Semua Bab CALON MERTUAKU : Bab 11 - Bab 20
108 Bab
Keinginan Untuk Pulang 1
Di dalam kamar, aku tidak bosan-bosannya memandang perhiasan emas pemberian Om Andi. Ke mana tadi marahku dengan dia? Semua menguap begitu saja tanpa ada jejak. Ingin kasihan dengan diri sendiri sebenarnya. Betapa mudahnya aku dibujuk dengan kilau harta dunia. Ya, orang hidup juga butuh biaya. Aku mendengar suara Om Andi memanggilku. Lekas aku rapikan rambut yang berantakan dan baju aku turunkan agar menutupi pinggang. Aku minta beliau menunggu sebentar. Satu set perhiasan emas itu aku gunakan agar aku terlihat lebih cantik. Apakah wajar yang aku lakukan hal seperti ini? “Iya, Om, kenapa?” tanyaku dengannya, nada bicaraku tidak lagi tinggi seperti tadi. Kurasa bukan Om Andi pelakunya. Mungkin saja … iya, bisa jadi itu arwah Bang Angga. “Ini tiket speed boat untuk pulang besok.” Calon mertuaku menyodorkan lembaran tiket yang masih baru. Senyumku langsung sirna.“Oh, iya ,ya, besok Indah sudah pulang.” Aku mengambil dan mengucapkan terima kasih. Ingin kuganti uang tiketnya tapi dia t
Baca selengkapnya
Keinginan Untuk Pulang 2
“Om besok mengantar kamu agak siang ke pelabuhan. Karena pagi harinya harus mengurus getah untuk ditimbang. Kamu sendirian pagi di rumah, ya.” “Oke, Om,” jawabku santai aja.Sampai di rumah aku memasak bahan yang diantar oleh orang ke rumah Om Andi. Walau sebenarnya aku sangat lelah. Ada kepiting, lalu aku buat saja sup ditambah dengan jagung rebus. Makan malam kami berlangsung cepat. Kata Om Andi dia kelelahan. Kami masih ke kamar masing-masing. Aku mengganti baju tidur dengan gaun yang pendek sampai ke lutut. Tidak ada lapisan luar lagi karena malam ini cuaca agak hangat. Terasa dari ujung rambut sampai kaki. Aku membaringkan diri di kasur kapuk. Selama di sini ponselku seperti tidak ada gunanya. Detik demi detik mataku berkedip. Perlahan-lahan wewangian menyejukkan itu datang lagi dan membuatku lemas. Aku tidak bisa bergerak dibuatnya. Kembali dalam kepasrahan dan kepatuhan. Namun, tidak ada yang datang, sangat lama aku menunggu. Malam semakin gelap dan aku tidak bisa melihat
Baca selengkapnya
Mimpi Berjalan
Bagian 9 Mimpi Berjalan Satu hari ini aku sudah melewatkan keberangkatan speed boat ke kota. Tiga hari kapal kecil itu akan kembali mengangkut penumpang. Sejujurnya aku menyesal tidak mengikuti nasehat abang awak speed itu. Agar langsung pulang satu jam kemudian. Mana sekarang aku sakit, dan harus diurus orang pula, yang tak lain adalah calon mertuaku sendiri. Dari tadi pagi, sudah terhitung dua kali beliau membantuku makan. Bubur yang dibuat rasanya berbeda-beda terus. Tidak tahu dengan malam ini. Kenapa dia sangat sibuk? Mungkin karena dia kasihan denganku. Aku tidak bisa bangun, kecuali urusan ke kamar mandi. Itu pun jalan memegang dinding. Om Andi melihat tapi tidak mau menolong. Ya, mungkin dia lelah. “Nora, Om boleh izin masuk?” Suaranya membuyarkan lamunanku. “Iya,” jawabku. Lagi pula dia sudah bolak-balik ke sini dari pagi. Apa yang harus aku curigakan?“Sudah bisa makan sendiri. Ini ada bubur pakai kepiting. Kamu harus makan baru bisa minum obat.” Ceramah yang sama, suda
Baca selengkapnya
Penghuni Cermin 1
