All Chapters of Sad Boy: Chapter 51 - Chapter 60
101 Chapters
51. Kematian Tragis
Keesokan hari di pagi yang cerah, kota Himalaya digegerkan dengan kematian detektif nomor satu yang begitu tragis didalam rumahnya. Berita dan dunia sosmed menjadi trending topik utama pada hari itu, penemuan mayat di rumah Isan, bukan hanya dia seorang melainkan. Asisten dan kepala pelayan pun tewaa mengenaskan, hanya tempat kematian mereka berbeda.  Isan ditemukan di atas ranjang dengan beberapa tusukan di dada dan perut. Asistennya yang tak jauh dari kamar majikan, tertembak tepat di kepala dan dada. Sementara kepala pelayan, lehernya di tebas dan ditemukan di ruang tamu.  Mendengar hal itu, Seon sangat terpukul. Tatkala mendapati mayat sang kakak kandung, bersimbah darah di atas kasurnya.   Seon menjerit dan tak bisa menerima kematian Isan yang begitu tragis. Air matanya luruh, memeluk sang kakak yang masih bersimbah darah, meski aparat telah bera
Read more
52. Malam Itu....
Warning.. Bab ini mengandung tema kekerasan, harap pembaca menyikapinya dengan bijak...   Nalan yang hendak menusukkan pisau ke tubuh Isan, mendadak bangun dan melihat wajah asli lelaki itu.  "Kamu!" sentak Isan langsung menggulingkan tubuhnya menjauh dari Nalan.  Nalan menyeringai, "Kau tak akan hidup."  "Ck! Dari awal aku sudah menduga, kaulah dalang dibalik kematian semua orang penting di kota ini."  "Sayangnya, kau tidak punya bukti apapun. Begitu juga malam ini," ujar Nalan santai sembari mendekati perlahan Isan yang berada disebrang ranjang.   "Jadi, kau pembunuh kelas kakap berkedok CEO di Future?" tanya Isan dengan sorotan mata tajam.  "Jawabanmu tepat sekali," jawab Nalan senyum licik.
Read more
53. All About Seon
Seon anak kedua dari keluarga konglomerat di negara tetangga, kakaknya Isan sangat menyayangi sang adik meski jarak usia mereka cukup jauh, 7 tahun. Suatu ketika, di usia 3 tahun. Keluarga Seon mengunjungi bisnis mereka di kota Himalaya, sembari membawa kedua anaknya berlibur di kota tersebut.   Bisnis tersebut hotel Hamers yang kala itu masih belum mencapai yang paling termahal di Himalaya. Restoran Huaka, bisnis kedua mereka. Masih bertahan hingga sekarang, karena di kelola oleh Isan. Dia yang dulunya tak ingin mengambil alih bisnis keluarga, karena ingin menjadi seorang penegak hukum.  Namun, kehilangan Seon selama bertahun-tahun membuatnya terpaksa mengambil alih bisnis yang harusnya menjadi milik adiknya.  Saat itu, kecerobohan Isan membawa adiknya jalan di tengah keramaian kota Himalaya tanpa didampingi anak buah ayahnya. Usianya kala itu
Read more
54. Perasaan Seon Yang Sesungguhnya
Seon teringat akan masa lalu, masa ia terpisah dengan sang kakak. Lalu, di temukan oleh ibu Mayra, hingga di adopsi sampai dewasa. Amara dan Fero yang menikah 5 tahun, tak kunjung diberi momongan. Namun, 2 tahun mengadopsi Seon, wanita itu dinyatakan hamil. Hidup mereka berubah sejak kehadiran Seon, mulai dari kelahiran Mayra dan ekonomi keduanya menanjak. Fero dan Amara tak membedakan antara kandung dan angkat, bagi mereka semuanya sama. Kasih sayang dan perhatian, pendidikan dan hal lainnya tetap di dapat lelaki itu.  Seon tumbuh di lingkungan terbaik, bahkan sangat menyayangi adiknya. Namun, lambat laun Mayra yang semakin tumbuh besar, perasaan adik itu berubah menjadi antar lawan jenis.   Hingga suatu hari, tepat diusia 17 tahun, Seon mengungkapkan perasaannya melalui Amara dan Fero. "Mah, Pah, ada yang ingin kukatakan pada kal
Read more
55. Memupuk Dendam
Kapalan tangan Seon sangat erat, giginya gemelatuk. Bersamaan hujan menghapus air matanya, ia masih duduk sembari memeluk nisan sang kakak. Entah bagaimana ia harus melanjutkan hidup tanpa Isan lagi?   Meski sudah terbiasa hidup di kelurga Amara, tapi ia belum puas membalas rindu yang telah bertahun-tahun disimpan dalam dadanya. Kini, Seon benar-benar hidup sebatang kara dengan harta yang melimpah, orang tuanya telah meninggal sejak 10 tahun yang lalu.  Meninggal dalam sebuah kecelakaan, setelah turun dari bandara. Mobil yang di kendarai keduanya, rem blong dan menghantam sebuah truk besar yang ada di depannya.  Isan pernah berkata padanya saat mereka telah bertemu, "Seon, kakak curiga kematian kedua orang tua kita sangatlah tak wajar."  "Maksud kakak apa?" tanya Seon bingung. Dia tak paham dengan dunia Isan, meski menguasai bisnis dan menjadi
