All Chapters of Foto Mesra Suamiku Dengan Wanita Lain: Chapter 41 - Chapter 50
132 Chapters
Part41
Sungguh aku merasa sangat geram melihat tingkah Viona yang tiba-tiba membuat keributan pada saat Alta sakit. Ingin sekali rasanya aku menyuruhnya diam kemudian mengusirnya dari ruangan ini. Namun tentu saja niat itu kuurungkan, biarlah wanita tidak waras itu menjadi urusan Mas Ilham saja. Wajah Viona tampak tidak senang melihat keberadaanku. Apa dia pikir aku tidak merasakan hal yang sama? Aku juga merasa risih berada di tengan-tengah mereka. Ah, seandainya saja Alta adalah putri kandungku, tentu semua masalah tidak akan serumit ini. "Sudah berapa hari kamu tidak ke kantor, Mas?" tanya Viona geram. "Kalau kamu tiba-tiba dipecat, bagaimana?" dia seolah-olah sudah mengendalikan hidup lelaki yang belum sah bercerai dariku itu. "Kamu tidak lihat kalau Alta sedang sakit? Tentu saja Mas harus menjaga dia," Mas Ilhampun tidak mau kalah. Aku dan Ratna hanya diam menonton perdebatan mereka. "Halah. Itu cuman alasan kamu saja. Bukannya sudah ada pengasuhnya di sini?" Viona mulai melibatka
Read more
Part42
Aku dan Ratna saling melempar senyum. Cukup senang karena sudah berhasil membuat Viona dan Mas Ilham bertengkar. Rasakan itu. Menyebutku wanita kampungan? Lalu sikap apa yang dia tunjukkan sekarang ini? Berteriak-teriak seperti orang gila, lebih dari kampungan. "Sudahlah, Viona. Ini bukan urusan kamu. Biarkan aku menyelesaikan persoalan rumah tanggaku dulu. Sudah, kamu pulang saja sana," bentak Mas Ilham. "Seenaknya saja kamu menyuruhku pergi. Transfer dulu uang yang kamu janjikan.""Aku sudah tidak punya uang lagi, Viona.""Ya, kamu usaha dong. Percuma kamu bekerja di kantor elit kalau tidak bisa meminjamkan kamu uang.""Hutangku di kantor sudah banyak, Viona. Seharusnya kamu mengerti."Ya, Allah. Mas Ilham punya banyak hutang di kantor? Demi Viona? Kurasa Mas Ilham tanpa sadar telah mengucapkannya. Tidak malukah dia dengan apa yang sudah aku dengar? Mas Ilham terlihat menunduk setelah menyadari bahwa kami mendengar semua ucapannya. Dia hanya tertunduk sembari mengusap rambutnya, s
Read more
Part43
Dia langsung duduk di kursi, tepat di hadapanku. Dia tersenyum dengan manis sekali. Membuat aku dan Ratna saling menoleh. Ratna menyenggol lututku dari bawah meja. Memberikan kode bahwa Mas Rafi terlihat sangat tampan sore ini. Apa karena kini dia tersenyum dengan ramah? Terus terang aku juga sangat senang bertemu dengannya. Memang sudah beberapa hari kami tidak bertemu secara langsung, walaupun sering berkomunikasi melalui pesan whatsapp atau panggilan dari gawainya. Namun entah kenapa, rasanya berbeda saat bertemu langsung seperti ini. Eh, kenapa aku jadi berpikiran yang bukan-bukan begini? Hih.. dasa Ratna. Lagi-lagi dia memancingku dengan ledekannya barusan. "Eh, Mas Rafi mau pesan apa?" sapaku. "Nay pesankan di depan, ya?""Tidak usah, Nay. Mas sudah pesan kok," jawabnya masih dengan senyuman. Tak lama pesanan Mas Rafi yang sama persis dengan pesanan kami juga sudah datang. Mas Rafi juga terlihat makan dengan lahap. Tak ada jaim-jaim seperti kami sudah sering melakukannya. B
Read more
Part44
