All Chapters of BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN: Chapter 91 - Chapter 100
120 Chapters
Bab 91
POV Author Bayu tidak melanjutkan pekerjaannya, dia malah langsung masuk kamar dan menutup pintu rapat. Lelaki itu merenung menatap langit-langit kamar di tempat tidurnya. Teringat kisah beberapa malam lalu ketika dia berhasil mereguk manisnya madu pada Sarah. Malam yang menurut Bayu sangat indah dan sulit dilupakan Ya, malam itu dia menelepon Sarah untuk bertemu di depan hotel Melati dengan alasan ingin memberi sebuah kejutan padahal hasratnya sedang membuncah sementara Utami sedang masa libur. "Kenapa cuma satu kamar, Mas?" tanya Sarah masih bingung ketika tahu Bayu hanya pesan satu kamar. "Karena hanya sebentar. Kejutan itu ada di sana!" jawab Bayu seraya mengedipkan sebelah matanya. Sarah yang belum mencium gelagat aneh hanya mengangguk. Dia dirangkul Bayu menuju kamar 206. Sesampainya di sana, pintu dikunci dari dalam tanpa sepengetahuan Sarah karena perempuan itu sedang membelakang. Bayu yang sudah tidak sabar ingin menjamah tubuh perempuan itu lantas mendekat, lalu mengun
Read more
Bab 92
Pov Tyas AryaniSesampainya di rumah ibu, aku terkejut bukan main karena rumah hangus terbakar tidak menyisakan apa pun. Aku yakin ini pasti kejadian yang sangat disengaja, entah siapa pelakunya.Ibu berdiri di antara tetangga yang menatap nanar rumah itu, sementara sebagian lainnya malah sibuk berbisik seraya menatap sinis. Aku yakin mereka membicarakan kami karena penampilanku yang sangat terkesan mewah bak sultan.Mbak Utami menangis di pelukan Mas Bayu, padahal tadi mereka sempat cekcok sampai main tangan. Bagaimana tidak, ijazah dan surat penting mereka ada di dalam kamar yang kini tinggal kenangan.Aku juga sedih karena kenangan bersama Mas Zaki semua ada di sana sejak awal pernikahan kami. Apalagi Lia yang masih proses pencarian oleh orang suruhan Tuan Edbert."Cantik banget, Tyas. Kok penampilannya sama Utami kayak majikan sama pelayan?" Maya dan tiga orang lainnya menghampiri kami.Bisa-bisanya dia menanyakan masalah penampilan saat kami dalam keadaan berduka. Aku tidak niat
Read more
Bab 93
"Hei, apa maksud Anda, Nona?""Tidak usah mengelak, Sarah. Aku tahu kamu yang menculik Lia karena Bayu menghamili kamu, kan? Katakan di mana dia?!" teriakku sangat marah."Aku tidak menculik Lia."Baru saja aku ingin mengancam lagi, tiba-tiba mata menangkap sosok bertubuh mungil dalam gendongan Tuan Edbert. Dia Lia anak yang aku cari-cari."Sarah, aku tutup teleponnya!" kataku tanpa menunggu jawaban.Tuan Edbert membuka pintu mobil, aku lekas ke luar dan merentangkan tangan penuh haru. Lia berlari kecil menyambutku, kami saling memeluk erat.Syukurlah tidak ada lecet ditubuhnya ketika aku cek. Bahkan Lia tidak menangis atau mengadu karena dibentak. Penculik ini sepertinya punya tujuan lain.Setelah Lia masuk mobil dijaga oleh salah satu pelayan yang memang ikut dengan orang suruhan Tuan Edbert, aku melebarkan langkah menuju bangunan itu."Lepaskan aku!""Aluma?""Ya, itu aku. Kenapa?" Walau tangan dalam keadaan diikat di belakang, tetap saja Nyonya Aluma mampu menatap tajam padaku.Ka
Read more
Bab 94
