan Joana untuk melakukan itu.” Perkataan Adam membuat pandanganku beralih menatapnya.“Itu dia, seharusnya kamu cukup paham untuk tidak mempermainkan hal yang seperti ini. Apa kesehatan seseorang hanya lelucon untukmu, Adam?” ucapku tajam. Aku tahu uca
Baca selengkapnya
BAB 88| Adalah Hal yang Wajar
Aku menatap Yumna dengan tangan terkepal. “Apa maksud perkataanmu, Yumna? Sebenarnya, apa yang ingin kamu katakan padaku?”“Dengar, aku tahu ini pasti akan menyinggung perasaanmu. Tapi coba pikirkan, cinta yang kamu harapkan itu tidak ada di dunia ini. Berhentilah bermimpi, Alice!” ujarnya tegas.“Apa salahnya aku memimpikan hal seperti itu? Apa salahnya aku berharap menemukan pasangan yang membuatku nyaman dan mencintainya? Apa salahnya aku berharap pada cinta?” ucapku dengan tubuh lemas.Yumna datang mendekatiku. “Memimpikan hal seperti itu tidaklah salah, kamu tidak salah, Alice. Tapi melakukan hal yang sia-sia, bukankah melelahkan?”Tubuhku dipeluk, ia berbisik di telingaku. “Cobalah untuk menerima Adam. Aku yakin jika Adam adalah pasangan yang pas untukmu, dia pria yang baik. Yang paling penting, Adam menerima kekuranganmu. Adam menerima kedua adikmu, Alice.”*****Percakapan itu berlangsung enam tahun yang lalu ketika Adam menghilang. Lebih tepatnya ketika Adam pergi setelah per
Baca selengkapnya
BAB 89| Tentang Ketakutan yang Kupendam
Aku tidak tahu apa yang terjadi di belakangku antara Javin dan David, tapi apapun itu aku mengerti jika yang terjadi bukanlah sesuatu hal yang baik.Perkataan Yumna bertahun-tahun yang lalu melayang di kepalaku. Terdapat beberapa alasan mengapa aku tetap menolak menjadi pasangan Adam.Saat itu, aku sangat menyadari jika Adam memiliki perasaan lebih padaku. Adam adalah pria yang baik, dia selalu membantuku. Terlebih … dia tak hanya menyayangiku sebagai temannya, tetapi Adam juga menyayangi kedua adikku, Javin dan Joana.Sikapnya yang terlalu baik padaku membuatku berpikir jika Adam pasti akan mendapatkan pasangan yang baik di masa depan. Aku mengunci rapat-rapat perasaanku agar sama sekali tak terpengaruh pada sikap Adam yang baik.Aku bahkan bermain-main bersama Dion, aku melakukan itu agar Adam merasa jijik padaku. Agar perasaan Adam padaku segera sirna, Adam tidak pantas menyukai wanita sepertiku.Perkataan mamanya Adam ada benarnya. Sosok pria yang baik pasti akan mendapatkan wanit
Baca selengkapnya
BAB 90| Penghinaan yang Didapatkan
Paman dan bibi yang akan datang pada makan malam keluarga, ternyata tidak jadi datang. Alasannya apa, aku tidak tahu. Mungkin saja paman dan bibi sudah membicarakan ini bersama Javin. Aku memilih untuk tidak bertanya untuk sekarang.Aku menatap wajah Javin yang terkesan datar. Aku jadi berpikir, bagaimana jika tadi aku lupa malam ini ada makan malam bersama keluarga Diana, Javin pasti akan kesal sekali padaku.Javin memegang tanganku, aku menatapnya memberikan senyuman menyemangatinya. Aku tahu sekarang ia sedang gugup, aku berusaha menguatinya.“Kakak,”Aku melemparkan senyuman menenangkan. Javin mengangguk, kami masuk ke dalam restoran yang sudah diresevarsi sebelumnya.Aku duduk tersenyum menyapa keluarga Diana, di samping kananku javin dan di samping kiriku Joana.“Selamat malam om, tante.” Aku menyapa dengan senyuman ceria. Joana menundukkan tubuhnya beberapa derajat sebagai bentuk penghormatan.“Selamat malam, Alice. Aku sudah mendengar banyak hal tentangmu dari putriku, Diana.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status