All Chapters of MENDAPATKAN CINTA ISTRIKU: Chapter 11 - Chapter 20
22 Chapters
Bab 11
Sepulangnya Pak Bahar dan Bu Indah keesokan harinya, aku dan Putri hanya saling diam di ruang tamu. Di depan kami ada tiket liburan yang sejak lima menit lalu hanya kami pandangi. Aku sebenarnya tidak menolak karena artinya bisa memperdekat hubungan dengan Putri. Sayangnya wanita itu kelihatan tidak memiliki minat apapun pada acara bulan madu kami."Kita beneran pergi?" tanyanya."Mas terserah kamu aja, Dik, gimana baiknya," jawabku sebaik mungkin. Dia menghela napas dalam."Aku gak pengen pergi sih Mas. Tapi mama minta bukti, mau gak mau kita harus pergi liburan."Aku melirik Putri, mulai menekuri tiap wajahnya yang tampak tegang. "Kenapa gak bilang aja sama Pak Bahar kamu gak pengen pergi?"Maksudku, ya, setidaknya sesekali dia harus menolak. Bukankah ini juga yang menjadi masalah Putri? Aku ingin dia berani mengambil keputusan untuk mengatakan tidak pada orang tuanya.Namun, secara keras dia menggeleng. "Gak, Mas. Aku gak mau bilang ke mereka. Lagian udah jelas mereka bakalan tetap
Read more
Bab 12
Makan sambil menikmati bintang-bintang yang bertaburan di langit malam, juga hamparan lautan di seberang sana. Aku tersenyum tipis bisa melepaskan semua pikiran, terutama terbawa alunan musik santai yang sengaja diputar. Setidaknya aku tidak perlu pusing tentang pekerjaan yang biasa kulakukan dua hari ke depan.Putri tampak senang dengan hidangan yang ada. Sebagai penikmat makanan sejati, kurasakan tulusnya ekspresi itu sampai padaku. Wanita dalam balutan sweter warna army itu tidak berhenti untuk tersenyum selepas mencipipi makanannya. Ada berbagai hidangan laut di hadapan kami."Enak?" tanyaku spontan.Dia mengangguk. "Banget malah. Ikannya masih seger banget, sih!"Aku ikut merasakan demi memastikan ucapan Putri. Benar, rasa sup ikan itu sangat nikmat. Rasa yang pas dengan ikan yang masih segar merupakan perpaduan yang sangat baik. Pada akhirnya aku juga bersiap untuk mulai menghabiskan semuanya.Setelahnya kami memilih untuk pergi ke tepi pantai lagi. Tidak hanya di sore hari, mala
Read more
Bab 13
Melihat antrean di belakangku yang lumayan. Aku diminta untuk mempercepat pembayaran. Arti lainnya adalah tidak ada waktu lagi untuk berbicara lebih jauh dengan wanita itu. Aku pasrah dan berakhir pergi dari kafe dengan rasa penasaran yang masih tinggi.Apakah aku salah orang atau dia hanya tidak mengingatku?Ponselku berdering kemudian. Sebuah panggilan masuk dari Putri. Setelah tersambung, suaranya langsung terdengar dari seberang sana."Mas di mana?" katanya sebelum aku sempat mengucap salam."Di luar, Dik? Kenapa?""Gak papa, Mas. Lanjutkan aja." Ada jeda sejenak di sana. "Aku minta maaf ya hari ini gak bisa nemenin, Mas.""Kenapa?" Aku mengernyit, kembali bertanya."Gak kenapa-napa kok, Mas.""Kamu baik-baik aja 'kan?""Iya, aku baik-baik aja, Mas."Aku yang khawatir."Kamu lagi di mana, Dik?""Di hotel, sih, ini, Mas.""Mau Mas belikan sesuatu?" "Enggak perlu repot-repot, Mas.""Enggak repot, kok, Dik.""Enggak, Mas." "Bilang Mas kalau mau sesuatu." Aku berkata cepat."Kubilang
Read more
Bab 14