"Pesan aja makanannya, nanti kita belanja besok!" perintah ibu mertua.Dia melangkah mendekat seraya merebut Lia dariku. Gadis kecil itu dibaringkan di pahanya, lalu memanggilku untuk mendekat tepat di karpet merah marun."Bagaimana perasaanmu, Tyas? Ibu rasa kamu memendam sesuatu."Aku menunduk berusaha menahan tetes air mata sekalipun pipi berubah hangat. Luka dalam hati kembali menganga hingga bibir tak lagi mampu mengeluarkan sepatah kata pun.Terlalu berat masalah rumah tangga yang menimpa hingga melibatkan perkara haram dalam agama. Aku duduk di sini, berselimut dosa mengharap ampunan dari Tuhan."Katakan saja, Tyas. Itu jika kamu masih menganggap ibu sebagai mertua setelah semua kejahatan yang ibu lakukan. Kamu juga sudah tahu kalau ibu ini bukan ibu kandung Zaki," lanjut ibu berhasil mengiris hati yang memang sudah berdarah-darah."Justru karena ibu, aku memberi maaf padamu. Ibu memang memaksaku bekerja sebagai istri simpanan dulu, tetapi bisikan hati memintaku memberi maaf ka
Read more
Bab 95
Satu tahun sudah aku terkurung di rumah Tuan Edbert dengan banyaknya rintangan karena Nyonya Aluma sering berkunjung ke sini. Sudah berpuluh kali pula aku hampir meregang nyawa oleh beberapa pelayan yang merupakan suruhan iblis itu.Lia sudah punya adik, dia laki-laki dan sangat mirip Tuan Edbert. Umurnya sudah empat bulan. Entah kenapa aku enggan menganggapnya anak, tetapi masih menyusui laiknya seorang ibu."Dia tidak salah, anakmu harus mendapat haknya!" imbuh ibu mertua dulu ketika aku terus menolak melihatnya.Abel Addison nama anak itu. Rambutnya kecokelatan dengan kulit putih kemerah-merahan. Sekalipun tampan seperti diciptakan sesuai keinginannya, tetap saja aku lebih menyayangi Lia.Saat kelahiran Abel, Tuan Edbert langsung menghadiahiku mobil pajero. Aku hanya geleng-geleng kepala melihatnya, juga tidak mau menerima dan menganggap itu hadiah untuk anak sendiri.Besok Mas Zaki sudah tiba di bandara, aku harus segera pergi dari sini. Masalah Abel biar saja diurus sama baby sit
Read more
Bab 96
"Tyas, kamu tidak membawa Abel? Dia butuh ASI kamu!" Tuan Edbert mencekal lenganku ketika sibuk mengemas pakaian. "Tidak!" Aku menarik tangan kasar. "Abel biar diurus sama baby sitter, aku sudah memintanya datang ke sini jika Mas Zaki sudah pulang. Ingat, anak itu tidak boleh muncul di hadapan suamiku, Ed." "Bagaimana jika aku melarangmu?" "Tidak ada yang bisa melarangku!" pungkasku kembali melanjutkan aktivitas. Ponsel berdering, aku langsung mengangkat telepon itu. Rupanya Zara. Dia sudah izin pada orangtuanya dan segera menuju ke sini untuk mengurus Abel. Sekilas aku melihat pada bayi mungil yang sedang terlelap itu. Entah kenapa jiwa keibuanku bangkit, segera aku mendekat. Akan tetapi, bisikan lain memintaku menjauh atau rumah tanggaku akan hancur. Jika Abel Addison aku bawa ke rumah, maka amarah Mas Zaki bisa bangkit lagi karena bulan kemarin saat kami teleponan, aku mengaku selama ini ada di rumah bersama Lia dan juga ibu. "Utami, Pak Damar sudah siap?" tanyaku begitu sele
Read more
Bab 97
Ponsel sejak kemarin ini tidak aku aktifkan karena sibuk mengobati rindu, sekarang pun berkutat di dapur memasak makanan kesukaan Mas Zaki. Katanya dia sudah sangat rindu dengan masakan istri tercinta. Sayur asem memang menjadi kesukaan suamiku sejak dulu, tetapi kali ini aku memasak opor ayam. Makanan yang tidak ada duanya bagi Mas Zaki. Setelah selesai, aku duduk di samping kirinya dan menempatkan nasi di piring serta mendekatkan semangkuk besar opor itu biar dia sendiri yang menakar sesuai keinginannya. "Makan yang banyak biar kuat nanti malem!" bisikku membuat Mas Zaki mengacungkan jempol. Dia pun makan dengan sangat lahap seperti orang lapar selama sebulan. Sementara ibu dan Lia sibuk dengan dunianya sendiri. Hanya butuh waktu lima menit, Mas Zaki sudah kembali menyodorkan piring minta nambah nasi. Aku hanya geleng-geleng kepala lantas meletakkan nasi yang mengepul itu. "Lia Sayang, makan yang banyak juga ya biar cepet besar. Nanti kita ke mall beli boneka besar sama baju ba