Aku turuti saja apa kata Om Andi. Rumah benar-benar aku asapi semuanya dari lantai bawah dahulu. Di kamarku tidak usah saja, karena aku merasa seram. Masih teringat dengan sosok yang mendekap hingga membuatku kecanduan. Semoga saja dia tidak pernah datang lagi, karena kalau datang aku takut aku yang akan menyambutnya. “Permisi, Om, Indah masuk kamar, ya.” Aku berbicara sendirian agak kuat seolah-olah orangnya ada di rumah. Ya, si Om sudah pergi karena ada pekerjaan katanya. Tadi dia sempat bertanya apakah aku ada titip. Tentu saja, aku meminta bolu atau apalah roti begitu. Sudah kusodorkan uang tapi dia tidak mau. Ya, terserah saja asalkan barang datang. Jengkal demi jengkal kamar Om Andi aku asapi. Mulai dari sudut ke sudut. Lalu aku memutari kasurnya yang ditutup kelambu. Apa, ya? Pikiranku jadi ke mana-mana. Tadi malam aku tidur di sana. Persis seperti pengantin, untung saja bajuku masih tertutup. Ah, sebenarnya apa yang aku harapkan? Isi kepalaku tidak jelas. Aku memegang sprei
Baca selengkapnya
Penghuni Cermin 2
“Oh, iya, tadi kamu bilang takut. Takut apa?” tanya Om lagi. “Takut hantu, Om. Yang ada di lantai dua kamar paling pertama. Dia ada di dalam cermin rambutnya acak-acakan, dia suruh Indah pergi dari sini,” jawabku sambil membuka bungkusan kue bolu. Aku potong pakai pisau dapur. Tak lupa aku berikan beberapa potong buat Om Andi. Sepertinya kami akan bercerita banyak. “Terus kenapa kamu tidak pergi setelah disuruh sama dia?” Benar, kan, dia menaggapi cerita soal hantu di atas. “Om pelihara hantu, ya? Apa jangan-jangan hantu kepala terbang itu peliharaan Om, terus yang masuk ke kamar Indah, terus dia …” Aku terpaksa berhenti. Malu menceritakan apa yang sudah terjadi di kamarku. Karena aku tidak menolak sama sekali. Justru aku menahan agar tubuh itu tidak hengkang dari pelukanku. “Terus apa? Kenapa berhenti.” Om Andi meminum air putih usai menghabiskan sepotong bolu. “Terus Indah bangun, makhluknya berniat jahat membunuh Indah.” “Oh, kirain berniat yang lain.” Senyumannya begitu je
Baca selengkapnya
Terduga
Aku ikut ke mana Om Andi pergi. Tentu saja setelah menggunakan baju yang pantas seperti katanya. Sepertinya aku cari mati saja. Sudahlah di desa ini tidak kenal dengan siapa-siapa selain calon mertuaku. Ikutan pula sok ramah bukan main. Hasilnya aku dipandang oleh ibu-ibu di sini. Bahkan ada anak kecil yang melihat sambil menunjukku. Kemudian mereka bisik-bisik. Duh, kalau sudah seperti ini ingin rasanya aku cari di mana Om Andi, tapi tidak mungkin. Dia tadi sedang sibuk membantu pengurusan jenazah temannya. Aneh sekali kalau dipikir-pikir. Tiba-tiba saja meninggal. Padahal tadi malam saat berkunjung teman Om Andi masih baik walau batuk-batuk.Satu jam kemudian akhirnya calon mertua menyambangiku. Dia terlihat berpeluh di bawah terik matahari, dan aku sempat pangling melihatnya. Astagah, isi kepalaku di tengah orang ramai kenapa harus seperti ini? “Nora, sebaiknya kamu pulang sendirian. Tidak baik kamu di sini lama-lama. Pihak keluarga teman Om tidak suka dengan kamu.” Perkataan Om
Baca selengkapnya
Kedatangan Anton 1
Aku bangun di pagi hari dengan agak lesu. Sosok misterius itu tak lagi mendatangi kamarku. Ya, sudahlah mungkin dia iseng saja padaku. Aku yang terlalu memainkan perasaan. Padahal wajahnya saja tidak aku lihat. Aku bangkit dari pembaringan dan membersihkan diri di kamar mandi. Rumah terasa sepi, Om Andi sepertinya tidak ada di rumah. Tidak aku dengar suara berisik dari tadi sama sekali. Selesai mandi tiba-tiba saja calon mertuaku datang. Dia masuk menerobos dari pintu depan. Ada yang aneh dari diri Om Andi. “Om, itu kenapa lehernya berdarah.” Ih, aku ngeri melihatnya. Masak, sih, tidak terasa sakit sama sekali. Lekas aku ke kamar dan memberikannya tissue.“Oh, ini tidak apa-apa, Nora. Bukan darah, Om.” Iya, bener, Om Andi membersihkan dengan tissue, tapi bekas goresan atau gorokan pisau gitu, tidak ada sama sekali. Terus, darahnya berasal dari mana? “Jadi darah siapa, Om?” “Om tadi ke kebun pagi-pagi. Ketemu ular, jadi Om bunuh, mungkin darah binatang itu. Kamu tumben pakai baju