Aku memberi Oliv nomor telepon. Wanita itu juga melakukan hal yang sama pada Putri. Dia berkata, kami harus bertemu kembali entah dalam waktu dekat atau kapan saja. Kulihat senyum dan lambaian tangan hangat sejenak Oliv masuk ke kafenya."Kayaknya Oliv suka sama Mas, deh." Ucapan Putri membuatku refleks menoleh. Dia memberi ekspresi seolah meledek. Agak menyakiti hatiku sekaligus membuat penasaran. Aku mulai mempertanyakan."Tahu dari mana?" "Cara dia natap Mas itu beda tau gak. Dia juga perhatian sama Mas."Aku merenung, tidak langsung menjawab. Kulihat Oliv bersikap wajar sebagaimana seseorang yang sudah lama tidak bersua. Tidak ada gelagat yang aneh. Dia memang begitu sejak pertama kali kami bertemu."Ada-ada saja kamu ini.""Cie ...." Putri berubah menjadi tukang goda. Aku begitu malas memikirkan atau sekadar menanggapi pernyataan Putri. Bagiku Oliv hanya teman dan tidak lebih."Ayo kita kembali ke hotel." Aku memilih untuk mengakhiri obrolan kami. Namun, belum sempat beranjak, Ol
Read more
Bab 15
Berita kecelakaan dan pingsannya Putri membuatku terkejut berkali-kali lipat. Hal pertama yang dapat kupikirkan adalah meminta pegawai yang kompeten lewat layanan hotel untuk datang. Aku sama sekali tidak berpengalaman dengan kejadian semacam ini. Jadi aku hanya duduk di tepi ranjang, membantu apa yang diinstruksikan sambil harap-harap cemas karena hingga sepuluh menit berlalu wanita itu tak kunjung sadarkan diri.Hujan semakin deras di luar sana. Aku pikir harus melakukan sesuatu sekarang. Paling tidak, aku harus dalam keadaan sangat tenang ketika mengambil keputusan. Jadi, kutarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Di detik berikutnya, ingatanku bangkit pada sosok Oliv. Segera kutelepon wanita itu. Suaranya yang agak nyaring terdengar di telinga tidak lama setelah panggilan tersambung."Ada apa, Zaki?" katanya.Sejenak aku memperhatikan Putri yang masih larut dalam tenangnya. "Kamu bisa ke hotel Grand Mentari sekarang?""Hah? Emangnya ada apa?!" Oliv langsung menyamb
Read more
Bab 16
Aku tidak menyangka Oliv akan merepotkan dirinya demi memesan sarapan untuk kami lewat layanan pesan antar. Sebelumnya tidak ada yang meminta, murni inisiatifnya sendiri. Beberapa menit yang lalu notifikasi ponselku berdering. Nama Oliv tertera di sana dalam tiga pesan berurutan.[Kamu belum sarapan 'kan?][Aku punya rekomendasi bubur ayam dekat rumah sakit. Rasanya enak banget. Gak pelit topping lagi.][Oiya, aku udah mesanin dua porsi buat kamu sama Putri. Kayaknya ga sampai lima menit lagi datang deh. Kamu tunggu di luar, ya. Udah kubayarin juga, kok.]Oh?Tanpa sadar aku tersenyum tipis. Lekas kuketikkan balasan.[Padahal kamu gak perlu repot-repot, Liv. Tapi makasih sudah perhatian. Saya sangat menghargainya.]Centang dua biru.Oliv mengirimiku stiker dengan ekspresi tersenyum. Tidak lama setelahnya, pesan dari pengantar makanan masuk. Aku beranjak pergi keluar dari rumah sakit meninggalkan Putri yang masih nyaman mengobrol dengan orang yang tidak kukenal. "Oliv mesanin bubur b
Read more
Bab 17
Putri menolak ajakan Oliv untuk menginap di tempatnya. Menurutnya, akan lebih praktis jika menginap di hotel sekitaran rumah sakit saja. Pun Rizal juga masih belum sadar dari koma. Jadi, dia ingin memastikan untuk selalu berada dalam jangkauan kekasihnya itu. Oliv menghargai keputusan Putri. Dia menganggap perbuatan semacam itu sebagai pertanda seberapa tulus cinta yang dimiliki.Aku ... agak tersinggung sebenarnya.Putri memilih tinggal menemani Rizal. Artinya, aku akan pulang sendirian. Aku hanya berdoa agar orang tua Putri tidak menanyakan yang macam-macam atau semuanya akan berantakan. Oliv ternyata benar-benar mengantarku ke bandara. Aku sempat menerima beberapa pertanyaan selama dalam perjalanan. Hubunganku dan Putri rupanya tidak alami sebagaimana rekan kerja biasa."Kalian serius ke sini karena ada urusan kerja?" tanyanya yang membuatku kaget. Dia menatapku dengan penuh arti."Kenapa memangnya?" Aku malah balas bertanya. Oliv mengusap lehernya canggung. Mungkin dia merasa ti
