All Chapters of Lentera Kegelapan: Chapter 31 - Chapter 40
115 Chapters
Chapter 30 – Masa yang Berlalu
POV Ray Tahun berlalu, kami pun tumbuh menjadi anak-anak remaja. Aku, Alex dan Troya mulai masuk sekolah menengah pertama, sedangkan Agni yang lebih tua dua tahun dariku sudah kelas tiga SMP. Aku dan Agni sekolah di tempat yang sama, sedangkan Alex dan Troya lebih memilih sekolah yang berbeda.  Aku mulai menyukai Agni yang tomboy dan sifatnya yang berapi-api tapi dibalik itu dia adalah gadis yang baik hati. Rasa suka itu membuatku sering mencari perhatian Agni, aku sering mengajaknya untuk jalan berdua saja saat pulang sekolah. Seperti siang itu, saat murid-murid lain sudah pulang semuanya, aku selalu sengaja untuk pulang paling belakang, selain agar tak terlalu ramai, aku juga bisa nikmatin waktu bersama Agni untuk bermain.  “Hei Ray?!” teriak Agni, Aku sempat mencari-cari arah suara Agni, ketika menengadahkan kepala, kulihat Agni sedang ada di atas gerbang sekolah sambil menertawakanku.  “Ngapain lo di atas sana?”
Read more
Chapter 31 – Cinta Pertama
POV RAY Sejak pertarungan dengan tiga pria tak dikenal, Aku dan Agni semakin dekat. Kami berdua menyimpan kejadian itu hanya untuk kami berdua. Menurut Agni, aku tak boleh menceritakan kejadian itu pada siapa pun agar tidak membuat bapa Joseph dan ibu asuh merasa khawatir. Dari kejadian itu juga aku dan Agni semakin sering bersama-sama, entah itu di sekolah atau di panti. Ibaratnya di mana ada Agni di situ pasti ada aku. Yaa kecuali saat belajar di sekolah dan waktu tidur.Ada kebiasaan baru yang kami sering lakukan, saat semua sudah pada pergi tidur, Agni mengajakku untuk duduk-duduk di atas atap gedung panti sambil menikmati suasana malam. Seperti malam itu, ada sesuatu yang lain dari sikap Agni padaku. Aku tahu bagaimana Agni, dia type cewek yang pemberani dan agresif. Diam-diam aku sering memperhatikan dia, dan aku mengakui kalau sudah memedam perasaan suka padanya, walau tahu dia lebih tua dariku."Ray, kamu p
Read more
Chapter 32 – Persahabatan
POV Ray Melihat kemurungan Agni yang terlihat jelas di wajahnya, aku kembali memeluk bahunya dan mengusapnya perlahan. Merasakan sentuhanku, Agni menatapku sekilas lalu tersenyum, kemudian dia menepuk-nepuk  tanganku yang ada di pundaknya.“Nggak apa-apa kok, kalau kamu nggak mau cerita, aku bisa mengerti," kataku pelan, ada rasa takut Agni akan marah.“Kami bertiga kabur dari kelompok sirkus...," jawab Agni pelan.“Hah.., kabur?” seruku.“Sttt..., biasa saja kali, gak usah teriak gitu,” gerutu Agni sambil mendelik ke arahku.“ups.., Maaf?” jawabku menutup mulut dengan telapak tangan.“Hmm..., sejak kecil kami sudah yatim piatu dan hidup di jalanan. Kami sering mendapat kesulitan walau sekedar untuk mengisi perut. Dari setiap menemui kesulitan itu, aku seakan mendapat bisikan-bisikan yang sebelumnya tak pernah aku hiraukan. Saat aku terdesak keti
Read more
Chapter 33 – Our Father's Love
POV Ray Kedekatanku dengan Agni juga tak mempengaruhi persahabatan aku, Agni, Alex dan Troya. Kami berempat sering berpetualang bersama, kadang dalam acara liburan atau pun hanya untuk seru-seruan saja. Kami empat sekawan sering pula menemani bapa Joseph dalam kunjungannya ke berbagai kota dalam perjalanan khotbahnya. Seperti hari itu, aku sama sekali tak mempunyai firasat apa pun. Semua berjalan seperti biasa bila kami menemani bapa Joseph.Selesai memberikan khotbah, bapa Joseph masih membereskan perlengkapan dibantu Agni. Sedangkan aku berada di belakang panggung bersama Troya. Aku melihat beberapa orang mendatangi bapa Joseph, sebenarnya sih sudah jadi hal biasa bila ada yang mendatangi bapa Joseph, mereka kebanyakan yang ingin konsultasi pada bapa Joseph. Namun aku merasa aneh dengan penampilan dan gerak-gerik mereka, hingga aku menghentikan pekerjaanku dan mengawasi mereka."Selamat malam Bapa Joseph," kata salah satu dari me