Baca selengkapnya
Kedatangan Anton 2
Iya juga, ya. Dulu aku pernah bertanya kenapa Bang Angga tidak ke kampung duluan bilang sama orang tua untuk mengurus pernikahan. Kata Bang Angga itu urusan gampang. Ayahnya pasti setuju. “Maaf, Ayah, saya sibuk dinas.” “Ingin rasanya Ayah bilang kalian anak durhaka. Tapi … kalian tetap anak Ayah. Kapan pesta pernikahannya. Maaf, Ayah tidak akan bisa datang.” Wow, sepertinya Om Andi merasa tidak dihargai sekali. “Ehm, tiga bulan lagi Ayah,” jawab Anton. “Sudah kamu ajak tidur anak orang?” “Ayah!” Suara Anton langsung meninggi. “Tinggal jawab saja apa susahnya.” “Saya bukan seperti Ay—” “Sabar, Anton, sabar, bukan begini caranya bicara dengan orang tua.” Tukang ojeg yang kemarin kelihatan melerai perdebatan ayah dan anak. “Belum, Ayah, saya menjaganya dengan baik.” Anton, kelihatan sekali dia berusaha meredam amarahnya. “Abang, tak baik bertanya aib orang, Bang. Walau memang benar mereka pernah, tapi bukan harus ditanya terang-terangan begini.” Hmm, tukang ojeg kemarin meman
Baca selengkapnya
Pergi atau Tinggal 1?
Malam ini malam terakhirku di rumah Om Andi. Setelahnya aku tidak akan datang lagi ke mari. Karena apa? Selain karena tidak ada hubungan kekerabatan sama sekali. Desa ini juga sangat jauh, bisa pegal-pegal aku kalau sering bolak-balik. Sekalipun alasan Idul Fitri, rasanya tidak masuk akal. Tiba-tiba saja aku memikirkan nasib Om Andi yang akan aku tinggal sendirian di sini. Sudahlah Bang Angga meninggal, Anton dinas jauh dan aku rasa tidak akan ada ceritanya menetap di sini. Apalagi namanya polisi, kadang pindah dinas sana sini bisa sampai lupa dengan kampung sendiri.Om Andi sendirian di masa tua, tanpa istri, tanpa anak, tanpa cucu. Kasihannya. Ah, tapi lebih kasihan diriku. Sudah sering dapat nafkah lahir dan batin dari Bang Angga, lalu kehilangan secara mendadak. Jujur saja aku tidak siap, tapi namanya mati siapa yang tahu, bukan? Mungkin Om Andi sedang memikirkan saranku untuk menikah lagi. Agar ada yang merawatnya ketika sakit. Dipikir-pikir lagi fisik Om Andi sangat kuat, ya?
Baca selengkapnya
Pergi atau Tinggal 2
“Abang kenapa?” tanyaku padanya. Baru aku sadar, sosok Tante Nora yang menyeramkan hilang, begitu juga dengan kuburan yang menenggelamkan tubuhku tadi. “Abang kangen sama Indah. Abang kesepian di dalam kuburan.” “Abang nggak kepikiran bawa Indah ke kuburan, kan?” Logikaku seperti mati suri di dalam pelukannya. Ya, sebegitu melenakannya hubungan kami dulu. “Nggak, kalau bisa di sini kenapa harus di dalam kuburan?” “Bang, please ini di tengah hutan.” Aku melepaskan pelukan Bang Angga. “Apa bedanya, tidak ada sama sekali.” Dia menatapku sangat dalam. Sorot mata yang dulu sangat lembut itu kemudian berubah menjadi sangat obsessif. Seperti Bang Angga dengan versi yang berbeda. Aku terlena, jelas sekali dengan tatapan sedemikian rupa. Aku hanya bisa diam saja ketika Bang Angga melakukan hal yang sama padaku lagi untuk yang entah keberapa kalinya. Namun, kali ini rasanya sangat berbeda. Jauh lebih liar dan sanggup menuntaskan dahagaku akan sentuhan dari seorang lelaki berkali-kali lipa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status