All Chapters of Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss: Chapter 41 - Chapter 50
54 Chapters
Part 41
"Rupanya kamu belum cukup mengenalku, Nazwa. Sejak dulu aku selalu begini jika tengah tertekan. Diam seorang diri, dan membiarkan semua rasa ketakutan yang membuatku depresi menguap dengan sendirinya." Risa beralibi. Satu kebohongan akan melahirkan kebohongan lainnya. Sama seperti yang tengah Risa lakukan. Ia terus berbohong banyak hal kepada Nazwa, dan sedikitpun tak merasa bersalah. "Maafkan aku, Risa. Karena aku, kamu jadi seperti ini," ucap Risa sendu. Rasa bersalah terus menghantui hari-hari Nazwa. Kadang, ia selalu menyalahkan dirinya karena menurut saja ketika sang ayah merekomendasikan Dika untuk merawatnya. Andai saja ia tahu sifat asli Dika sejak lama, bisa saja Nazwa menolak tegas keinginan ayahnya itu. "Sudahlah, Nazwa. Aku baik-baik saja," ungkap Risa sambil tersenyum. "Hmm, tapi. Apa kamu ingin keluar dari kamae?"Mata indah Risa berbinar, terus berdiam diri di kamar memang membuatnya bosan. "Apakah, Arya akan baik-baik saja? Aku takut dia akan murka kepadamu." Ris
Read more
Part 42
Perjalanan asmara yang tak biasa. Semenjak mereka tinggal satu atap, banyak sekali hal yang terjadi. Tak jarang Risa merasa cemburu saat mengetahui apa yang dilakukan Arya tanpa sepengetahuan dirinya. Beruntung, para pelayan pribadinya sangat setia dan menurut menjadi mata-mata. "Apakah benar, Tuan Arya menemani Nazwa untuk terapi?" Pelayan itu mengangguk, Risa mendengkus kesal. Seharusnya pada hari itu dirinya bersama Arya akan pergi ke villa. Namun, rencana hanya tinggal rencana. Secara mendadak Nazwa merengek meminta Arya menemani dirinya. Seharian mood Risa hancur. Ia menanti dengan setia di depan rumah, berharap Arya segera kembali. Namun, setelah menunggu cukup lama tak ada tanda-tanda kepulangan mereka. Risa lemas, ia pun bangkit dari kursi. Namun, baru saja melangkah deru mesin mobil membuat ia kembali berbalik. Wajahnya berseri, karena ia menganggap jika itu adalah Arya. "Akhirnya kalian kembali," ungkap Risa dengan perasaan yang bahagia. Ia berbalik, tapi senyumannya lu
Read more
Part 43
Tubuhnya masih saja terpaku. Semesta seakan berhenti berputar saat mengetahui jika Bramantyo memintanya untuk bertemu. "Aku harus bagaimana, sekarang?" batin Risa mulai was-was. "Tuan Bramantyo tidak memiliki banyak waktu luang. Beliau berharap, Anda segera menemuinya!" ungkap seseorang yang berada di balik pintu kamarnya. Masih dengan perasaan yang tak karuan. Mau tidak mau, ia harus segera menemui lelaki yang penuh dengan kharisma tersebut. "Baiklah, tenang-tenang," gumamnya sambil menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan. Setelah memastikan jika penampilannya terlihat sopan, ia bergegas keluar kamar. Ia berjalan sambil meremas jari-jemarinya guna mengusir rasa gugup yang mendera. Suasana di ruang makan terasa lebih berbeda jika Bramantyo berada di sana. Suasana yang biasa ceria karena celotehan serta keramahan Nazwa. Kini berubah menjadi sebaliknya. Tegang, dan terasa lebih suram. "Selamat siang, Tuan Bramantyo," sapa Risa sambil tersenyum dan membungkukka
Read more
Part 44
