All Chapters of Talak Usai Bertemu Mantan: Chapter 11 - Chapter 20
38 Chapters
Jangan Lakukan Itu, Mas
“Jangan sentuh aku!”Aku hendak menendangnya. Sayang, kedua kakiku diinjaknya. Sakit. Bukan hanya kaki yang sakit, tapi juga hatiku. Aku sangat takut jika pria itu akan berbuat yang tidak-tidak.Mas Bhanu merapatkan kedua tanganku di atas kepala. Dengan posisi masih menempel di dinding dengan satu tangannya. Sedangkan tangan satunya meraih wajahku. Mencengkeram antara dua rahang dan mendekatkan ke wajahnya.“Jangan la-kukan itu, Mas,” Aku coba memalingkan wajah. Namun, cengkeramannya semakin kuat. Saat itu aku ingin berteriak, tapi tidak bisa. Aku hanya bisa menangis seraya berdoa agar selamat dari pria itu. Aku coba menarik kaki dan tanganku agar bisa terlepas darinya. Akan tetapi tidak bisa. Sedangkan tubuhku semakin terasa lemas. Kepala semakin berputar. Aku bisa merasakan keringat dan air mata jatuh bersamaan. Setelahnya gelap.Ketika terbangun, aku sudah berada di tempat tidur. Di dahiku ada sapu tangan basah yang
Read more
Permintaan yang Tak Dapat Dilakukan
Siang itu aku jadi menemui Zafran. Di hadapan kami hanya ada dua jus alpukat. Aku menolak tawaran makan dari pria itu. Kafe yang berada di jantung kota itu, dulu menjadi saksi bisu pertemuan dua hati yang tak akan pernah bersatu. Dari dulu tempat makan  yang sering kami datangi itu selalu ramai, walau begitu aku sering mengajak Liza untuk menemui Zafran. Namun, kali ini aku menemuinya sendiri.  “Segera ceraikan suamimu. Aku akan membiayainya.” Perkataan Zafran begitu mengejutkanku. Aku memandang pria yang pandangannya tertuju pada jus alpukat yang sedang di aduk-aduknya. “Apa maksudmu?” “Ceraikan suamimu dan kembalilah kepadaku.” “Apa?!” Aku benar-benar tak percaya dengan apa yang dikatakannya. “Bagaimana dengan Namira?” “Terus bagaimana denganmu? Apa selamanya kamu akan bertahan dengan pria yang akan menyakitimu itu!” Zafran terlihat sangat kesal. &ldqu
Read more
Bukan Pembantu
Ayah begitu marah melihat kehadiran Mas Bhanu. Apalagi pria itu menuduhku atas perbuatan yang tak aku lakukan. Tak ingin ada keributan, aku meminta Ayah untuk membiarkan pria itu mencari Bu Nirmala di setiap sudut rumah. Setelah tidak menemukan apa yang dicari pria itu pergi tanpa pamit. Aku menghampiri Ayah yang berdiri ruang tamu. Pikiranku tak tenang memikirkan keberadaan Bu Nirmala. Entah di mana saat ini beliau berada. Tak ingin berdiam diri, aku pun meminta izin untuk mencari ibu mertuaku itu pada Ayah. “Deema, hari sudah malam. Ayah takut kamu kenapa-napa?” Aku coba meyakinkan Ayah kalau aku bisa menjaga diri. Apalagi tempat yang hendak aku tuju tergolong ramai, karena berada di daerah pemukiman padat. Apalagi jarak dan jalan menuju ke sana masih aman. Sebab tak melewati jalanan yang sepi. “Baiklah, Nak. Namun, jangan terlalu ikut campur dengan urusan mereka.” Aku mengiyakan perkataan Ayah. Bergegas aku
Read more
Kejadian Naas