Read more
Chapter 34 – Kesedihan dan Amarah
POV Ray Setelah Agni pergi, Bapa Joseph berdiri menghadang March dan teman-temannya. March lalu berusaha mendorong tubuh Bapa Joseph, namun pukulan tangan kanan yang cukup keras dari bapa Joseph bersarang di wajah March hingga membuat dia terhuyung. Untuk sesaat March menggeleng-gelengkan kepala."Pendeta kurang Ajar," sungut March, lalu dia memerintahkan kedua temannya untuk menyerang bapa JosephKedua orang itu mengangguk lalu menyerang Bapa Joseph secara bersamaan. Bapa Joseph yang mantan petinju, dia sudah siaga untuk menyerang balik kedua orang itu. Pukulan-pukulan tangan kanan bapa Joseph yang dilakukan dengan penuh tenaga dan perhitungan yang matang, dengan mudah merubuhkan kedua orang itu. Ternyata kemampuan Bapa Joseph sangat luar biasa, dia masih punya stamina yang stabil dalam bertinju.“Jangan anggap remeh karena aku hanya seorang pendeta, Aku mantan petinju,” ujar Bapa Joseph dalam posisi bertahan.
Read more
Chapter 35 -  Rasa Kehilangan
POV Ray Setelah Agni pergi, Bapa Joseph berdiri menghadang March dan teman-temannya. March lalu berusaha mendorong tubuh Bapa Joseph, namun pukulan tangan kanan yang cukup keras dari bapa Joseph bersarang di wajah March hingga membuat dia terhuyung. Untuk sesaat March menggeleng-gelengkan kepala. "Pendeta kurang Ajar," sungut March, lalu dia memerintahkan kedua temannya untuk menyerang bapa Joseph Kedua orang itu mengangguk lalu menyerang Bapa Joseph secara bersamaan. Bapa Joseph yang mantan petinju, dia sudah siaga untuk menyerang balik kedua orang itu. Pukulan-pukulan tangan kanan bapa Joseph yang dilakukan dengan penuh tenaga dan perhitungan yang matang, dengan mudah merubuhkan kedua orang itu. Ternyata kemampuan Bapa Joseph sangat luar biasa, dia masih punya stamina yang stabil dalam bertinju. “Jangan anggap remeh karena aku hanya seorang pendeta, Aku mantan petinju,” ujar Bapa Joseph dalam posisi bertahan. Melihat ked
Read more
Chapter 36 – Meredam
POV RAY Waktu berputar begitu cepat, sebulan sudah berlalu sejak kepergian bapak Joseph. Aku menjalani kembali rutinitasku di panti, berangkat ke sekolah juga mulai aktif di gereja. Meski terkadang pada kesempatan tertentu hatiku belum bisa menyingkirkan rasa sakit kehilangan bapa Joseph. Tak ada seorangpun yang dapat menggantikan posisi bapa Joseph di hatiku. Suster kepala mulai mengambil tangung jawab urusan panti dan sekaligus menjadi pimpinan di panti kami, waktu yang dia punya untukku pun semakin sedikit. kami jadi jarang bertemu karena kesibukkannya, walau aku tahu suster kepala masih tetap mengawasi perkembanganku, perkembangan emosiku.  sejak kejadian yang menimpa bapa Joseph, aku berjanji pada diriku sendiri untuk tak lagi menggunakan kekuatanku, cukup sudah apa yang sudah aku lakukan pada saat itu. Aku bukan pembunuh dan aku juga tak mau menyakiti orang-orang di dekatku. aku tak ingin lagi kehilangan orang-orang yang aku sayangi.