Read more
Bab 18
Besoknya orang tua Putri menghubungi kami. Tadinya mereka akan datang ke rumah sekalian menginap. Sayangnya darah tinggi Pak Bahar akhir-akhir ini sering kambuh, sehingga Putri lebih menyarankan untuk beristirahat.Mengetahui kondisi sang ayah membuat Putri uring-uringan. Dia kelihatan melamun hingga satu suap nasi tak sampai menyentuh bibirnya. Aku sendiri mengerti keresahan itu. "Mau menjenguk bapak?" Aku menawarkan diri. Memecah sunyi yang sejak tadi menghampiri kami. Kulihat sayu di matanya.Putri menggeleng. "Nanti dulu deh, Mas. Aku keknya belum siap ketemu mereka.""Perasaan berdosa pasti ada. Aku ngerasa udah ngebohongin mereka terlalu banyak," katanya kemudian. Pandangan kami bertemu untuk beberapa saat.Aku menghela napas. Ikut merasakan ketidaknyamanan yang dibawanya di meja makan. Namun, menjenguk orang tua merupakan perkara lain dan tidak bisa disamakan dengan masalah-masalah sebelumnya. Di sisi lain, aku juga tidak ingin memaksakan kehendak Putri. Aku ingin dia bisa me
Read more
Bab 19
Pertemuan yang tidak disengaja, biasanya akan memunculkan pertemuan-pertemuan lainnya. Begitu juga dengan pesan masuk pagi ini. Oliv memberitahu bahwa dia sedang berada di kota kami.Dia tahu kota tempat tinggal kami barangkali pernah bertanya dengan Putri? Entahlah.Aku dan Putri sudah kembali ke rumah sejak kemarin. Ketika kuberitahu padanya bahwa Oliv mengajak kami datang ke acara keluarganya, Putri benar-benar antusias. Namun, dia urung ikut karena acara tersebut bertepatan dengan acara lain yang harus dia ikuti.Aku merasa tak nyaman jika menolak. Apalagi undangan ini dikirim langsung oleh si empunya acara. Kulihat pekerjaan juga telah selesai, sehingga tidak ada alasan lain untuk tidak hadir.Oliv mengirimkan lokasi acara dilaksanakan. Perlu waktu kisaran tiga puluh menit jika dilihat dari Gmaps untuk sampai ke tujuan. Sebuah rumah bercat putih tampak begitu megah di depanku dengan gaya arsitektur ala eropa. Setelah memberitahu bahwa aku salah satu tamu undangan dalam acara ters
Read more
Bab 20
Orang tua Oliv saling berpandangan satu sama lain. Aku menatap wanita itu tak percaya dengan ucapannya barusan. Apa maksudnya? Aku tidak salah dengar 'kan?"Calon pacar?" kata sang mama. Tampaknya juga tidak menyangka. Ya, sebenarnya wajar jika ini dipertanyakan. Oliv mengangguk dengan mantap, sedang aku membatu. Suasana menjadi hening seketika. Lalu wanita itu lantas tertawa. "Ih, kenapa jadi serius, sih nanggapinnya? Oliv cuma becanda aja!" Ah, ternyata bercanda, batinku. Eh, kenapa harus kupermasalahkan?"Tapi kalau serius juga gak papa," balas mamanya kemudian. Tawa berderai Oliv sehabis membercandai orang tuanya berhenti. Kini raut mukanya berganti dengan kedipan mata cepat beberapa kali. "Mama apaan, sih. Oliv cuma becanda, tau!" Ekspresinya berubah menjadi multitafsir antara kesal atau yang lainnya. "Kenapa? Memangnya kamu gak mau dengan Nak Zaki?" goda sang mama. Oliv refleks melirik padaku yang sejak tadi diam.Aku yang tidak ingin ambil pusing langsung memperintahkan isi
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status