All Chapters of Foto Pelakor di Profil Ponsel Suamiku: Chapter 61 - Chapter 70
256 Chapters
Bab 59
"Pras ...!" Aku berusaha berontak saat kedua tangan kekar itu mencengkeram kedua lenganku. Namun tenagaku tak seberapa dibanding Pras yang besar tubuhnya dua kali lipat dariku. Pras menatapku begitu intens. Ya Tuhan, kenapa dada ini semakin berdebar. Kami saling menatap dalam beberapa detik. Wajah kami hanya berjarak sekitar sepuluh sentimeter. Aku merasakan hembusan napasnya yang naik turun. Aku mendengar detak jantungnya yang semakin cepat. "Ehemm ...!" Aku tersadar dan mencoba memecah keheningan dengan berdehem. Memalingkan wajah ke arah lain. Sungguh tak sanggup berlama-lama saling bertatapan dengannya. "Sera ..., kamu kenapa tiba-tiba pulang? Kamu marah lihat Aku sama indah? Kamu ... nggak suka lihat Aku bersama perempuan lain?" Aku masih diam. Sungguh terkejut mendengar pertanyaannya yang semuanya adalah benar. "Sera ... tolong jawab. Benar, kan yang Aku bilang tadi?" Aku kembali tersentak mendengar perkataan Pras. "Jangan ngaco deh, Pras! Lagian Aku nggak berhak untuk
Read more
Bab 60
"Keanu, hari ini Aku nggak ke kantor. Jika ada hal yang penting, langsung hubungi ponselku!" "Baik, Bu Sera," sahut Keanu dari seberang sana. Setelah subuh tadi aku menyusui Pangeran hingga bayiku itu kembali tertidur. Tidak hanya putraku itu yang tertidur, Aku pun tanpa sadar kembali terlelap. Entah kenapa semalaman mata ini sulit untuk terpejam. Setelah Pras pulang semalam, pikiranku malah menjadi tidak tenang. Melihat sikap Pras yang tidak biasanya justru membuatku gelisah tak menentu. Kiriman pesan selamat tidur yang biasa ia kirimkan setiap malam pun, tadi malam tidak ada. "Bundaaa ... Ayo bangun! Om bule sudah datang mau ajak kita ke villa!' Giska tiba-tiba saja masuk ke kamarku. Putriku itu hari ini memang sedang libur. Karena kelas atas sedang ujian. Dan karena ini Pras berinisiatif mengajak kami jalan-jalan. "A-apaa? Om bule sudah datang?" Aku terkesiap mendengar ucapan Giska. Melirik jam dinding, baru saja pukul tujuh pagi. "Giska, tolong bilang Mbak, siapkan sarapan
Read more
Bab 61
"Giska duduk di depan sama Om Bule, ya!" Aku mencoba untuk membujuk Giska. "Nggak mau ah, Bun. Aku mau main boneka-boneka di belakang." Giska sudah masuk lebih dulu di kursi belakang dengan membawa tiga bonekanya. Pras terkekeh. "Sudah nggak usah rebutan. Ngalah dong sama Anak!" Pras tersenyum menggodaku.. Aku hanya menghempas napas kasar. "Aku hanya khawatir Pangeran nanti rewel dan minta Asi, Pras. Persediaan Asi di botol hanya ada dua. Pria itu membukakan pintu untukku dan Pangeran di kursi depan. "Nggak usah khawatir. Kalau Pangeran rewel, kita berhenti cari tempat untuk kamu menyusui nanti," sanggah Pras dengan santai. Aku berdecak malas. Memangnya dikira gampang mencari tempat untuk memberi Asi? Pangeran masih tertidur lelap di pangkuanku. Tubuhnya semakin berat dan berisi. Wajah Pangeran sangat mirip dengan Arif. Tampan. Jika tersenyum mampu menggetarkan hati setiap wanita. "Kenapa senyum-senyum pandangin Pangeran?" Aku menoleh, ternyata Pras sudah berada di sampi
Read more
Bab 62
