Semua Bab Amplop Isi Lima Ribu: Bab 31 - Bab 40
42 Bab
Kesombongan Cindy Dibayar Tunai
Segala sesuatu bisa saja terjadi, tiada terduga, tanpa direncanakan. Kun fayakun.*Bukan hanya Bu Tejo dan keluarga yang mulai menata hati lebih bahagia, Bu Wati dan keluarga juga ikutan senang. Bukan apa-apa, hidup tanpa ada yang memusuhin adalah nikmat yang sangat dirindukan. Tidak harus terlalu akrab, tapi cukup tidak memendam kebencian. Tidak janggal saling menyapa dengan ramah kalau bersua. Itu saja sudah lebih dari cukup. Bu Irma, tersangka atas percobaan ingin membakar rumah Bu Wati dan memfitnah Sheila beserta ibunya telah pindah secara mendadak dari kampung Mamirpir. Rumah dijual lebih murah saking panik dan takutnya berurusan dengan hukum. Bukti rekaman percakapan itu bisa jadi senjata berbahaya jika diviralkan oleh netijen yang dahsyat. Mau tak mau, aparat bisa dengan cepat tanggap menangkap mereka tanpa peduli dengan sogokan materi. Bu Irma berpikir, jika seandainya mereka tidak berakhir di balik jeruji besi, tapi sanksi sosial pun akan tetap berlaku. Dighibahin dan ju
Baca selengkapnya
Saatnya Jujur
"Ya ampun, cocok banget di badan kamu, Cindy. Gak ada gatal-gatal, kan?" Retno mengulum senyum. Mereka duduk sebentar di musalla pom bensin sembari menunggu mobil yang satu lagi. "Kalau saya itu beli baju yang penting adem. Entah kenapa, ya, meskipun saya belum punya anak, tapi selalu mikir kalau beli pakaian harus bisa dipakai saat punya anak nanti. Sebagai ibu, memberi ASI itu adalah kewajiban kita. Jangan sampai karena ingin terlihat gaya sampai zalim sama anak. Padahal disambut bahagia saat baru lahir," imbuhnya. Cindy menganggukan kepala dengan kaku. Ucapan perempuan yang sedikit lebih tua darinya itu ada benarnya. "Sudahlah, Re. Jangan bicara begitu lagi. Kasihan Nak Cindy," bisik Bu Wati, menyenggol adik iparnya. "Biarin aja, Mbak. Yang aku katakan bener kok. Biar dia tidak terlalu sombong.""Tapi, kan …."Bu Wati tak meneruskan ucapan karena melihat rombongan telah sampai. "Tadi hampir mau nabrak anak kecil yang ngejar bola ke tengah jalan. Untung saja Pak Dimas bisa ng
Baca selengkapnya
Siapa Dia?
"Kami juga kaget, tapi gak sekaget kamu, Cin. Ada apa?" bisik Retno, tersenyum sinis. Mereka sengaja duduk berdekatan karena si kecil sedang tidur di pangkuan perempuan berkulit agak gelap itu. Cindy tersenyum hambar. Suaranya tadi yang lumayan kencang membuat semua pandangan tertuju padanya. Dia yang awalnya berniat mau memamerkan kekayaan, tapi sekarang dia malah seperti tak ada apa-apanya. Zidan berusaha dari nol, sedangkan ia dan suami memulai bisnis dengan modal dari keluarga. Andai tanpa bantuan dana orang tua dan mertua, mungkin mereka bukan siapa-siapa. Jangan menilai seseorang dari luarnya saja. Mungkin itu tepat dan ada benarnya seperti yang diperlihatkan Zidan saat bertandang. Memang tak ada yang menanyakan apa usahanya, tapi penampilan yang sederhana membuat Cindy berpikir kalau Zidan hanyalah orang yang mau menumpang hidup enak dengan menikahi Najwa. "Jadi Abang pemilik sambal kemasan ini? Lalu kenapa saat makan di rumah Mama gak bilang apa-apa?" cecar Najwa. Suaranya