Mas Rafi terlihat masih enggan untuk memberitahukan semuanya kepadaku. Haruskah aku memaksanya, atau kuhormati saja keputusannya itu untuk merahasiakan dan menyimpan rapat rahasia Mas Ilham? Bagaimanapun juga, aku tidak boleh bersikap egois. Mas Rafi dan Mas Ilham sudah berteman sejak lama, bahkan sebelum aku mengenal Mas Ilham. Akupun tak lagi mengajukan pertanyaan yang pastinya akan membuat Mas Rafi bingung harus bersikap bagaimana. "Kalau Mas Rafi keberatan, Nay juga tidak akan memaksa kok," ucapku lirih. Mas Rafi tampak merasa tidak enak. Aku tak lagi melanjutkan makanku, merasa kenyang. Atau lebih tepatnya tak lagi berselera karena hasratku ingin mengetahui tentang Mas Ilham lebih jauh, tak kesampaian.Kulihat Ratna juga sudah selesai. Aku bergegas mengajaknya keluar dan membayar semua pesanan di kasir depan. Tak lama Mas Rafi menyusul dari belakang."Kok dibayar duluan, Nay? Tadinya kan Mas yang ingin bayar," ujarnya merasa tidak enak. "Tidak apa-apa, Mas. Hanya sesekali aja
Read more
Part45
Keesokan harinya, kami mulai mempersiapkan pembukaan toko. Dimulai dengan berdoa bersama anak-anak yatim yang kami undang dari panti asuhan yang tidak jauh dari sini.Setelah selesai, kami membagi-bagikan beberapa potong kue kepada tetangga-tetangga yang juga sama memiliki usaha di sepanjang ruko yang berderet. Akhirnya semua acara selesai. Aku dan Ratna terduduk lemas dan merasa puas. Bapak dan Ibu masih berdiri di depan, memandangi plang nama "Naya Cake" yang terpasang di atas dan dengan tiang yang tinggi menjulang.Ada rasa haru di wajah mereka. Kemudian masuk dan bergabung dengan kami. Tak lama terdengar suara seseorang mengucapkan salam. Bapak dan Ibu menoleh. Orang itu langsung masuk dan menyapa kami. "Acaranya sudah selesai, ya? Maaf ya, baru bisa hadir," ujarnya saat hari sudah sore. Aku bangkit dari kursi dan menyambutnya."Tidak apa-apa, Mas Rafi," sahutku mempersilahkannya duduk. Bapak dan Ibu memandang ke arahku. Kemudian kuperkenalkan Mas Rafi kepada mereka, menceritak
Read more
Part46
Namun anehnya Mas Rafi juga masih menyembunyikan tentang rahasia hutang Mas Ilham. Sebenarnya Mas Rafi ini berada di pihak siapa, sih? .Akhirnya sidang pertama berjalan lancar. Pengacara yang dikenalkan oleh Mas Rafi sangat banyak membantuku. Baik dalam menangani kasus ataupun menenangkanku. Pria yang rambutnya sudah mulai ditumbuhi banyak uban tersebut membuatku merasa optimis akan memenangkan gugatan ini.Terlebih lagi saat ini Mas Ilham tidak hadir di persidangan. Dia beralasan kalau tidak bisa hadir karena banyaknya urusan kantor yang harus dia selesaikan, mengingat beberapa hari yang lalu dia tidak masuk karena Alta sakit kemarin. Tapi kalau seperti yang dia inginkan untuk mengajakku kembali bersama, tentu dia tidak akan mungkin melewatkan kesempatan sidang ini untuk kembali membujukku. Apa semua ini ada campur tangan dari Mas Rafi, agar Mas Ilham tidak dapat menghadiri sidang? Ah, kenapa aku jadi berpikiran negatif tentang Mas Rafi? Lagipula, Mas Rafi juga tidak punya kuasa
Read more
Part47
Begitulah hari-hari yang telah kami lalui selama beberapa minggu ini. Sidang demi sidang telah kulalui, meski tak satupun yang dihadiri oleh Mas Ilham. Aku juga tidak mengerti. Yang jelas, Mas Ilham tampak kesal dengan kebijakan kantor, yang akan segera memecatnya jika dia berani bolos kerja walau dengan alasan menghadiri sidang. Sefatal itukah posisi Mas Ilham, sehingga dia tak bisa lagi berkutik dengan ultimatum dari kantor? Mas Rafi bahkan diam saja tak berniat menjawab saat aku mulai untuk mengorek informasi. "Sudahlah, Nay. Ini semua demi kebahagiaan kamu. Kamu juga akan tahu sendiri bila nanti sudah tiba saatnya."Lagi-lagi Mas Rafi seperti itu. Kenapa semua rahasia yang dia sembunyikan demi aku? Lalu apa hubungannya semua ini dengan perpisahanku dengan Mas Ilham?Tapi saat ini posisiku benar-benar sudah bebas. Aku benar-benar sudah sah bercerai dari Mas Ilham. Baik secara agama, ataupun sah secara hukum. Tentu saja Mas Ilham tidak terima begitu saja. Berulang kali dia memoh