Tatapan Risa tak lepas dari selembar kertas yang tertulis nominal rupiah yang tak sedikit. Napasnya menderu, menahan luapan amarah di dalam hatinya. "Jika kurang, kamu bisa meminta lagi," ungkap Bramantyo sambil beranjak dari kursinya. "Maksudnya apa ini? Sungguh, saya tidak mengerti."Bramantyo berhenti melangkah. Dia memutar tubuh dan mensejajarkan diri dengan sosok wanita yang dulu pernah dianggap sebagai anak. "Kamu tidak perlu mengerti, cukup pergi tinggalkan, Nazwa dan Arya. Suaminya!" tegas Bramantyo dengan tatapan tajam. Udara seakan menghilang, dadanya seketika terasa sesak. Sebuah pikiran buruk pun terus terbayang-bayang dalam benak Risa."Apakah mungkin, Tuan Bramantyo tahu segalanya tentangku?" gumam Risa bermonolog. Hatinya benar-benar riuh saat itu. Bahkan, ia terus menyebutkan na Arya dan Nazwa secara bergantian di dalam hatinya."Maaf, tapi saya tidak bisa pergi meninggalkan sahabat saya seorang diri. Tolong ambil kembali ini!" tegas Risa, sambil menyerahkan kemba
Read more
Part 45
Namun, ucapan Bramantyo hanya dianggap angin lalu oleh Nazwa. Wanita itu terus histeris, dan Risa langsung mendekat lalu mendekap erat tubuh Nazwa. "Ini kesempatanku, aku harus membuktikan jika kehadiranku di sini berguna," batin Risa sambil melirik ke arah Arya yang hanya mematung. Ada rasa kesal di hati Risa saat melihat Arya yang tak bisa berbuat apa-apa. Lelaki itu hanya mematung, tanpa bersuara dan mencoba membela Risa. Sikap Arya yang tegas dan keras seketika berubah saat berhadapan langsung dengan sang mertua. Singa yang gagah menjelma menjadi seekor kucing manis dan penurut, itu bisa menjadi perumpamaan yang pas untuk diri Arya. "Risa! Lepaskan anak saya," tegas Bramantyo. Namun, saat Bramantyo berusaha melepaskan dekapan Risa, Nazwa kembali berontak dan histeris. "Kenapa, Ayah selalu jahat seperti ini?!" pekik Nazwa dengan tatapan tajam. Bramantyo tampak terkejut melihat reaksi Nazwa. Dia tak mengira jika sang putri yang biasanya lembut bisa seperti itu. "Tolong, pikir
Read more
Part 46
"Risa bisa terus tinggal di sini, tapi dia bukanlah seorang Nyonya. Pecat semua pelayan pribadinya, lalu pindahkan dia ke kamar pelayan biasa!" Perkataan Bramantyo masih terngiang-ngiang dalam benaknya, bagaikan musik yang terus diputar ulang. Beberapa kali Risa menutup kedua telinganya sambil menutup mata. Dengan begitu Risa berharap suara menyebalkan itu cepat hilang. Namun, justru wajah Bramantyo yang semakin jelas tampak dalam ingatannya. "Arghh! Dasar bajingan!" pekik Risa. Ia mulai murka, semua barang yang tertata rapi di meja hancur ia banting. Sprei, selimut, semuanya berserakan. Kamar yang semula rapi, kini layaknya sebuah kapal pecah yang tak beraturan. Puas melampiaskan amarah, Risa mulai terisak. Di sudut kamar ia terduduk sambil memeluk kedua lututnya dan menenggelamkan kepala di antara dua lutunya itu. "Aku tidak ingin menjadi seorang pelayan biasa," gumam Risa disela isakan tangisnya. Semua hal indah yang selalu Risa bayangkan hancur dalam beberapa menit saja. Ia t
Read more
Part 47
Gelap dan dingin. Itulah kesan pertama yang Arya rasakan saat dirinya menyelinap ke dalam kamar Risa. Dika melangkah perlahan dan harus hati-hati jika tak ingin terjatuh oleh barang yang sangat berserakan di sekitar kamar Risa. "Risa, apa kamu baik-baik saja?" tanya Arya, sesaat setelah dia menyalakan lampu di ruangan itu dan mendapati sosok Risa tengah terduduk lemah di pojokan kamar. Risa menegakkan kepala, sorot mata yang biasa penuh bahagia itu, kini berubah dengan sorot mata putus asa. "Aku tidak ingin jadi pelayan di rumah ini!" lirih Risa, dengan air mata yang terus berderai. Arya mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Risa. Dia pun menggenggam tangan kekasihnya itu erat. "Maafkan aku," ungkap Arya dipenuhi rasa bersalah. "Aku tidak ingin menjadi seorang pelayan, bagaimana mungkin seorang, Risa menjadi pelayan!" pekik Riaa histeris. Sedikitpun Risa tak pernah berfikir jika Bramantyo akan berbuat seperti itu. Namun, hari itu ucapan dari Bramantyo sungguh menjatuhkan harga d