Baca selengkapnya
Lemari Rahasia
"Jerikho? Kamu juga di sini? Kok bisa?" cecar Cindy saat melihat sepupunya juga datang. Tanpa saling tahu. Setelah kabar pernikahan Najwa ditetapkan, mereka tak pernah bicara. "I-iya, Mbak. Jadi kalian di sini sebagai keluarga dari mempelai perempuan?""Iya. Jadi kamu kenal Zidan juga?" Cindy balik bertanya. Bahu pemuda yang lebih putih dan tampan dari Zidan itu terkulai. Dia memang menaruh hati pada Najwa sejak pertama kali berjumpa. Diam-diam menyukai adik ipar dari kakak sepupunya hingga suatu hari meminta Cindy menjodoh-jodohkan mereka. Namun Najwa dengan tegas menolak karena hatinya sudah terpaut pada seorang pemuda biasa. Bertahun-tahun berbisnis bersama, pemuda yang yang kini berusia 28 tahun itu harus patah hati lebih dalam. Belum cukup sakit hati karena ditolak, sekarang dia harus dihadapkan pada kenyataan kalau perempuan idamannya harus menjadi pendamping rekan bisnisnya. Jerikho memiliki gerai minimarket dan menjual kembali aneka sambal milik Zidan. Dia sering bertandan
Baca selengkapnya
Suapan Untuk Sheila
"Antara Bu Tejo dan Bu Irma, sebenarnya gak ada yang layak dipilih. Sama-sama nyebelin dan sombong. Kalau Bu Irma memilih kabur, Bu Wati kembali ke perantauan, jadi bakalan Bu Tejo yang kembali merasa berkuasa. Secara kan, harta dia sudah dikembalikan adik-adik iparnya. Dia kaya-raya lagi. Dia pasti semakin sombong. Pas miskin saja dia masih belum berubah. Belagu.""Bener banget, Bu. Dia pasti makin sombong lagi. Saya sering sakit hati dibuatnya. Makanya saya semangat sekali memukulinya tanpa bukti yang jelas malam itu. Terlanjur greget, saya kebablasan mendapat momen bagus. Coba aja ada kesempatan lagi."Gelak tawa pun mewarnai obrolan."Bener, Bu. Tapi untunglah kita gak dipenjara. Tahu gitu, kukasih cabe rawit giling saja bibir Bu Tejo biar jontor."Gelak tawa ibu-ibu yang pernah sakit hati pun membahana sekali lagi. Langkah Bu Tejo yang berniat mau belanja di warung kelontongan berhenti."Kalau boleh milih, ya, kan, mending Bu Wati balik ke kampung ini. Dia orangnya baik, ramah da
Baca selengkapnya
Pertemuan Mengharukan
Tangan Bu Tejo bergetar mengambil sendok, entah kenapa canggung di dekat anak-anak. Bulir bening di pelupuk mata Bu Tejo dan Sheila, tak bisa diajak kompromi lagi, jatuh tanpa permisi. Sheila pegangi pergelangan tangan perempuan yang memberikannya kejutan manis hari ini, menuntun tangan ibunya agar pas masuk ke mulut. Senyum Rio tercetak jelas melihat ibu dan adiknya terlihat akrab. Ia pun berinisiatif menyuapi dua perempuan itu bergantian. "Assalamualaikum, Bu Tejo!""Masuk! Gak dikunci kok." Bu Tejo buru-buru mengusap wajah. Seseorang masuk kedalam dalam rumah dengan menjinjing satu kantong kresek. "Wah, lagi makan, ya. Maaf menganggu. Ini saya bawa titipan sambal dari Mbak Wati. Katanya buat Bu Tejo, titip salam agar cepat sembuh," ujar perempuan itu, meletakkan kresek berisi sepuluh botol sambal aneka rasa. "Alhamdulillah, makasih, Retno. Baik sekali mereka. Kebetulan saya belum belanja kebutuhan dapur. Ini bisa menambah nafsu makan."Retno melempar senyum. Sebenarnya dia mal
Baca selengkapnya
Tante?