Read more
Bab 98
"Kapan kamu daftar kerja, Mas?" tanyaku basa-basi begitu melihat Mas Zaki keluar dari kamar mandi.Aroma sabun menguar dalam rongga hidung. Aku sampai tergoda, tetapi berusaha menahan. Apalagi baru selesai melahirkan empat bulan kemarin.Untung saja Mas Zaki bukan tipe laki-laki yang tahan sampai dua jam, jadi aku tidak terlalu mengeluh dibuatnya. Lagian dia juga pengertian dan tidak pernah memaksa."Bulan depan saja. Mas mau istirahat dulu bareng kamu yang penting kan ada makan. Nanti mas ngasih modal juga. Intinya kita mulai kerja bulan depan karena harus mesra-mesraan dulu setelah lama LDR," jawab Mas Zaki menaik-turunkan alisnya.Aku hanya senyum-senyum masam melihat tingkahnya yang seperti pengantin baru saja. Mas Zaki sudah selesai mengenakan kaos dan celana bahan, kemudian duduk di dekatku. Kebiasaan kami selama ini adalah saling membantu. Jadi, kalau Mas Zaki selesai keramas, maka aku akan mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Sayang sekali alat itu belum ada di sini, jad
Read more
Bab 99
Hari beranjak siang, kami sudah duduk di cafe dekat rumah. Konon tempat ini adalah milik teman Mas Zaki, tetapi karena bangkrut akhirnya dipindah tangan kepada orang lain.Tak kusangka cafe yang pernah bangkrut kini kembali berdiri dengan tampilan mewah dan pelayanan yang super sempurna. Tersedia pula makanan china di sini, salah satunya fuyunghai."Dia akan datang?""Iya, Mas. Mungkin sebentar lagi sampai." Aku mengulum senyum, kemudian melirik ke pintu. "Nah, itu Bu Yola," lanjutku seraya mengangkat tangan.Bu Yola melangkah santai mendekati kami, penampilannya kini jauh lebih berwibawa. Walau sudah setengah abad, dia tetap saja terlihat muda sepuluh tahun dari usia aslinya.Saat sudah tiba, dia langsung menatap sendu pada Mas Zaki. Di matanya terpancar binar kerinduan hingga kelopak indah itu berkedip beberapa kali."Bu Yola, ini Mas Zaki.""Benar kamu ini Zaki?""Iya, aku Muhammad Zaki Abdullah," jawab Zaki sekenanya.Aku merasa suamiku itu masih belum terlalu menerima kehadiran B
Read more
Bab 100
Sore hari kami baru tiba di rumah, tetapi aku sedikit terkejut melihat sandal perempuan di teras depan. Jika diperhatikan, sandal itu sangat tidak asing.Mas Zaki memicingkan mata, ternyata bukan aku hanya fokus pada sandal tsrsebut. Genggaman tangannya terlepas, kemudian mendekat ke pintu."Hallo, Zaki!"Tiba-tiba Nyonya Aluma muncul dari dalam rumah dengan senyum merekah sempurna. Bibirnya merah semerah delima itu bergerak perlahan tanpa suara, matanya menatap remeh penuh arti.Perempuan itu mengikis jarak masih dengan senyum merekahnya. Tidak dapat disangkal, jantung bertalu cepat karena khawatir rahasia dikuak saat ini juga padahal malam nanti kami harus dinas."Zaki, rupanya kamu sudah bisa berdiri tanpa bantuan tongkat. Aku ucapkan selamat!" Nyonya Aluma mengulurkan tangan kanannya yang seputih pualam.Bukannya menerima uluran tangan itu, Mas Zaki malah menepisnya kasar, lalu tersenyum sinis. "Tentu saja.""Bagaimana kalau kita mengobrol di dalam? Tidak enak dilihat tetangga kal
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status