Read more
Part48
Sudah sebulan berlalu usai perceraianku. Selama itu pula hampir setiap hari Mas Ilham menanyakan keberadaanku. Dia terlihat sangat menyesal dan frustrasi karena kini hidupnya berantakan. Dari kabar yang kudengar dari Mas Rafi, Mas Ilham tak dapat lagi bertingkah sesuka hati di kantor. Melakukan kesalahan sedikit saja, maka perusahaan akan langsung memecatnya. Namun lagi-lagi hanya sebatas itu saja yang diceritakan oleh Mas Rafi. Terkadang aku juga merasa kesal dengan sikap Mas Rafi yang penuh dengan tanda tanya. Banyak hal yang belum ku ketahui mengenai dirinya. Bahkan dari kabar yang kudengar, Viona masih setiap hari mendatangi rumah lama kami dengan alasan mengurus Alta. Lantas hubungan apa yang mereka jalani saat ini? Kumpul kebo? Aku juga sangat merasa kesal karena sampai detik ini, Mas Rafi belum juga memberi tahuku siapa pemilik rumah itu sekarang. Atau seandainyapun dia belum menjualnya, bukankah dia juga punya hak untuk mengusir mereka? Kenapa dia masih diam saja melihat
Read more
Part49
"Kamu sudah tidur, Nay?" ucapnya berbasa-basi. Dia pasti tahu betul kalau saat ini kami baru saja menutup toko. "Belum, Mas. Nay masih bersantai.""Oh, syukurlah. Mas hanya takut mengganggu saja.""Tidak, kok. Ada apa, Mas?""Begini Nay, Ilham sudah ada memberi kabar sama kamu?""Kabar apa, Mas?""Ilham bilang dia akan menikahi Viona minggu depan.""Benarkah itu, Mas?"Entah kenapa tiba-tiba saja perasaan ini tersentak seperti tersambar petir. Baru saja sebulan kami berpisah secara sah, dan dia sudah mau langsung menikah? Benar-benar tidak punya malu. Aku sama sekali tidak tahu perasaan apa yang membuatku marah untuk saat ini. Apakah karena tidak rela melihat mereka berbahagia, ataukah karena perasaanku dulu belum terhapus seluruhnya? Ah entahlah. Sulit sekali mengerti dengan perasaanku sendiri. Kuakui memang selama ini aku tak pernah lagi memikirkan tentang Mas Ilham. Namun kenapa mendengar dia akan menikah, hatiku terasa perih?Apa karena selama ini aku merasa dibohongi, karena
Read more
Part50
Bibirku terasa kelu saat hendak bertanya apa alasannya. Entah kenapa. Mungkin aku hanya takut kecewa mendengar jawabannya yang sangat jauh berbeda dengan apa yang ingin aku dengar. Diapun sama saja, hanya meminta tanpa memberi alasan. Tidakkah kami sama-sama terjebak dengan perasaan sendiri? Ah sudahlah. Biarlah kali ini aku mengalah. "Terima kasih ya, Nay. Mas merasa lega mendengarnya.""Iya, Mas. Tanpa Mas minta pun sebenarnya Nay juga akan melakukan hal yang sama. Toh Mas Ilham juga akan segera menikah. Nay tidak mau menjadi wanita seperti Viona, mengganggu laki-laki yang sudah punya istri.""Oh, begitu ya. Ya sudah, apapun alasannya Mas sudah merasa senang karena akhirnya kamu bisa moveon dari Ilham.""Iya, Mas. Terima kasih ya atas perhatiannya. Sudah dulu ya, Mas. Sudah malam, Nay mau mandi dulu," ucapku mengakhiri panggilan.Diapun setuju setelah mengucapkan selamat malam kepadaku. Aku meletakkan gawai secara asal di tempat tidur. Kembali memikirkan tentang pernikahan Mas Ilh
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status