Semua Bab Obsesi: Bab 31 - Bab 40
79 Bab
Realita (1)
Kaizen menatap langit malam yang berada diluar jendela apartemennya setelah selesai mengerjakan tugas kuliah, menatap cahaya dari gedung-gedung tinggi yang menghalangi matanya untuk menangkap cahaya bintang. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, kebanyakan orang seharusnya sudah tidur. Tapi ini adalah waktu yang pas untuk pekerjaan kedua Kaizen, sebagai streamer. Dia menggunakan salah satu dari koleksi seragam sekolah, juga memastikan setiap jendela tertutup rapat. Kaizen mencuci muka dan mulai memakai riasan yang menyamarkan wajah aslinya serta memakai wig coklat, membuat wajahnya yang semula memang cantik, menjadi imut berkat bantuan lensa kontak berwarna hijau kesukaannya.Dia melatih otot-otot wajah sembari menyiapkan kamera di ponsel kedua, lalu mulai menyalakan siarannya. Kaizen menunggu dengan tenang selama satu menit, mendapati 200 orang pertama yang masuk ke room-nya dan mulai mengulas tersenyum manis "Selamat malam, sayang-sayangku. Bagaimana hari kalian?" Sapa Kaizen
Baca selengkapnya
Realita (2)
Kaizen segera melakukan rutinitas biasa di pagi hari mulai memasak hingga bersih-bersih, sebelum bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Karena kelas hari ini tidak terlalu banyak dan hanya mulai lebih pagi, dia memakai inner dress putih favoritnya, sepatu docmart coklat dan sweatshirt moka. Dia hanya membawa ponsel serta laptop dalam satu tempat, lalu sarapan sambil berjalan menuju halte.Ada beberapa pasang mata yang meliriknya, tapi hanya satu dua orang yang berani untuk benar-benar menyapa. Contohnya seperti pria yang menghampirinya saat ini, dan dengan sengaja duduk di kursi sebelahnya."Selamat pagi" sapanya.Kaizen menatap pihak lain dan membalas sapaan tersebut, tak lupa dengan senyum sopan sebagai formalitas"Pagi. Maaf, apakah kita saling kenal?"Pria yang tampak beberapa tahun lebih muda darinya ini tampak salah tingkah, bahkan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal"Tidak. Tapi kita belajar di Universitas yang sama, aku mahasiswa b
Baca selengkapnya
Laut yang tenang (1)
Kaizen berjalan menyusuri pesisir pantai yang bersih, pasirnya juga berwarna gelap dan sangat berkilau namun tidak menyengat matanya. Matahari begitu terik, tapi tidak membuatnya terbakar. Dia menemukan sebuah terumbu besar dan memilih untuk duduk disana, dalam diam menunggu Mata untuk menarik manusia lain kedalam permainan ini bersamanya. Dia mulai melepas sepatu dan kaus kaki, mengangkat rok sedikit, menyingsingkan celana dan bermain air.Dia menunggu selama satu jam, tidak terjadi apapun.Dua jam, masih tidak muncul apa-apa.Kaizen dengan bijaksana menepuk rok putihnya dan beranjak pergi dari sana, mencari kegiatan lain selain menunggu pemain lain. Dia mulai membuat kalung dari benda apa saja yang dia temukan untuk dipakai, lalu membuat rumah-rumahan dari rumput liar tidak jauh dari sana, dan membuang bintang laut yang terdampar kembali ke laut."Pfft."Sebuah tawa tertahan menghentikan gerakan Kaizen.Matanya mengedar ke sekeliling dan mendapati sebuah sosok yang bersandar pada te
Baca selengkapnya
Laut yang tenang (2)
