All Chapters of Secret of Five Gods (Princess of the Black Blood): Chapter 21 - Chapter 30
136 Chapters
Act. 20. Tertipu
“Uh-huh. Black blood. Wow. Informasi yang sangat berguna, Nona Pencuri Raga.”   “Anastazja.”   “Benar, Anastazja. Jadi, kupikir ini bukan karena darahmu berwarna hitam, benar? Aku sudah berkeliling dunia—melakukan perjalanan dengan tuanku—tapi belum pernah aku melihat darah berwarna hitam ....”   Ramirez terlihat memejamkan matanya. Mengingat-ingat mungkin satu kali dia pernah menemui darah dengan warna hitam atau suku dengan darah yang berwarna hitam.   “Ya, kau tahu, jika mau pergi ke Barat, Kraken pasti akan menyambutmu untuk dijadikan penelitian selanjutnya. Haha!”   Anastazja terdiam mendengar lelucon bodoh Ramirez. Ia terus menatap pemuda licik itu de
Read more
Act. 21. Hal Buruk
“Kau sudah lebih baik?”   Ucapan Cleon seolah menarik Aldephie yang sedang berada dalam awang-awang kembali menuju kenyataan. Setelah berdeham beberapa kali, Aldephie membenarkan posisi duduknya. Ia mempersiapkan hati bicara dengan Cleon. Ia memutar kursi yang tadinya menyamping menjadi menghadap Cleon sepenuhnya. Bagaimana pun juga, Cleon harus mendengarkannya kali ini!   “Cleon ... sebenarnya ....” Aldephie paham ini adalah kesempatan yang diberikan Dewa padanya. Namun, entah kenapa tenggorokannya seolah tersangkut sesuatu. Ia merasa Cleon berhak untuk tahu segalanya. Segalanya yang selama ini dialaminya. Segalanya yang sudah Anastazja bicarakan padanya. Kenapa? Kenapa dia tidak bisa mengatakan apa pun ketika kesempatan emas itu datang?   Tanpa Aldephie sadari, bulir
Read more
Act. 22. Cleon Alastor
“Vahmir! Apa yang terjadi dengan kamarku? Apa seseorang baru saja melempar bom ke dalamnya?”   Sore itu, Cleon mencari Vahmir dengan wajah terkejut. Melihat kamarnya yang seperti habis menjadi korban pengeboman, Cleon meminta Vahmir untuk menjelaskan apa yang baru saja terjadi. Vahmir—pria tua yang cool dan selalu mengenakan jas hitam itu—hanya terdiam menatap majikannya simpatik.   “Vahmir, ada apa? Terjadi sesuatu selama aku tidak ada?”   “Tuan Muda, mohon maafkan saya. Hakim tertinggi mencari Anda. Beliau menunggu Anda saat ini di ruang kerjanya,” ucap Vahmir tanpa ekspresi.   Cleon benar. Ayahnya. Siapa lagi? Sungguh bodoh saat kau pulang ke rumah, menemui kamarmu yang berantakan dengan kondisi hampir semua b
Read more
Act. 23. Cleon Alastor II
Tidak ada jeritan, pandangan atau apa pun yang mengisyaratkan perasaan simpatik pada Cleon. Semua orang kembali pada aktivitasnya masing-masing. Paman dan bibinya dengan ponsel mereka, ibunya dengan teh bunga mawar, juga Cesar yang menyempatkan diri mengambil buku ke meja sang ayah, lalu membuka dan membacanya. Semuanya tenang, tidak ada pembicaraan apa pun. Tepat, seperti inilah pertemuan keluarga Hakim Tertinggi Pengadilan Alastor.   Cleon jatuh dengan posisi telungkup ke bawah. Beberapa kali ia terbatuk. Cleon mencoba kembali untuk bernapas dengan normal. Namun, belum sempat ia bangkit untuk duduk, ayahnya menarik kerah kemejanya yang basah dan ternoda, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi.   Cleon tidak berkutik. Kakinya meronta-ronta mencari pijakan. Lehernya terasa tercekik, dadanya sesak. Keringat bercucuran mengguyur waj
Read more
Act. 24. Peta
Anastazja tidak peduli ke arah mana kakinya melangkah, ia mempercayakan semua padanya.   ‘Gila! Orang-orang itu sudah gila!’   Napasnya pendek-pendek, ditambah udara malam yang dingin membuat dada Anastazja terasa sedikit nyeri. Anastazja menahan sakit di dadanya sampai melihat sebuah halte bus tua yang sepertinya sudah tidak terpakai. Anastazja berbelok, lalu merangkak. Beruntung tubuh sang tuan penasihat terbilang cukup kecil. Karena itu, ia bisa dengan mudah menyembunyikan diri meski di bawah bangku tunggu halte.   Ia tahu hal itu akan sia-sia, karena itu bangku panjang itu terbuka lebar sehingga bisa dilihat oleh siapa pun. Karenanya, ia menggunakan sihir untuk menyembunyikan keberadaannya. Mulutnya merapal mantra, menyalurkan energi mistis ke telapak tangan kanan.
