Semua Bab Mengejar Cinta Ustaz Tampan: Bab 31 - Bab 40
43 Bab
BAB 31: Hijrah Cinta
Semalaman Dian tidak bisa tidur memikirkan apa yang dikatakan oleh Royati kemarin siang. Seseorang akan datang ke rumah untuk melamarnya dua hari lagi. Gadis itu tidak memiliki alasan untuk menolak lamaran tersebut. Apalagi jika tidak ada udzur sesuai syariah Islam.“Ya Allah, hamba harus gimana?” lirih Dian menatap nanar plafon kamar.Tangan gadis itu bergerak pelan menuju nakas, kemudian mengambil ponsel dari sana. Setelah menyalakannya, rentetan pesan masuk ke aplikasi Whatsapp. Dian mengembuskan napas lesu ketika membuka pesan di grup Remponger5.Grup itu menjadi heboh setelah Dian curhat tentang lamaran yang akan datang hari Sabtu nanti. Keempat sahabatnya turun prihatin dengan apa yang terjadi dengan gadis itu. Mereka memberi support dan mendoakan yang terbaik untuknya.Me: Mungkin ini jawaban dari salat Istikharah. Pak Fajar bukan jodoh yang terbaik buat gue. T_TItulah yang dituliskan Dian sebelum memat
Baca selengkapnya
BAB 32: Mengejar Cinta Ustaz Tampan
Kembali dari masjid, Dian langsung mengecek ponsel. Sebuah pesan masuk dari Keysa ke grup Remponger5. Apalagi yang mereka bahas kalau bukan seputar kegalauan satu-satunya gadis di geng mereka.Keykey: Iya dong, Dudul. Kok jadi lemot gini lo, Di. Nggak keren banget. :pKeykey: Samperin gih! Atau ajak ketemuan. Lo perjelas semua. Kalau emang dia nggak ada rasa ya udah, ngapain juga lo kejar.Begitulah yang dituliskan Keysa cukup panjang dengan nada kesal. Tidak biasanya Dian menjadi telat berpikir seperti ini.Dian menganggukkan kepala mantap, setuju dengan perkataan Keysa. Bu Jamilah memang bisa membantu, tapi ia juga harus berusaha sendiri. Gadis itu tidak ingin terlalu lama mengharapkan yang tidak pasti.Me: Oke, Key. Hari ini gue harus ketemu sama dia.Keykey: Good luck, Di. Gue bantu doa dari sini ya. Yang terbaik pokoknya buat lo. :*Senyum lebar tergamba
Baca selengkapnya
BAB 33: Kepingan Hati yang Terluka
Begitu tiba di kantor, Dian langsung berlari menuju tangga darurat. Di sana ia melepas semua tangis yang tertahan sepanjang perjalanan. Hatinya hancur berkeping ketika berpikir dugaannya benar. Fajar dan Aafiyah memiliki hubungan khusus. Pria itu bahkan tidak mau mendengar pernyataan cinta darinya.Dian bersandar ke dinding saat duduk di anak tangga nomor dua yang menghubungkan lantai lima dan enam. Tangan mengusap pelan dada sambil sesekali memukulnya pelan.“Sakit ya, Allah,” lirihnya di sela isakan.Rasa cinta dan harapan yang terpupuk di hati selama dua bulan ini, benar-benar membuat luka di bagian terdalam Dian. Usaha yang dilakukan selama ini, terasa sia-sia. Cinta bertepuk sebelah tangan. Jangankan menaruh rasa, Fajar bahkan enggan memandangnya lama-lama. Begitulah yang ada di pikiran Dian saat ini.Dian menutup wajah dengan kedua telapak tangan menyesali jalan yang telah ditempuh. Berkali ia berusaha memperbaiki diri, tapi masih belum
Baca selengkapnya
BAB 34: Fakta Mengenai Aafiyah
