All Chapters of Membalas Pembunuh Suamiku: Chapter 31 - Chapter 40
43 Chapters
Mei 31
Erik menatap pantulan dirinya di cermin. Malam ini, dia tampak sangat tampan. Pria itu memakai kaos polo warna merah marun dan celana pendek. Badannya tinggi. Rambutnya yang pendek hanya dia beri gel dan disisir seadanya. Jam tangan melingkar di tangan kanannya. Setelah yakin penampilannya cukup oke, dia keluar dari kamarnya tepat saat Mei juga keluar.Mei sempat kehilangan fokus selama beberapa detik melihat bagaimana kerennya Erik saat ini. Dan terima kasih pada deheman Erik yang bisa membuat kesadaran Mei kembali.Begitu sadar, Mei cukup terkejut menyadari Erik sudah berdiri tepat di depannya. Senyumnya tercetak indah dan membuat Mei menyadari kalau bibir Erik ternyata cukup menggoda. Tenggorokan Mei sontak terasa kering. Dia cukup kesulitan menelan ludahnya.“Ehm.” Mei berdehem, membasahi tenggorokannya yang sekering gurun Sahara.“Kenapa?” tanya Erik. Suaranya begitu dalam dan seksi. Dan sialnya lagi, Mei juga baru menyadarinya. Sial!“Ka-kau ternyata sudah siap.” Mei tidak bisa
Read more
Mei 32
Netra Erik terus saja memperhatikan apa yang terjadi pada Mary. Wanita itu sepertinya sudah sangat mabuk hingga dia tidak bisa berjalan dengan benar meski sesekali dia melihat Mary memberontak dan berkata kasar. Erik melihatnya dibopong oleh dua orang pria berbadan kekar.Erik berinisiatif mendekat. dia merasa ini saat yang tepat baginya untuk mendekati Mary. Dia bisa langsung menginterogasinya tanpa perlu berpura-pura menggodanya dan tertarik padanya. Baginya, tidak ada wanita yang bisa membuatnya tertarik seperti Mei.“Permisi, aku teman wanita ini. Kenapa dia?” tanya Erik. Sahabat Mei itu sudah berdiri di depan dua pria yang menggotong Mary.“Dia sangat mabuk,” jawab salah satu dari mereka sambil mendengus keras.“Dan kelakuannya sangat mengganggu. Dia terus saja marah dan mengumpati siapa saja,” tambah yang lainnya. “Kau mau membawanya? Ambil saja! Kami sudah malas berurusan dengan wanita ini. Selalu saja membuat rusuh!”Dan dalam sekejap, Mary sukses berada di tangan Erik tanpa h
Read more
Mei 33
Wajah Mei memerah setelah melihat rekaman video Mary dan Erik. Air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya. Dia sama sekali tidak menyangka akan mendengar bagaimana dalamnya perasaan Mary untuk suaminya. Bahkan setelah Albert meninggal, Mary masih menyimpan perasaan itu.Mei merasa dadanya sakit dan sesak. Rasanya dia tidak sanggup lagi melihat lanjutan rekaman itu.“Sudah, Mei, jangan dilanjutkan!” Erik merebut ponselnya dari tangan Mei. Sungguh dia tidak sanggup melihat Mei bersedih. Ditambah lagi, Mama Alan itu menagisi pria lain yang sudah meninggal. Erik cemburu!! Gilanya lagi, dia cemburu pada seorang pria yang sudah meninggal!!“Tidak, Erik!! Aku ingin melihat semuanya! Dia akan mengatakan sesuatu yang lain, bukan??” Tangan Mei mencoba meraih ponsel Erik, tapi dia kalah cepat. Erik langsung berdiri dan menyimpan ponselnya di dalam saku.“Kau jahat, Erik!!” Mei menatap Erik tajam. Bafasnya memburu hingga dadanya naik turun. Tangannya terkepal sempurna.“Kau sudah berjanji tidak
Read more
Mei 34