Tirta Prasetya "Perempuan itu bukan istrimu , kan?" Grace memandangku dengan tatapan curiga. Aku menggeleng. ."Syukurlah kalau bukan." Grace tersenyum lebar. Sera memang bukan istriku. Tapi suatu saat dia akan menjadi istriku. Dia akan melahirkan anak-anakku. Kami akan memiliki banyak anak. Hingga istana kami akan bertambah ramai. Aku tersenyum sendiri membayangkan hal itu. "Kita ke Bungalowku yuk, sebentar. Mama pasti sangat senang bertemu denganmu." Aku kembali menoleh pada wanita berambut kemerahan itu.. Grace meraih tanganku dan menarikku keluar. Mungkin tidak apa-apa jika aku mampir sebentar ke Bungalow Grace. Letaknya tak begiru jauh dari sini. "Bik, tolong katakan pada Sera, Aku ke bungalow milik Grace sebentar!" "Baik Pak Tirta." Setellah menitip pesan dengan Bik Yati, Aku dan Grace berjalan ke bungalow miliknya. Grace menggandengku erat. Anak tiri Tante Sarah ini memang sejak dulu selalu bersikap manja padaku. Adik mamiku itu menikah dengan Ayahnya Grace sejak gad
Read more
Bab 63
Tirta Prasetya "Kemarikan Pangeran. Kamu makan siang sana!" Sera sudah keluar dari kamar dengan tampilan yang cukup berbeda. Tanpa sengaja, aku memandangnya hingga tak berkedip. Kali ini Sera memakai stelan kemeja lengan panjang dan celana jeans panjang, serta hijab segiempat yang di ikat secara simple di belakang lehernya. "Sini Pangerannya, Prass!" Sera mengulurkan tangannya padaku. "Pangeran biar denganku dulu. Lihat, dia langsung tenang dalam gendonganku. Kamu saja yang makan duluan sama Giska!" bujukku. "Beneran, nih?" "Beneran, Bunda cantik. Kamu makan yang banyak. Agar Jagoanku ini tidak kekurangan Asi," bujukku lagi sambil membawa Pangeran ke teras. "Giska, ayo makan dulu!" Terdengar suara Sera memanggil putrinya. "Iyya, Bunda!' Kasihan Sera dan Giska. Karena menungguku terlalu lama, mereka jadi telat makan. Pangeran mulai terlelap di pangkuanku. Aku mencium gemas pipi bayi montok ini. Kelak kamu akan jadi kebanggaanku, Pangeran. Aku akan mengajarkanmu bagaimana menj
Read more
Bab 64
"Kamu kelihatan beda hari ini." Pras tersenyum melirikku yang sedang menyendokkan nasi dan lauk ke piringnya. "Beda apanya?" tanyaku pura-pura tak mengerti dan acuh. Padahal jantung ini sudah semakin cepat berdetak. Semoga saja ia tak mendengar bunyinya. Pras melirikku dari atas ke bawah.. "Kamu terlihat lebih fresh. Persis seorang gadis remaja," pujinya. Ya Tuhan, Pras masih menatapku tak berkedip. "iya deh, yang baru aja disamperin gadis remaja. Langsung aja berimajimasi. Sampai-sampai Aku ini dibilang seperti gadis remaja. Pras menaikkan alisnya. "Maksud kamu apa?Aku nggak berimajinasi, kok. Kamu memang benar-benar beda hari ini." Aku tak menjawab lagi. seharusnya Aku tidak bicara seperti tadi pada Pras. Bisa-bisa dia pikir Aku ini cemburu. Astaga! Sepertinya aku beneran cemburu. "Minumnya mau jus atau air putih?" tanyaku setelah meletakkan piring yang sudah Aku isi nasi dan lauk pauk, di depannya. "Air putih boleh!" sahutnya masih menatapku. Pras tersenyum. Ia mulai men
Read more
Bab 65
"Kita jalan kaki saja. Bungalownya dekat, kok," jelas Pras Saat ini kami berdua melangkah bersisian di tepi jalan diantara bungalow-bungalow dengan model bangunan yang berbeda-beda. "Ehm ...Kamu nggak mau gandeng tanganku, humm?" Pras merapatkan tubuhnya denganku. Sesekali lengan dan bahu kami saling bersenggolan saat sedang melangkah. Aku hanya tersenyum tak menjawab pertanyaan Pras. "Serius nggak mau gandengan, nih?" ulangnya sambil meraih jemariku. "Yang mana bungalownya?" Aku mencoba mengalihkan pembicaraan sambil menarik jemariku dan pura-pura menggaruk kepalaku yang tidak gatal. "Itu yang semua lampunya menyala." Pras menunjuk sebuah bungalow yang kurang lebih berjarak duapuluh meter dari tempat kami sekarang. Nampak tiga mobil mewah terparkir di depannya. "Pras, apa mereka nanti nggak berpikir macam-macam tentang kita?" tanyaku yang mulai ragu. "Ya biar saja. Nggak masalah," sahutnya tenang. Aku hanya menghela napas panjang. Kadang aku tidak mengerti dengan apa yang d
