All Chapters of KEMBALINYA CINTA PERTAMA SUAMIKU: Chapter 41 - Chapter 50
78 Chapters
Pengintaian
Hana berpikir sejenak. Dirinya tak bisa begitu saja menerima tawaran Hakim, terlebih bagi hasil yang menurut Hana akan memberatkan Hakim. "Baiklah. Tapi, jangan sampai memendamnya jika pada kenyataannya kelak Abang merasa dirugikan," ucap Hana akhirnya. Hakim tak langsung menjawab, hingga isi piringnya yang memang tinggal suapan terakhir tandas. Tangannya meraih air mineral kemasan botol yang masih disegel. Memutarnya hingga tutup botol terbuka. Memasukan sesotan pelastik, lalu menyedotnya hingga menyisakan separuhnya saja. "Jangan khawatir, Na. Nyatanya selama ini kita memang terbuka untuk hal-hal di luar privasi." Hakim tersenyum lembut. Hatinya begitu lega setelah Hana setuju dengan kerja sama yang akan mereka jalani. Hana membalas senyum Hakim sambil mengangguk pelan. Lalu menyelesaikan makannya hingga piringnya kosong dari butiran nasi. Tak ada istilah gengsi baginya untuk menghabiskan makanan hingga butiran terakhir sekalipun. Itu merupakan salah satu didikan sang ayah sej
Read more
Berkilah
Inez kembali tertawa pelan. Tangan Rio mengepal kuat dengan gigi bergemelutuk. Ia paham jika kalimat itu dimaksudkan Inez untuknya. Entah dengan siapa Inez berbicara. Namun, isi percakapannya mampu membuat Rio dikuasai emosi. "Ya, enggaklah. Kalau dia mau marah, ya, sudah, tinggalin aja sekalian. Lagi pula banyak, kok, yang mau antre."Inez kembali diam, fokus mendengar balasan kalimatnya dari seberang sana. "Aku nggak sebodoh itu, kali. Mana mau aku berpisah tanpa bawa apa-apa. Sudahlah, tenang aja, aku sama sekali nggak takut Rio bakal menceraikanku kapanpun."Suara kekehan pelan kembali terdengar, membuat darah di tubuh Rio kian mendidih. Ia tak tahu siapa lawan bicara Inez di seberang sana. Namun, kecurigaannya jika Inez benar-benar berkhianat kian terasa. Rio berusaha keras untuk berpikir, bagaimana menyikapi semuanya. Namun, tetap saja emosi yang berada di atas segalanya. Ia hanya matang dari segi usia. Namun, sama sekali tak matang dalam pemecahan masalah. Ia tak mampu l
Read more
Rio Murka
Tanpa menunggu lama, Rio meraih ponsel itu. Menggenggamnya erat. Seolah berniat melumat benda keras itu dalam genggamannya. Kepalang basah. Itulah yang dirasakan Inez. Wajah getir perempuan itu kini berubah datar. "Berikan ponsel itu padaku," ucap Inez dengan tangan terulur. "Katakan pola ponsel ini jika tak ingin nasibnya hanya sebatas ini,“ancam Rio dengan tatapan bak belati menghunus. Inez bergeming. Sama saja dengan bunuh diri jika ia memberikan pola ponselnya pada Rio. Di dalam ponsel itu bertebaran bukti-bukti yang mampu membuat laki-laki itu bertambah murka. "Cepat katakan!" Kali ini suara Rio serupa bentakan. Tak tersisa lagi rasa malu suaranya akan didengar para tetangga. Inez menghindar tatapan Rio. Detik ini posisinya serba salah. Maju kena, mundur lebih lagi. Tak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah pada apa yang akan Rio lakukan pada ponselnya. Toh, dirinya tak akan rugi jika Rio segera mentalaknya malam ini juga. Namun, Rio-lah yang akan rugi banyak. "Sudah kuka
Read more
Kekacauan Disebabkan Inez