Matanya masih fokus sekalipun sudah berkunang-kunang, saat sebuah bibir yang lembut dan dingin mencium luka sekaligus darah dari lengannya. Pandangannya langsung menjadi fokus dan kepalanya tidak lagi pening, dia melihat sosok ini menatapnya dengan mata panas seolah ingin memakannya.Mahluk ini terus menatapnya bahkan saat dia menjilati darah yang mengalir di sepanjang lengan Kaizen, membuat tubuhnya gemetar akibat lidah yang menjamah kulitnya. Tapi sensasi itu hanya berlangsung sekejap dan Kaizen kembali melakukan perlawanan, kedua tangan dan kakinya yang dibekukan tetap berjuang sekalipun tau upayanya sia-sia."Hentikan."Gerakan Kaizen terhenti, bingung begitu mendengar suara itu"Kau bisa berbicara?"Pihak lain mengernyit tidak senang"Tentu saja. Aku hanya meminta sedikit darahmu agar kita bisa berkomunikasi.""Kau tidak akan membunuhku?""Tidak ada keuntungan yang kudapat dari membunuhmu.""Memakan dagingku
Baca selengkapnya
Laut yang tenang (3)
"Kau bilang mengenal Irish, Aria? Teman di realita?" Raven bertanya, tepatnya ingin menebak Piramida atau rantai macam apa yang akan menjerat mereka semua didalam permainan, jika dilihat dari hubungan mereka.Wanita itu mengangguk dan menarik turun hot pants miliknya, setidaknya dengan ini dia tidak terlihat seperti seseorang yang lupa memakai celana"Mn. Kami cukup akrab."Nancy tampak iri dan ikut berujar pada Kaizen"Kata mamaku semakin dewasa seseorang maka semakin sedikit teman mereka, iri sekali melihat kalian masih bisa bertemu di tempat ini."Kaizen melirik Aria yang sedang mencepol rambutnya ke atas dan membalas"Kurasa ini bukan sesuatu yang patut membuatmu iri."Aria menyadari pandangannya dan tersenyum senang"Ka- Irish, kau masih sama seperti dulu.""Kau juga."Mungkin merasa bahwa atmosfer diantara keduanya agak canggung, Raven dan Nancy dengan peka mengalihkan pembicaraan. "Menurut kalian kapan Mata akan mengirim rincian misi?" Tanya Nancy."Jangankan misi, sejak tadi
Baca selengkapnya
Laut yang tenang (4)
Kaizen menatap wanita ini dengan tenang, tidak bergerak meskipun pihak lain mulai meraih jari-jarinya. Begitu kedua tangan mereka saling bertaut, dia tidak merasakan apa-apa. Tapi Aria mungkin tidak sepaham dengannya, karena begitu tau Kaizen tidak menolak genggaman tangannya, dia menangis."Aku ingin memanggil namamu, tapi itu dilarang di instansi" tuturnya.Kaizen mengangguk singkat dan meremas pelan tangan yang sedang menggenggamnya"Kau bisa menemuiku, Aria. Kapanpun kau senggang." Wanita itu mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan bertanya dengan raut penuh harap"Bolehkah aku meminta informasi kontakmu?""Tentu."Kaizen tersenyum kecil dan melakukan scan kode di aplikasi Nightmare whisper pihak lain, menyimpannya dengan nama permainan tanpa berkomentar lebih jauh. Keduanya juga memiliki pemahaman diam-diam dan sebisa mungkin tidak mengatakan apapun yang bisa merusak suasana hati. Sampai sebuah pengumuman terdengar dari
Baca selengkapnya
Laut yang tenang (5)
Kaizen melirik wajah semua orang dan mereka memiliki tatapan penuh teror yang sama, seolah benar-benar yakin bahwa Mata akan secara pribadi mengawasi mereka bermain. Dia mau tidak mau bertanya pada diri sendiri, apakah dari mereka tidak ada satupun yang menyadari bahwa itu sama sekali bukan Sang Mata?Mata yang menganggap mereka sebagai ternak, memiliki iris berwarna emas yang sangat jernih.Tapi mata yang menggantikan matahari barusan, memiliki sklera berwarna hitam dan empat iris mata yang berwarna kuning pucat, berhimpitan dalam satu bola mata raksasa.Lagi-lagi hanya ada debur ombak dan angin berhembus yang terdengar. Kaizen mendadak merasakan sepasang tangan lembut yang menutup pandangannya, lalu terdengar suara gemetar yang sangat familiar"Irish, jangan dilihat ... Kita tidak tau apakah itu berbahaya atau tidak."Kaizen menggenggam pergelangan tangan Aria, berpikir bahwa dari dulu hingga sekarang orang ini tidak pernah berubah sedikitpu