Dian berangkat ke kantor dengan senyum yang menghiasi wajah cerahnya. Tidak ada lagi kesuraman yang menyelimuti seperti kemarin. Sebelum memasuki area lobi, dia memejamkan mata terlebih dahulu lalu menghirup udara pagi kota Jakarta yang sudah berpolusi.Matanya melirik ke arah pantulan kaca pintu masuk lobi. Tampak seorang gadis mengenakan rok berbahan katun jepang dengan motif bunga, dipadu dengan blus berwarna merah bata. Sebuah kerudung satin polos berwarna krem muda membungkus rapat area kepala.Gadis itu mengayunkan langkah kaki memasuki lobi ketika bertekad akan memulai lembar baru kehidupan. Dian menyapa ramah orang-orang yang ditemui, mulai dari sekuriti, cleaning service, hingga petugas penjaga gate masuk.Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan hal satu ini. Sejak bekerja di sini, ia selalu menyapa siapa saja yang berpapasan, termasuk orang yang bekerja rutin di area lobi. Namun kali ini, suasana hati yang lepas membuat Dian menyapa mer
Baca selengkapnya
BAB 35: Lamaran
Pagi keesokan hari, Dian menatap nanar ponsel yang ada di depan mata. Pesan yang dikirimkan Fajar dua hari lalu masih belum dibalas hingga sekarang. Tubuh yang bersandar di headboard tempat tidur, akhirnya tegak saat ada dorongan untuk membalasnya.Me: Wa’alaikum salam, Pak. Maaf baru balas sekarang.Me: Saya minta maaf atas kejadian dua hari yang lalu. Syukria udah cerita semua. Bapak benar, saya salah paham. Sekali lagi saya minta maaf.Me: Kejadian itu tolong dilupakan aja ya, Pak. Ini nggak akan pengaruh pada kerjasama kita. :)Dian mengembuskan napas lega setelah mengirimkan pesan kepada Fajar. Mata yang kembali menghangat terpejam erat, menahan bulir bening yang ingin turun.Ikhlas, Di. Ikhlas. Mungkin dia bukan jodoh lo. Sekarang fokus dengan lamaran hari ini, batinnya menenangkan diri.Gadis itu segera berdiri, kemudian beranjak menuju lemari kayu tem
Baca selengkapnya
BAB 36: Drama di Hari Lamaran
Dian menutup wajah dengan kedua telapak tangan ketika malu luar biasa. Bagaimana ia bisa tidak tahu kalau Jamilah adalah ibu kandung Fajar? Seharusnya gadis itu mengetahuinya dari bentuk mata mereka yang sama-sama terlihat seperti almond. Lebih gila lagi, ia sampai curhat mengungkapkan isi hati kepada wanita paruh baya itu.“Ya Allah, Bu. Saya malu,” cetus Dian langsung ngacir memutar balik tubuh ke kamar.“Neng Dian,” panggil Jamilah menyusul gadis itu ke kamar.Sementara Dian memasuki kamar dengan perasaan campur aduk. Ada kaget, malu, senang dan bingung. Kaget karena ternyata yang datang melamarnya adalah Fajar. Malu sudah jelas penyebabnya apa. Senang, karena doa-doa diijabah oleh Allah. Bingung, kenapa pria itu bisa melamarnya?Di sela beragam rasa yang berkecamuk di hati saat ini, Dian memutuskan untuk sujud syukur di lantai kamar. Rasa syukur tak terhingga diucapkan kepada Sang Maha Kuasa. Atas izin dari-Nya, keajaiban ini t
Baca selengkapnya
BAB 37: Rasa Penasaran Dian
Setelah melewati diskusi panjang yang hampir memakan waktu satu jam, akhirnya tercapai kesepakatan. Dian dan Fajar akan menikah di hari yang sama dengan Citra, tapi mereka setuju untuk tidak melakukan pesta terlebih dahulu. Raline yang dihubungi oleh Keysa tadi meminta Dian untuk menunda pesta pernikahan, karena ingin mengadakannya di London.“Siapa yang mau dateng kalau pesta di London, Ra?” tanya Dian ketika video call tadi. Raline sebagai sahabat juga ikut berdiskusi dengan kedua belah pihak keluarga.“Aku punya teman dan rekan kerja juga selama kuliah di sana,” jawab Fajar ketika melihat Dian bingung.“Teman-temanku gimana, Mas?” balas Dian dengan tatapan memelas.(Cie sudah panggil Mas nih sekarang ya, Dian. Aku dan kamu juga, bukan saya dan Bapak lagi. Haks!)“Kita-kita sahabat lo, insya Allah ikut, Di,” tanggap Keysa mengedipkan mata, karena belum pernah berkunjung ke rumah ke