"Jemput aku sekarang," ucapnya dengan deru napas memburu. Setelahnya ponsel kembali dimatikan. Dengan malas Rafa bangkit. Duduk di sisi tempat tidur. "Ayo, cepetan!" seru Inez sambil menggeret koper dengan buru-buru. Di bahu kirinya tersampir tas kecil berwarna abu muda. Tanpa menunggu lebih lama, ia melangkah ke luar. Tangan kanannya menarik paksa lengan sang anak. Entah akan ke mana perempuan itu di tengah malam kelam seperti sekarang ini. Inez segera ke luar. Menutup pintu utama tanpa menguncinya. Ia tak tahu dan tak mau tahu apa yang terjadi dengan Rio di lantai atas. Yang terpenting baginya saat ini adalah, pergi sejauh mungkin dari tempat ini untuk menghindari kemarahan Rio. "Kita akan ke mana, Ma?" tanya Rafa dengan kantuk yang mulai sirna. Kini berganti wajah penasaran. "Kita pergi," jawab Inez singkat. "Pergi ke mana?" tanyanya dengan polos."Udah, jangan banyak nanya. Nanti juga tau sendiri," jawab Inez ketus. Keduanya berjalan hingga ke ujung gang. Inez hanya beran
Read more
Tentang Rasa
"Mana janjinya kalian akan membayar lunas dalam waktu sebulan saja? Ini sudah lebih dari sebulan. Segera lunasi atau rumah ini akan aku sita," ucap laki-laki dengan rambut plontos itu tegas. "Hah! Ini apa-apaan?" tanya Rio dengan mata membelalak. Alex tak menjawab. Ia memberi isyarat melalui gerakan kecil pada telunjuknya pada salah satu anak buahnya. Laki-laki berwajah sangar dengan rambut sebahu, yang sedari tadi berdiri di sebelah kanan Alex, kini mengulurkan sebuah map berwarna maroon yang sejak tadi di tangannya pada Rio."A—apa ini?" tanya Rio sambil mengedar pandangan ke arah tiga orang itu secara bergantian. Tangannya bergetar menerima map dari laki-laki itu. "Buka saja. Harusnya kalian sudah melunasinya sejak 3 hari lalu," ucap Alex dengan suara khas barithon. Laki-laki kaya yang dikenal sebagai rentenir dengan banyak anak buah itu hanya menampakkan wajah datar tanpa sedikitpun iba. Rio kembali tersentak. Keringat dingin mulai membanjiri dahinya. Jantungnya berdegub cepa
Read more
Rasa yang Hadir
Hana mengerutkan dahi. Mulai merasa ada sesuatu yang tak biasa dalam pembicaraan kali ini. Namun, ia memilih diam. Membiarkan Hakim menuntaskan kalimatnya. "Begini, Na … setelah sekian bulan kita kembali dipertemukan dalam status yang sama, aku berniat mengenalmu lebih dari teman, Na," ucap Hakim tanpa melihat lawan bicaranya. Ia terlalu canggung untuk sekedar menoleh pada perempuan di sampingnya itu. Hana cukup terkejut dengan pengakuan Hakim barusan. Namun, cepat ia menguasai diri. "Sekali lagi, maaf jika kau tak nyaman dengan hal ini." Sambung Hakim dengan tatapan luruh ke ujung sepatu pantofel miliknya. Hening. Bermenit kemudian keduanya terdiam. Hakim menunggu jawaban Hana, sedangkan Hana tak tahu harus menjawab apa. Pengakuan Hakim mampu membuat lidahnya seketika kelu. Perlahan Hakim melirik pada Hana. Degub jantung yang sejak tadi tak beraturan, kini bertambah kencang. Dalam diam Hana mampu membuat laki-laki itu tersihir. Tanpa sepatah kata penunjuk rasa, Hana mampu mampu
Read more
Gamang
Hakim menarik napas lega. Dari kalimat Hana barusan ia dapat menyimpulkan jika sebenarnya Hana tak menolaknya. Dan itu mampu membuat hatinya kembali berdesir. "Apa itu artinya aku punya kesempatan, Na?" tanya Hakim dengan penuh harap. "Aku tak janji. Hatiku seutuhnya bukan milikku. Jika Abang bersedia, tunggu hingga aku siap. Tapi, jangan pernah menganggap ini sebagai kesepakatan. Jika menemukan perempuan lain yang pantas sebelum aku bersedia, maka pergilah. Anggap aku tak pernah memiliki rasa pada Abang." Hana berucap lirih. "Aku akan menunggu waktu itu tiba semampuku, Na. Aku hanya mampu berharap, aku mampu melakukannya, agar hari itu segera tiba."Jauh di relung sana Hakim berharap, agar niat baiknya segera menemukan titik terang. *Siang beranjak petang. Sejak pagi tadi Rio sibuk mencari keberadaan Inez. Menyusuri kota kecil tempat tinggal mereka. Mengunjungi setiap pusat perbelanjaan, hingga ke tempat-tempat wisata. Rio lebih mirip orang linglung hari ini. Entah berapa ratu