Baca selengkapnya
Laut yang tenang (6)
"Apa-apaan ini? Tidak cukup hanya dengan membunuh kita, bahkan mereka masih punya muka untuk bermain teka-teki?" Raven tampak tidak senang pada apa yang barusan dia dengar."Setidaknya dengan ini status kita meningkat dari yang awalnya ternak, menjadi hewan peliharaan" Aria tersenyum penuh ironi."Aku masih tidak senang dengan topik ini" protes Nancy dengan raut tertekuk.Kaizen masih menggenggam tangan Aria, pihak lain juga tidak merasa aneh sedikitpun dan balas menggenggam tangannya. Semua ini tidak luput dari tatapan Winter yang semakin membeku, diam-diam mencakari tangannya sendiri untuk mengalihkan fokusnya. Tapi tidak berhasil.Nancy melihat ini dan mengikuti tatapan rekan setimnya, tapi tetap tidak mau ikut campur. Bagaimanapun juga, orang-orang ini jauh lebih dewasa dibandingkan dirinya. Jadi mereka pasti tau apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, melebihi dirinya. Lagipula dia tidak mau berurusan dengan orang seperti Winter,
Baca selengkapnya
Laut yang tenang (7)
Semua orang menatapnya dengan penuh antisipasi, hanya Kaizen yang tampak tanpa ekspresi seperti biasanya. Raven melambaikan tangannya agar semua orang mendekat dan membentuk lingkaran manusia, mereka menurutinya tanpa banyak bicara. Raven diapit oleh Nancy dan Winter, sementara Kaizen diapit oleh Winter dan Aria di sisi kanan dan kiri."Pertama-tama Sistem permainan mengajukan pertanyaan pada kita 'apakah kalian tau The little mermaid?'. Ini jelas sangat berbeda jika dibandingkan dengan instansi yang kumasuki sebelumnya, dimana Sistem hanya akan membacakan misi utama dan aturan permainan.""Kau benar. Dia bertanya pada kita seolah posisi kita disini adalah salah satu entitas didalam instansi itu sendiri, padahal jelas-jelas kita manusia dari realita" Aria mengangguk setuju.Nancy hanya menatap wajah orang-orang dewasa ini dengan serius karena paham bahwa dia tidak bisa membantu, dia tidak biasa menggunakan imajinasi untuk menyelesaikan masalah. Dia bisa hi
Baca selengkapnya
Laut yang tenang (8)
Raven juga sudah berhasil mengatur amarahnya dan melirik tajam Winter yang masih tersenyum, sebelum berjalan dan berdiri tepat dua langkah didepan Kaizen"Apakah karena kita harus melindungi Pangeran dari sang Puteri?""Berarti Bos instansi ini adalah Puteri?" Aria tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya."Kurasa tidak. Karena dalam kisahnya, Raja yang meminta sang Puteri untuk membunuh Pangeran. Berarti dialah bosnya, dan kita semua cukup menjauh sejauh-jauhnya dari laut untuk menghindari para duyung!" Ujar Nancy penuh semangat, karena akhirnya dia punya kesempatan untuk mengutarakan pendapat."Tolol. Kau pikir instansi level tiga akan semudah itu?" Hina Winter.Raven balas mencibir dan memelototi pihak yang barusan bicara"Aku benci mengakuinya, tapi warga sipil ini benar.""Lalu ... Bunuh Raja?" Tanya Nancy, mengacuhkan penghinaan Winter."Kau bodoh ya? Masih tidak mengerti juga padahal sudah sampai level tiga?" W
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status