Baca selengkapnya
BAB 38: Ujian Pertama
Setiap hubungan pasti ada ujian yang harus dilewati. Tidak terkecuali dengan pasangan yang baru saja melakukan lamaran beberapa jam yang lalu. Bagaimana Dian bisa alfa dengan hal ini? Bukankah ia juga ikut mendengarkan penjelasan mengenai isi kontrak waktu itu?“Dian bego, kok bisa lupa sih?” gerutunya pada diri sendiri seraya menggetok kepala.Begitu Gatot dan Fajar keluar untuk mendiskusikan sesuatu, Dian duduk sendirian di ruang meeting, hingga Syukria datang. Gadis itu tidak henti menyalahkan diri, karena lupa dengan isi kontrak.“Udah, Kak. Jangan salahkan diri sendiri lagi. Nggak baik,” komentar Syukria menatap prihatin.Dian merebahkan kepala lesu di atas meja seraya beristighfar. Mata terpejam ketika embusan napas keras meluncur di sela bibir. Jika hal ini terjadi sebelum hijrah, mungkin ia akan mengeluh sejadi-jadinya. Namun sekarang, ia harus memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya dan Fajar.“Nggak usah kh
Baca selengkapnya
BAB 39: Kamu adalah Pilihan Terbaikku
Malam sebelum pernikahanDian sedang duduk di tempat tidur dengan laptop di pangkuan. Mata menatap serius layar yang menampilkan lima kotak yang berisi wajah Raline, Keysa, Ina, Gita dan dirinya. Malam ini Rempongers merayakan pesta bujangan satu-satunya wanita lajang di geng mereka. Kelima perempuan absurd tersebut sedang melakukan video conference di aplikasi Zoom.“Gimana hari-hari lo setelah jadi pengangguran, Di?” Keysa menjadi penanya pertama.“Not bad. Gue bisa punya me time. Nggak perlu kejar deadline lagi. Nggak terpapar sinar matahari lagi.” Dian memajukan wajah ke arah kamera, lalu menaikkan tangan. “Tuh lihat! Kulit asli gue jadi keluar ‘kan?”Ina mengangguk setelah mengamati paras sahabatnya. “Wajah lo juga sekarang lebih cerah, Di.”“Kau betul, Na. Bahagia kali rupanya sekarang si Dian,” imbuh Gita sembari memangku an
Baca selengkapnya
BAB 40: Kamu yang Kutunggu
Suasana ruangan di masjid mendadak hening, hanya suara bariton melafalkan kalimat ijab dengan lugas dan jelas yang menggema. Tak lama kemudian kata sah diucapkan oleh kedua saksi, setelah dipastikan terlebih dahulu oleh penghulu. Akad nikah diadakan di masjid dekat rumah Dian dan Fajar.Tampak kelegaan di wajah Dian yang sejak tadi tegang. Gadis itu mengucapkan kalimat syukur diiringi dengan tetes bulir bening di pipi. Allah begitu baik kepadanya, karena sudah mengabulkan doa yang dipanjatkan, agar dipersatukan dengan Fajar dalam mahligai pernikahan. Saat ini, pria tersebut telah resmi menjadi suaminya.Tubuh Dian berputar sedikit ke kanan memeluk erat sang Ibu yang menangis haru, karena putrinya telah melepas status lajang. Mereka berada di bagian jamaah perempuan yang masih dibatasi oleh tirai. Sesuai dengan permintaan Fajar, Dian tidak duduk di samping ketika akad nikah dilaksanakan.“Selamat datang di keluarga kecil Umi, Neng,” sambut Jamilah mem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status