Kak, apa kau tahu kalau Toni Kurniawan ada di Surabaya? – LilyBegitulah isi pesan yang dikirim Lily pagi ini. Mei yang baru saja selesai masak sarapan, cukup terkejut dengan isi pesan adiknya itu. Toni ke Surabaya? Untuk apa? Apa pria itu sedang mencari tahu dengan apa yang terjadi pada Bolet?Kapan kau melihatnya? Di mana? – MeiSatu menit, dua menit, Mei menunggu balasan pesan dari Lily tapi tidak juga muncul. Dia pun memutuskan untuk mandi terlebih dulu. Selesai mandi, dia kembali ke meja makan dengan badan yang sudah segar. Ternyata Erik sudah menunggunya di sana.“Apa kau tahu kalau Toni ke Surabaya?” Mei membuka obrolan sambil menyiapkan makan untuk mereka berdua. Mei membuat French toast dan kopi untuk menu sarapan kali ini.“Ke Surabaya? Siapa yang memberi tahumu?”“Tadi pagi Lily mengirimiku pesan. Tapi dia belum membalas waktu aku bertanya di mana dan kapan. Apa semalam Mary tidak mengatakan apa pun?”Erik menggeleng. “Dia hanya berkata kalau dia tidak mencintai Toni. Itu
Read more
Mei 35
Toni sedang berkendara menuju pelabuhan Perak. Dia harus segera bertemu dengan Bolet atau salah satu anak buahnya. Sopir yang diutus menjemputnya di Bandara Juanda malam ini hanyalah remahan yang tidak tahu apa pun tentang rencana-rencana rumit kelompoknya.Mata Toni terus tertuju pada jendela. Pikirannya rumit.“Apa benar Bolet tidak ada di markas?” pertanyaan Toni memecah keheningan setelah beberapa lama.“Benar, Bos!” jawab si sopir antusias. Dia begitu bersemangat karena diberi tugas menjemput bos besarnya dari Jakarta. Sopir itu masih begitu muda. Umurnya sekitar tujuh belas atau delapan belas tahun. Wawan namanya. Wajahnya manis dengan kulit cokelat eksotis. Rambutnya sepanjang telinga, lurus. Seandainya saja dia bukan preman, banyak orang tua yang mau menjadikannya menantu.“Sudah berapa lama?” pandangan Toni beralih pada Wawan.Wawan melirik spion.“Bearapa lama Bolet tidak ke markas?” ulang Toni.“Mmm, tidak yakin, Bos. Mungkin tiga atau dua hari ini saya tidak bertemu Bos Bo
Read more
Mei 36
Toni terpaksa menjadwal ulang kepulangannya ke Jakarta karena dia baru mendapat informasi kalau Bolet ternyata benar-benar berada di penjara. Semalam, dia menginap di sebuah hotel yang sudah disiapkan Malik untuknya. Dan Toni berencana untuk menginap selama yang dia butuhkan.“Rupanya wanita itu tahu benar apa yang dia lakukan. Dia benar-benar menjebloskan Bolet ke penjara meski dengan tuduhan ringan, bukan pembunuhan. Dia tahu Bolet hanya pelaku, bukan dalang kecelakaan itu. Dia masih mencari pelaku sebenarnya.” Toni memainkan kuping cangkir kopinya. Pikirannya terus berputar, menghubungkan kepingan-kepingan puzzle yang muncul.Pagi ini, Toni akan mendatangi Bolet di penjara. Dia harus segera mencari tahu kebenarannya. Hanya Bolet yang tahu hal itu. Dia adalah saksi kunci.Dengan gerakan yang anggun, Toni menyesap kopinya hingga tandas. Setelah itu, dia berdiri, mengambil jaketnya, dan melangkah keluar kamar.Sebuah mobil telah menunggunya di lobi. Wawan setia mengantarnya ke mana pu
Read more
Mei 37
Bolet sudah dilarikan ke rumah sakit Bhayangkara. Toni tidak mungkin ikut ke sana meski setengah mati dia ingin menguak apa yang terjadi dua tahun lalu. Jadi, dia memutuskan untuk kembali ke hotel dan meminta Malik untuk memantau perkembangan Bolet. Jika sampai besok dia belum siuman, Toni terpaksa kembali ke Jakarta tanpa berbicara dengan Bolet.“Malik, jangan lupa juga untuk mencari tahu dengan detail kasus kecelakaan yang melibatkan Bolet dua tahun lalu.” Toni memberi perintah pada Malik melalui telepon.“Maksud Bos kecelakaan yang itu?”“Memangnya kecelakaan yang mana lagi yang aku maksud?”“Baik, Bos. Akan langsung diantar ke hotel. Tunggu saja sebentar!”“Maksudmu semua detail kecelakaan sudah ada di tanganmu??”“I-iya, Bos. Baru tadi pagi saya dapatnya, Bos. Rencananya tadi mau saya kasihkan setelah bertemu Bolet. Tapi akhirnya lupa karena ada insiden itu. Hehe,, maaf ya, Bos.”Toni menggeram. “Antarkan segera!!”“Baik, Bos!”Toni menutup panggilannya begitu saja dan meletakkan