Read more
Chapter 37 – Manusia Normal
POV RAY Begitu sampai di panti, dengan menutup wajahku, aku buru-buru masuk kamar lalu memcuci bersih wajah dan badanku. Kutatap wajahku di cermin, ada lebam bekas pukulan pemuda preman itu. Baru saja aku keluar dari kamar mandi, Agni sudah menghadangku. Agni terkejut saat melihat lebam yang ada diwajahku, dia pun marah."Kamu kenapa Ray?" tanya Agni, walau suaranya pelan namun aku tahu dia menyimpan kemarahan. "Aku tak apa-apa kok Ni," jawabku, aku tahu bila aku katakan Agni pasti langsung mencari pelakunya.  "Apaan tidak apa-apa, siapa yang berani melakukan ini, cepat bilang padaku!" kata Agni penuh emosi.  "Sudahlah Ni, aku nggak apa-apa kok," kataku sambil melangkah melewati Agni.  "Apanya yang nggak apa-apa, emang kamu nggak bercermin tadi," kata Agni semakin marah. aku hanya diam sambil meraih baju dan memakainya.  "Kamu tuh Ray, kayak nggak punya kekuatan saja masa sama cecunguk kampun
Read more
Chapter 38 – Lenyap dan Tertelan Habis
POV RAY Melihat aku yang berhasil mengatasi bola apinya, Agni kemudian memberikan lemparan bola api yang lebih besar ke arahk, bahkan lebih panas dari yang dia lemparkan tadi. Aku tak banyak berpikir, bola api ini pun aku tangkap dan melenyapkan lagi dengan kekuatanku. Namun Agni kembali melemparkan yang lebih besar hingga kejadiannya berulang beberapa kali. Setiap aku menangkap bola api dan mengatasinya, agni akan mengirim bola api yang lebih besar dan kuat. "Cukup Agni, hentikan!" Teriakku dengan nada sedih. Agni seperti tak mau mendengar, aku berusaha untuk lebih mendekat, namun selalu dihadang oleh pijar api yang semakin besar. "Jangan banyak bacot kamu Ray, cepat lawan aku. Bukan cuma bisa menghindar!" Ejek Agni dengan kasar. "Ni, hentikan! Ini bisa berbahaya untuk kita dan juga sekeliling ...," belum sempat aku menyelesaikan ucapanku. Duaarrrr.... Ledakan bola ap
Read more
Chapter 39 – Sebuah Tawaran
POV RAY   Aku masih menunduk lesu di atap gedung panti, kisah dari masa laluku seakan kembali mengguncang batinku. Disini..., di atap gedung ini, tempat aku dan Agni menikmati malam dan bercerita tentang hari yang kami lewati, bahkan rencana indah yang kami susun berdua, kami bicarakan di sini.  Sejak saat itulah aku memilih menutup diri, menghabiskan waktu dengan membaca dan sembunyi-sembunyi melatih kekuatanku. Alex dan Troya setelah lulus SMP, memilih untuk tidak melanjutkan sekolah dan keluar dari panti.  Alex dan Troya menyadari kalau mereka bisa membahayakan penghuni panti lainnya kalau terus tinggal. Aku sempat mendengar kalau Alex dan Troya membuat sebuah yang beranggotakan anak-anak yang punya kemampuan mengendalikan elemen seperti kami.  Setelah kematian Agni dan aku yang terus berduka, Empat sekawan pun bubar dengan sendirinya. Tak adanya Alex dan Troya, membuatku enggan untuk dekat dengan siapapun. Aku
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status