“Turun!” Salah satu mereka memintaku turun. Aku pun menurut karena takut. Aku seorang diri, mereka berdua. Apalagi badan mereka juga terlalu besar. Tidak ada cukup tenaga untuk melawan dua pria tersebut. Aku memandang dua pria itu dari atas ke bawah. Pria pertama berbadan besar, mengenakan jaket kulit berwarna hitam dan celana jeans. Pria satunya berbadan tinggi, kurus dengan tangan penuh tato. Mereka berjalan mendekat, seketika aku mundur beberapa langkah. Aku begitu takut bila mereka berbuat yang tidak-tidak padaku. Aku menatap ke sekeliling. Berharap ada orang yang bisa dimintai pertolongan. Namun, tak ada siapa-siapa. Suasana malam itu benar-benar sepi, tak ada seorang pun yang melintas. Suasana semakin mencekam. Ditambah angin yang berembus kencang. “Mau ke mana kamu!” Pria berbadan besar itu berjalan mendekat dengan senyum yang menyeringai. Jantungku pun berdetak kencang. Keringat juga bercucu
Read more
Beradu dengan Afseen
Hening .... Hanya suara angin yang berembus yang menemani kebersamaan kami. Entah apa yang hendak pria itu katakan. Sudah beberapa saat berlalu, pria itu belum mengatakan apa yang hendak disampaikannya. “Pak, saya harus pulang,” kataku pada akhirnya. Hari juga semakin sore.  Aku harus bergegas pulang. Ada Ayah di rumah yang menanti kedatanganku. Tak ingin lagi diri ini membuatnya cemas. Aku pun bangun. “Deema, tunggu.” Pria itu memegang tanganku. Sontak aku menolehnya. Dia pun melepas tangannya dariku. “Maaf.” Aku pun berjalan menuju motor. Tak di sangka Pak Farabi mengikuti. Pria itu memegang helm yang hendak aku pakai. Dia meminta waktu sebentar. Pria itu menarik napas lalu berkata, “Deema. Ada debar aneh saat berada di dekatmu. Ada luka saat melihat air mata jatuh di pipimu. Ada rasa benci ketika melihat orang lain menyakitimu. Ada rasa ingin selalu menjaga dan berada di sampingmu.&rdq
Read more
Bertemu Rana
Aku menghela napas lega, ketika dokter menyatakan Afseen dan bayinya dalam keadaan baik-baik saja. Jika tidak, seumur hidup aku pasti akan dihinggapi perasaan berdosa. Wanita yang terbaring di tempat tidur itu tampak tak suka. Aku tahu, pasti dia semakin membenciku dengan apa yang terjadi padanya tadi. “Maafkan aku, Afseen. Aku tak bermaksud ....” Belum selesai berbicara wanita itu menyela. “Diam kamu! Aku tahu kamu tidak ingin melihat aku dan Mas Bhanu hidup bahagia kan?” “Tadi kalau kamu tidak memulainya, pasti aku tidak akan mendorongmu.” “Halah! Itu hanya alasanmu saja.” Mimik wajah wanita itu berubah, bersamaan dengan suara pintu terbuka. Tanpa menoleh pun aku tahu siapa yang datang. “Afseen. Bagaimana keadaanmu.” Pria itu mendekati istrinya. Aku bisa melihat mulut Afseen komat-kamit. Pasti wanita itu menceritakan semua pada Mas Bhanu. “Deema.” Ma
Read more
Ayah
Angkutan berwarna merah itu perlahan melaju di jalanan. Terkadang  sang sopir melajukan cepat, menyalip  kendaraan yang ada di depannya. Aku yang duduk di deretan bangku nomor tiga dari kemudi menatap ke luar jendela. Memandang tiap kendaraan yang berlalu lalang dan jejeran toko di sepanjang jalan. Aku menghela napas berat. Rasanya dadaku begitu sesak. Kepalaku juga berdenyut hebat ketika kembali teringat kejadian tadi di swalayan. Wanita dan gadis kecil yang kutemui ternyata dia Namira yang telah merebut separuh jiwaku dulu. Sakit. Itu yang kurasakan saat itu. Kali ini luka itu kembali menganga ketika aku melihat kebersamaan mereka sebagai keluarga bahagia dan sempurna. Apalagi kebahagiaan mereka semakin sempurna dengan kehadiran Rana. Di hadapan mereka aku tetap tegar. Walaupun sebenarnya terluka. Aku juga sempat berbasa-basi menanyakan kabar pada wanita yang kini sudah bisa kembali berdiri tegak. “Permisi, Mbak.” Ke