Read more
Mei 38
Hanya satu nama yang terlintas dalam benak Toni, tapi dia terus berusaha menghilangkannya. Semakin kuat dia mengingatnya, semakin kuat dia menyangkalnya.Bodoh!! Toni merasa sangat bodoh!! Kenapa dia tidak mengecek rekeningnya? Dia bisa tahu dari kartunya yang mana yang mengeluarkan uang untuk membayar Bolet."Cepat!!!" teriak Toni pada Wawan.Tanpa kata, Wawan menekan pedal gas lebih dalam. Dia tidak tahu apa yang membuat bos besarnya ini begitu ingin sampai bank dengan cepat. Wawan terus saja menekan gas dan klakson agar bisa cepat sampai. Sesekali dia melirik spion. Bos besarnya itu terus saja memandang jalanan dengan kening berkerut. Lima belas menit kemudian, Wawan sudah menghentikan mobilnya di depan pintu lobi bank yang dituju Toni.Dengan segera, Toni membuka pintu dan segera turun. Begitu Toni turun, Wawan pun memarkirkan mobilnya dan menunggu bosnya di sana.Toni merapikan bajunya sebelum berjalan masuk. Seorang sekuriti membukakan pintu untuk Toni dan menanyakan keperluan
Read more
Mei 38
Toni tersenyum miring melihat siapa yang meneleponnya sore ini. Dua kali Mary menelepon, tapi Toni terus mengabaikannya. Ini adalah pertama kali bagi pria itu tidak mengindahkan Mary. Dulu, Mary adalah prioritas hidupnya, tapi kini wanita itu prioritas amarahnya.Pria itu sudah mendarat di Jakarta tadi sore dan kini sedang duduk di sebuah private room di restoran. Tadi siang dia mengirim undangan makan malam kepada seorang pria dan wanita. Dan kini, dia sedang menunggu kedatangan mereka.Toni kembali menatap layar ponselnya yang berkedip tanpa berkeiginan untuk menjawabnya. Darahnya selalu mendidih mengingat pengkhianatan yang dilakukan Mary. Apa yang dilakukan wanita itu seakan membuatnya menjadi kambing hitam atas meninggalnya seorang pria bernama Albert. Toni berjanji dalam hati tidak akan membuat hidup Mary tenang.Suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatian Toni. Seyumnya terbit dengan indah. Seorang laki dan perempuan memasuki ruang private restoran itu dengan pandangan datar
Read more
Mei 39
“Selidiki rekaman CCTV!” perintah Toni begitu dia mendengar Erik dan Mei diserang sesaat setelah keluar dari ruang private.Entah kenapa Toni merasa penyerangan itu berhubungan erat dengan penyelidikan yang sedang mereka lakukan. Namun, siapa orang yang begitu terang-terangan ingin menghabisi mereka? Bolet sudah di penjara. Tidak mungkin Mary sendiri begitu berani melukai Erik dan Mei di keramaian. Apalagi wanita itu dari tadi terus saja menghubunginya. Lalu siapa? Apakah ada orang lain yang berhubungan dengan kasus ini? Tapi siapa?Pertanyaan-pertanyan itu terus saja bergema di kepala Toni. Siapa selain Mary yang menginginkan Mei dan Erik celaka??Toni mengambil ponselnya. Dia mencoba menghubungi Gunawan. Namun, setelah dua kali panggilan, Gunawan tidak juga mengangkatnya. Toni berdecak. Ini sudah kedua kalinya Gunawan tidak mengangkat panggilannya. Tidak biasanya orang kepercayaannya berlaku seperti ini karena Gunawan tidak mungkin mengambil job dari orang lain.“Ini, Tuan.” Anak bu
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status