Read more
Meminta Bantuan Hana
Gegas ia berjalan kembali ke mobil. Memutar gagang setir menuju rumah Hana. Entah bagaimana ia akan menyampaikan semuanya pada Hana. Yang terpenting sekarang adalah, raganya segera bertemu Hana. Mobil meraung ketika pedal gas diinjak dengan kuat. Laki-laki itu seperti kesetanan menjalankan mobilnya. Sepanjang perjalanan Rio sibuk mencari kalimat untuk mengutarakan maksudnya pada Hana. Sempat muncul keraguan dalam hati. Uang 400 juta bukanlah uang yang sedikit, terlebih bagi Hana yang single parent. Namun, segera ia tepis karena tak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa. Hidup sebatang kara di tanah orang membuat Rio kian merasa sendiri setelah berpisah dari Hana. Ia sama sekali tak memiliki teman baik. Inez yang ia perjuangkan malah membuat hidupnya kian hancur. Kurang dari 15 menit Rio sampai di rumah Hana. Rumah yang akhirnya terpaksa Rio ilhlaskan karena ancaman mantan ayah mertuanya. Gegas Rio turun. Menyebrang jalan menuju rumah Hana. Ia abaikan pandangan beberapa orang
Read more
Usaha Rio
Rio duduk membeku di kursinya. Perasaan begitu canggung menyelimuti hati laki-laki itu. Semenit saja ditinggal Hana di sini membuat jantungnya berdegub kencang. Khawatir sang empunya rumah tiba-tiba datang dengan wajah sangar.Kedua jemarinya bertaut. Meremas, seolah saling menguatkan. Hening. Ruang tamu berukuran besar itu tak menimbulkan suara, selain detik jarum jam yang terus berjalan menjemput menit. Suara riuh rendah serta dentingan sendok dan garpu menghantam piring, terdengar samar dari rumah sebelah. Kurang dari lima menit Hana kembali. Ia duduk persis di kursi semula. Tangannya menggenggam sebuah amplop coklat. Sedetik kemudian Hana meletakkan amplop itu di atas meja. Mendorongnya mendekat ke arah Rio. "Ini uang yang tempo hari kau berikan untuk nafkah anak-anak. Silakan ambil kembali jika memang kau membutuhkannya," ucap Hana dengan maksud merendahkan. Perempuan itu bukanlah tipe yang suka mencari musuh. Namun, sikap Rio membuatnya tak mampu lagi untuk membendung ben
Read more
Kian Genting
Rio bangkit. Percuma saja ia menunggu di sini karena bantuan tak akan pernah ada, tapi kepalanya bertambah nyeri. "Ingat, ya. Aku akan melakukan hal serupa jika kalian memohon meminta bantuanku nantinya!" seru Rio dengan murka. Ia ke luar dengan wajah memerah. Membanting keras pintu mobil miliknya. Tak ia pedulikan mata para pelanggan Hana yang menatap aneh ke arah mobilnya. Meraih ponsel yang ada di saku celananya. Satu-satunya yang masih tersisa adalah rumah yang ia bangun di kota yang sama dengan ibunya.Menyiapkan telinga untuk mendengar ocehan sang mama. Lama ia menatap nama kontak pada layar ponsel yang menyala dengan keputusasaan. Belum sempat ia menekan tombol hijau untuk menelepon sang Mama. Ponsel Rio berdering. Nampak nama Rudi rekan sekantornya sebagai penelpon. Gegas Rio menggeser tombol dial agar panggilan segera tersambung. "Ada apa, Rud?" tanya Rio tanpa basa-basi. "Kamu disuruh Pak Bambang menghadapnya sekarang juga, Yo," ucap suara dari seberang sana. Rio ter
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status