"Astaghfirullah, sampai lupa ngajak kalian masuk. Ayo semuanya, kita ngobrol di dalam!"Bu Isma merangkul bahu perempuan yang seumuran dengannya. Dia sebenarnya lebih muda beberapa bulan dari Bu Tejo, tapi nikah muda dan cepat dipercayai keturunan. Itu sebabnya putra pertama Bu Isma lebih tua dari anak sulung sahabatnya. Namun, karena Bu Tejo pernah cerita dia lebih tua sedikit, jadilah Sheila lebih nyaman menyebut Bu Isma dengan sebutan tante. Terlebih wajah perempuan paruh baya itu kelihatan lebih muda dari ibunya. "Hai, siapa namamu?" Jerikho mengulurkan tangan untuk bersalaman. Sheila menatap sekilas, lalu mengambil tasnya dan masuk mengikuti yang lain. Rio sudah kebelet mau ke toilet dan tak menunggu kakaknya lagi sehingga tinggal mereka berdua. "Sombong banget, sih? Atau ada perasaan yang harus dijaga? Oh, atau laki-laki tadi calon suamimu?" cerocos Jerikho asal. Dia ingin mendengar suara perempuan itu. "Sembarangan. Dia itu adikku dan … Anda jangan terlalu sok akrab," cetus
Baca selengkapnya
Nomor Misterius
Assalamualaikum dan semangat sore, Bestie😍😍Kemesraan iniJanganlah cepat berlaluKemesraan iniIngin kukenang selaluHatiku damaiJiwaku tentram disampingmuHatiku damaiJiwaku tentram bersamamuSuara pengamen itu ternyata cempreng dan tidak nyaman di telinga. Untung saja dia menyanyikan intinya saja. Selembar uang warna biru diberikan Zidan pada lelaki itu. "Makasih, Mas. Semoga umurnya panjang dan rejeki berlimpah."Pemuda itu terlihat senang, bagai mendapat rejeki nomplok. Mengusap dada berkali-kali. Kelihatan kalau uang itu sangat berharga buatnya. "Ngapain dikasih banyak sih, Bang? Lagunya aja gak enak," protes Najwa setelah pemuda bercelana sobek-sobek di lutut dan betis itu pergi. "Gak apa-apa. Dia gak ngemis loh, Sayang. Sekalian biar kamu gak kelamaan malunya sama dia," kekeh Zidan. Najwa mengerucutkan bibir. Wajahnya masih sedikit memerah karena salah paham tadi. "Habisnya itu orang emang ngeselin, kok. Dia bilang tante sambil menatapku."Bu Wati tertawa sekilas. Mena
Baca selengkapnya
Rengekan Rio
"Oh, jadi kamu jatuh cinta sama seseorang, tapi dia memilih yang lain? Gak nyadar gitu kalo kamu sudah suka sama dia sejak duku?"Sheila mengangguk."Kok bisa sama, ya?" tanya Jerikho dengan kening berkerut. Setelah berbagai cara dan alasan dia lakukan, akhirnya gadis bernama Sheila itu mau bicara dengannya. Dia tertarik pada gadis kampung itu sejak pertama berjumpa. Entahlah, apakah karena dia sedang galau setelah gadis yang dulu menolaknya telah menikah dengan rekan bisnisnya. Dunia terkadang sesempit itu. Tak bisa dihindari, padahal sudah mati-matian berusaha menjauh.Awalnya gadis yang sudah konsisten berjilbab itu cuek, lama-kelamaan mau diajak bicara. Sheila hanya menganggap teman karena sadar kalau dia sedang putus asa, merasa tak akan ada yang bisa menggantikan posisi Zidan di hatinya. "Sama? Maksudnya Bos juga di tinggal kawin sama cewek yang Bos suka?" "Ya, begitulah. Parahnya, aku datang di acara mereka tanpa tahu kalau pengantinnya adalah perempuan yang mematahkan hatiku
Baca selengkapnya
Berkumpul dengan Keluarga
Beberapa tahun kemudian, berketepatan pada bulan syawal, rumah Bu Wati begitu ramai. Akan ada acara bahagia. Anak, menantu dan cucu-cucu serta kerabat sedang makan berbagai olahan khas hari raya. Cucu kembar jandanya Pak Imran itu paling heboh. Karena merasa paling tua di antara anak-anak lainnya, yang perempuan terus mengkoordinasi sepupunya untuk tertib. Namun, yang satu lagi malah bikin ulah, suka menjahili yang lain.Di sana ada Bu Tejo juga, memakai kaca mata karena penglihatannya sedikit mulai terganggu. Berulang kali dia mengusap mata yang menghangat. Tahun ini tidak ada anak menantunya yang menemani. Begitu pulang solat idul fitri, dia langsung diajak Bu Wati ke rumahnya.Rio dan istri sedang pergi liburan beberapa hari yang lalu dan mengabarkan belum bisa pulang. Mungkin beberapa hari lagi. Bu Tejo sangat kesepian dan akhirnya tak menolak tawaran bertandang ke rumah orang yang paling sering membelanya."Nenek! Lihat! Si Erlang nakal!" seru Vania, putra dari Ahmad yang berusia
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status