Read more
Demi Ayah
Aku begitu prihatin dengan kondisi Ayah. Beliau tak menceritakan apa pun padaku. Entah apa yang sebenarnya terjadi padanya. Tidak seperti sebelumnya, Ayah jadi berubah diam. Beliau juga tak lagi ke sawah akhir-akhir ini. Tak tahan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Aku memutuskan mendekatinya dan coba bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Pagi itu, Ayah sedang duduk sendiri di ruang keluarga. Televisi di hadapannya menyala. Namun, pandangan pria itu entah ke mana. Dengan secangkir teh hangat aku menghampiri Ayah dan duduk di samping beliau. Aku meletakan telapak tangan di atas punggung tangannya. Sontak pria itu menoleh padaku. Beliau tersenyum. Senyum yang dipaksakan menurutku. Aku bisa melihat ada duka yang disembunyikannya. “Ayah, apa yang sebenarnya terjadi?” Pria yang sudah membesarkanku dengan penuh cinta itu mengatakan kalau dirinya baik-baik saja. Ayah mengambil teh yang kubuatkan tadi. Menyeruputnya secara perlahan. Ak
Read more
Cintai Dia seperti Kamu Mencintaiku
Tak di sangka, Pak Farabi juga menghadiri acara lamaran Liza. Entah ada hubungan apa pria itu dengan keluarga Liza. “Deema, ikut aku!" Pria itu mengulurkan tangan. Entah dia mau membawaku ke mana. Aku tak membalas uluran tangannya. Pak Farabi bangun dan berjalan terlebih dahulu. Aku mengikutinya dari belakang. Pria itu lalu meminta untuk masuk ke  mobilnya. “Kita mau ke mana, Pak?” Aku memandang pria yang duduk di sampingku. Sejenak pria itu memandangku. “Jangan panggil aku dengan sebutan itu. Panggil saja Farabi. Dengan sebutan lain juga boleh.” “Ya, Pak.” Pria itu memandangku. “Ya, Farabi.” Aku pun kembali bertanya, hendak ke mana pria itu akan membawaku. Namun,  Pak Farabi tak menjawab. Di justru tetap fokus menatap jalanan. Sebenarnya aku merasa tidak enak hanya duduk berdua dengannya dalam satu mobil. Demi Ayah aku melakukannya. Pria itu berjanji akan mau memba
Read more
POV FARABI
POV FarabiAku tak heran melihat kebersamaan Zafran dengan Deema. Adikku itu pasti ingin menanyakan apakah wanita itu benar hendak menikah denganku.Malam tadi, aku ke rumah orang tuaku untuk memenuhi permintaan Deema. Datang menemui ayahnya untuk melamar. Karena itu aku memberitahukan niatanku pada kedua orang tuaku. Setuju. Tentu saja. Berita bahagia itu sudah lama mereka nantikan. Bahkan mereka sempat menawarkan menjodohkanku dengan putri teman mereka. Rasa cinta yang begitu dalam pada Almarhumah istriku adalah alasan aku menolaknya.Tentang Deema, bukan soal Airin aku melamarnya. Sikap dan kebaikan wanita itu yang membuatku luluh. Ditambah rasa sakit yang selama ini dirasakan wanita itu membuatku ingin menjaganya. Pun ketika aku mengetahui kalau adikku Zafran adalah orang yang pernah membuatnya menderita. Waktu itu tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan antara Namira dan Zafran. Mengetahui pria hendak menjadikan Deema sebagai istri kedua, ha
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status