Read more
Part 48
Mendung yang bergelayut di wajah Risa berubah menjadi hujan yang tak sanggup lagi ia tahan. Membayangkan dirinya menjadi seorang pelayan sungguh membuatnya terluka. "Maaf, maafkan aku," ucap Arya, mencoba menenangkan hati sang kekasih sambil mendekap nya erat. "Sekarang kamu istirahat, ya, Sayang," sambung Arya sembari melepaskan dekapannya. Namun, Risa menolak. Ia menahan gerakan Arya untuk terus mendekap tubuhnya. "Aku mohon jangan pergi, dan biarkan aku merasakan kenyamanan ini," ungkap Risa dengan suara parau. "Baiklah, jika itu memang keinginanmu."Arya kembali mendekap tubuh Risa dengan penuh cinta dan kehangatan, "Bersabarlah ini hanya untuk sementara."***"Baiklah aku harus segera berkemas," gumam Risa sesaat setelah ia mengembuskan napas berat. Ia menatap sekeliling, kamar mewah dengan nuansa interior eropa itu pasti akan ia rindukan. Kasur kualitas terbaik dengan sprei sutra pilihan, aroma terapi mewah, dan segala hal kemewahan yang berada di kamar itu benar-benar aka
Read more
Part 49
"Bukankah sudah saya katakan jika mulai pagi ini kamu harus segera pindah ke kamar pelayan?"Risa menunduk, kedua tangannya saling meremas. "Lalu kenapa jam sepuluh kamu masih berada di sini?!" sambungnya tegas. Suara Bramantyo menggelegar bagaikan gemuruh di tengah-tengah badai. "Maaf, Tuan. Semalam saya tidak bisa tidur," balas Risa dengan suara lirih. Bramantyo berjalan mendekati tumpukan baju yang belum sempat Risa kemas semua. Dahinya lelaki itu berkerut melihat barang-barang mewah yang dimiliki Risa. "Apa kamu seorang simpanan?" tanya Bramantyo tiba-tiba. Risa bagaikan terpaku tepat ke dasar bumi. Petir seakan menyambar dirinya mendengar pertanyaan dari Bramantyo. "Ma-maksud, Tuan apa?""Dari mana kamu mampu membeli baju-baju mewah ini?" Bramantyo meraih satu baju, lalu melemparkan tepat pada wajah Risa. "Setahuku satu helai baju ini setara dengan upahmu bekerja sebagai asisten di kantor. Lalu, bagaimana kamu bisa membeli barang ini?"Tidak ada jawaban yang terlontar dari
Read more
Part 50
"Tuan, Nona Nazwa pingsan!" pekik Mae. Bramantyo bergeming untuk sesaat, dia berbalik lalu berlari menghampiri sang putri. Dia memeluknya erat seraya terus menyebut nama Nazwa. "Siapkan mobil!" teriak Arya. Dalam hitungan detik semua orang dibuat panik dengan kondisi Nazwa yang tiba-tiba kehilangan kesadaran. Begitupun Risa, meskipun tak ada lagi rasa persahabatan di dalam hatinya, tetap saja ia bersikap seolah-olah dirinya yang paling peduli. "Ini semua salahku. Maafkan aku, Nazwa," lirih Risa sambil berlari mengikuti Arya yang membopong tubuh Nazwa. Air mata Risa terus berlinang, air mata palsu yang hanya ingin mendapatkan simpati dari seorang Bramantyo. "Kamu tidak perlu ikut!" Hadang Bramantyo saat Risa hendak masuk ke mobil. "Saat, Nazwa sadar dia pasti akan mencari, Risa. Ayah, aku mohon biarkan dia ikut," sahut Arya dengan posisi kepala menyembul keluar pintu mobil. Bramantyo bergeming, dia seakan menimbang apa yang diucapkan oleh menantunya itu. "Ayah! Nazwa harus seg
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status