Read more
56. Kemesraan Dalam Luka
Kapalan tangan Seon sangat erat, giginya gemelatuk. Bersamaan hujan menghapus air matanya, ia masih duduk sembari memeluk nisan sang kakak. Entah bagaimana ia harus melanjutkan hidup tanpa Isan lagi?   Meski sudah terbiasa hidup di kelurga Amara, tapi ia belum puas membalas rindu yang telah bertahun-tahun disimpan dalam dadanya. Kini, Seon benar-benar hidup sebatang kara dengan harta yang melimpah, orang tuanya telah meninggal sejak 10 tahun yang lalu.  Meninggal dalam sebuah kecelakaan, setelah turun dari bandara. Mobil yang di kendarai keduanya, rem blong dan menghantam sebuah truk besar yang ada di depannya.  Isan pernah berkata padanya saat mereka telah bertemu, "Seon, kakak curiga kematian kedua orang tua kita sangatlah tak wajar."  "Maksud kakak apa?" tanya Seon bingung. Dia tak paham dengan dunia Isan, meski menguasai bisnis dan menjadi
Read more
57. Seon Yang Tidak Sengaja
Sebelum tiga puluh menit, lelaki itu keluar dengan wajah yang terlihat segar dan gagah seperti biasanya. Amara sangat senang melihat Seon telah kembali lagi seperti dulu.  "Jadi, ngga kita keluar?" tanya Seon datar.  "Datar amat, Kak," tegur Mayra sewot.   "Ya, udah aku masuk kembali," kata Seon sembari membalikkan badan, tapi di cegat Mayra dengan menarik lengannya.  "Bawa perasaan amat, sih Kak. Aku kan bercanda."  "Ya, ayo!" ajak Seon tanpa mengubah ekspresinya.  Meski masih dirundung masa berkabung, tapi Seon mencoba untuk tidak menampakkan hal itu pada Mayra. Terlebih, ia sangat senang tatkala sang adik ingin menemani dirinya sampai hatinya membaik.  Amara sangat tahu apa yang sangat dibutuhkannya, tentu saja putri semata
Read more
58. Canggung
"Kak, kamu!" Mata Mayra membulat sembari memegangi bibirnya. Seon meringis kesakitan.   Seon menyadari tatapan aneh dari Mayra merasa tak enak sudah berlaku seperti itu padanya. Haruskah ia mengakui semuanya malam ini?  "A-aku...," Seon tak mampu melanjutkan perkataannya. Jarak di antara mereka cukup jauh, Mayra secepat kilat menghindar agar tak terjadi hal lebih lagi.  "Gila kamu, Kak!" seru Mayra tak percaya. Antara syok dan bingung yang menghampirinya saat ini.  "Ma-maaf! Aku benar-benar kalut," ujar Seon dengan perasaan yang sulit di artikan. Perasaan yang menyatu sekaligus, canggung, bersalah dan malu.  "Kalut sih kalut, aku paham kakak lagi patah hati. Jadi, sad boy karena cinta, tapi masa adikmu sendiri pelampiasan kerinduanmu,," papar Mayra dengan mimik wajah polos.
Read more
59. Pertemuan Mayra dan Serra
Keesokan paginya, mereka pulang setelah sarapan. Mayra masih memajang wajah cemberut dan Seon masih enggan menatap wajah gadis itu.   Ciuman pertamanya teramat berkesan, meski dilakukan unsur ketidaksengajaan. Namun, Seon tidak akan bisa melupakan hal itu seumur hidup.  Meski bagi Mayra ciuman semalam, diartikan sebagai hal wajar saat patah hati. Seon sendiri memang jelas memikirkan gadis yang duduk di sebelahnya. Namun, dia bersyukur dengan kepolosan sang adik yang masih belum curiga padanya.  Dalam perjalanan segalanya hening, Seon juga tak mampu memecah keheningan seperti biasanya. Malu dan sedih, dua hal yang masih berpadu dalam hatinya. Hingga sikapnya dingin pada Mayra untuk menutupi kesalahan semalam.  Setelah tiba di rumah Amara, sebelum pulang Mayra sempat mengobrol sedikit pada Seon.  
Read more
60. Gemuru Dalam Dada
"Aku tetap pemenangnya," kata Serra menekankan seraya bangkit dari kursi dengan senyuman licik. Beranjak pergi dari meja gadis itu, tapi sebelum melangkah jauh. Mayra mengatakan hal yang dibuatnya tertegun.  "Sayangnya kemenanganmu hanya di hatinya, bukan dalam ikatan yang sah. Lantas, apa yang harus dibanggakan dari kemenanganmu? Setidaknya yang sah lebih bertamabat," balas Mayra acuh sembari meneguk air dalam gelas tanpa menoleh.  Serra membeliak dan membalikkan kepalanya, tapi Mayra membelakangi wanita itu. Dia sudah yakin wajahnya pasti merah padam.  "Kamu tunggu saja," ancam Serra segera berlalu meninggalkan Mayra yang tak beranjak dan reaksi santai. Seakan tidak perlu takut dengan ancaman.   ***** Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Serra, gadis itu tak pernah melihat lagi Nalan pulang ke apartemen
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status