Read more
Bab 66
"Bik Yati, apa Pangeran bangun?" tanyaku saat wanita paruh baya itu membukakan pintu untuk kami. "Nggak, Non. Tidurnya anteng banget." "Makasih ya, Bik." Wanita itu tersenyum dan mengangguk, kemudian berjalan meninggalkan kami berdua di ruang tamu. Aku hendak berjalan menuju kamar. Namun tangan kokoh Pras meraih lenganku. "Jangan pergi, temani aku di sini!" Aku menghentikan langkahku, lalu duduk di samping Pras. Malam ini sangat dingin dan sepi. Sayup-sayup terdengar suara alunan musik dan karaoke dari salah satu bungalow yang tak jauh dari tempat kami saat ini. Aku memeluk tubuhku sendiri karena dingin. Pras menghela napas panjang beberapa kali. Ia menatapku lekat. "Kenapa?" tanyaku. "Aku minta maaf soal tadi. Aku salah, sudah mengabaikanmu." Pras bicara serius dengan tatapan tak berpindah dari mataku. Aku menghela napas pelan. "Iyaaa, lain kali Aku nggak usah diajak jika kamu ingin berkumpul dengan keluargamu," ujarku pelan. Pras menggeleng. "Tidak. Aku nggak masala
Read more
Bab 67
"Yati, Mana Tirta? Apa Dia sudah bangun?" "Tuan Tirta masih tidur, Bu Sarah!" Terdengar suara Bik Yati bicara dengan seseorang. Asisten rumah tangga Pras itu menyebut nama Bu Sarah. Apa tante Sarah datang ke sini? Aku yang baru saja selesai memandikan Pangeran segera keluar sambil mendorong strolernya. "Selamat pagi, Tante!" "Pagi...,loh, ini bayi siapa?" Tante Sarah nampak terkejut saat melihatku dan Pangeran. "Ini anakku, Tante.. Silakan duduk Tante. Mau ketemu Tirta? Kayaknya masih tidur di kamarnya," awabku. "Tirta tidur dimana?" Tante Sarah langsung menerobos masuk melewatiku. Ah, iya. Ini kan memang bungalow mllik keluarga mereka. "Di kamar itu, Tante." Aku menunjuk satu kamar yang berada agak di belakang dan berukuran lebih kecil daripada kamar yang aku tempati. "Kenapa Tirta tidak tidur di kamar utama? Kok malah di kamar tamu? Malah kamu yang enak-enakan tidur di kamar utama yang besar ini. Tirta gimana, sih?" Tiba-tiba Tante Sarah berhenti di depan kamar yang aku te
Read more
Bab. 68
"Apa Kamu nggak kasihan sama Grace? Dia itu berharap banget tadi kamu akan susul dia ke lapangan tenis." Suara Tante Sarah masih terdengar membujuk Pras. "Maaf, Aku nggak bisa, Tante. Aku sudah janji untuk ajak Sera dan anak-anaknya jalan-jalan siang ini." Aku tak menyangka Pras menjawab seperti itu. Aku yakin, sebentar lagi Tantenya itu akan semakin kesal.dan marah. "Kamu lebih memilih jalan dengan janda dua anak itu dari pada bersama Grace?.Kamu itu bodoh atau bagaimana sih, Tirta? Mau-maunya disuruh-suruh momong anak!" "Maaf, Tante tadi bilang apa? Saya bodoh?" Suara Pras terdengar dingin dan tegas. "Oh, b-bukan begitu maksud tante, tapi ... bagaimana kalau kamu ikut sebentar ke bungalow Tante. Nanti kita bicara disana!" Nada bicara Tante Sarah mulai melunak. Ia tak lagi ngotot seperti tadi "Maaf, Aku tadi sudah bilang kalau Aku nggak bisa, Tante. Pendengaran tante masih bagus kan?.Atau ingatan Tante yang sedang ada gangguan?" Aku terkikik geli mendengar ucapan Pras barusa
Read more
PREV
1
...
56789
...
26
DMCA.com Protection Status