Read more
Act. 25. Tanah Alastor
Anastazja tidak mengerti bagaimana caranya pedagang itu menghilang begitu saja di hadapannya? Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah ini seperti adegan-adegan dalam televisi yang selalu dilihatnya?   Ia mengembuskan napas keras. Perjalanan yang aneh dengan kondisi yang aneh. Anastazja tidak pernah berpikir kalau dirinya akan terjebak seperti saat ini. Di dalam memori buku yang tidak ada habisnya. Anastazja sudah beberapa kali memikirkan jalan untuk kembali ke dunianya, tetapi sepertinya tidak bisa begitu saja dia kembali. Tidak seperti saat ia memutuskan untuk memasuki memori di buku itu.   Anastazja menjerit frustasi. Ia mengacak-acak rambutnya. Sedikit aneh rasanya karena potongan rambut yang pendek layaknya potongan rambut seorang pria. Anastazja merasa bahwa Tuan Penasihat ini memiliki rambut yang ikal setelah mengacaknya
Read more
Act. 26. Cerberus Alastor
Udara dingin malam hari Tanah Alastor memang sangat menyiksa bagi siapa pun yang tidak terbiasa. Seolah Dewa ingin menunjukkan perbedaan itu pada dunia bahwa Tanah Alastor menyimpan kekuatan magis yang hanya dimiliki oleh setiap anggota klan-nya.   Anastazja, masih setia dengan badan milik si Tuan Penasihat, sedang asyik melakukan percobaan pembobolan terhadap kediaman yang diduga sebagai kediaman salah satu petinggi di Tanah Alastor. Mengingat pada waktu nyata, kediaman itu adalah kediaman yang digunakan secara turun temurun oleh para Hakim tertinggi sejak dulu kala.   Anastazja tidak peduli dengan bunyi bising yang ditimbulkan oleh pagar, dia terus saja menyangkutkan kakinya agar bisa melewati gerbang dengan mulus tanpa hambatan—yah, meski gerbang itu sendiri adalah sebuah hambatan yang harus dilewatinya untuk maju satu la
Read more
Act. 27. Cerberus Alastor II
Anastazja membuka mata, menatap langit-langit kamar yang begitu tinggi. Langit-langit yang mewah dengan ukiran sulur pohon di setiap sisi plafonnya. Anastazja berpikir, andai saja dia bisa membawa Aldephie dan Agacia untuk ke sana bersama pasti akan sangat menyenangkan.   Kamar yang sangat luas. Bahkan melebihi luas rumahnya saat ini. Fasilitas yang sangat memadai, kasur yang empuk dan nyaman, juga bantal yang lembut. Anastazja menebak bantal itu berisikan bulu angsa yang dibungkus menggunakan kain sutera.
Read more
Act. 28. Fakta Menarik
Anastazja melangkah gontai keluar ruang makan. Apa kau berpikir bahwa sarapan bersama seseorang yang dianggap Dewa akan menyenangkan? Nyatanya tidak sama sekali! Anastazja terus menerus berusaha untuk tetap terlihat keren. Agar tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana sulitnya ia mengendalikan jantungnya yang terus menerus melorot dari tempat semula.   Ketegasan dan ketangkasan milik Cerberus memang bukanlah isapan jempol belaka. Namun, sepertinya pemerintah banyak menyembunyikan kekejaman yang sebenarnya. Cerberus terlalu percaya diri, sayang, dia sebodoh yang dituliskan dalam buku bersampul hijau itu. Tidak ada orang pintar yang akan membeberkan begitu saja rencananya saat sarapan pagi. Termasuk Anastazja.   ‘Benar! Buku sampul hijau itu seharusnya berada di sini. Aku harus mencari ruang kerja milik Tuan Penasihat untuk m
Read more
Act. 29. Kembali ke Asal
Tanah Alastor. Sebutan yang sangat sesuai untuk tempat yang terkenal akan kutukannya. Sebuah daratan indah yang penuh akan hal-hal asing. Hal-hal yang kemudian melahirkan rasa egois dan tamak secara bersamaan. Dua dasar sifat manusia yang mengantarkan hidup pada kehancuran.   Dari sekelompok orang yang tersisih, terciptalah sebuah anekdot mengenai darah yang sudah tidak murni. Darah yang tercampur kutukan itu akan menghitam sehingga terpancar melalui bola matanya. Kemudian, black blood menjadi panggilan yang selalu tersemat dari lidahnya saat memanggil orang-orang sepertiku.   ***   Anastazja menatap keluar jendela. Hamparan pertanian yang luas, sangat hijau memanjakan mata. Tikar bumi, begitulah Aldephie menyebutnya dulu. Tikar yang sangat indah dan menyejukkan.
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status