All Chapters of BANGKITNYA MENANTU YANG DIHINA: Chapter 11 - Chapter 17
17 Chapters
Bab 11
Tut … Tut.Aku langsung menghubungi Tami, sahabatku. Menanyakan perihal foto yang ia kirim kepadaku. "Assalamualaikum," salam aku ucapkan setelah orang yang ada di seberang telepon mengangkat telepon. "Waalaikumsalam, Ranti. Ada apa? Pasti nanyain soal foto yang tadi aku kirim?" Wanita itu langsung menebak isi kepalaku. Aku tersenyum meski Tami tidak bisa melihat. "Iya, apa benar karya-karyaku bisa diterima pembaca?" tanyaku antusias. Jantung ini bekerja lebih cepat dari biasanya. Meskipun terdengar sepele, akan tetapi bagiku ini begitu luar biasa. Ini kali pertama aku mengirim naskah dan itu langsung diterima oleh pembaca dengan baik. Alangkah bahagianya aku, ini adalah suatu awal yang baik untuk kedepannya. Harapanku satu, aku bisa membungkam mulut sang mertua dengan kesuksesanku."Iya, alhamdulilah. Bagus itu, ayu buruan nulis. Eh, ngomong-ngomong kamu habis lahiran ya? Maaf, aku belum sempat main. Nanti ya kalau ada waktu pasti main ke rumah kamu. Author yang baik hati dan jug
Read more
Bab 12
"Maafkan Ranti, Mas. Uang itu diberikan Bagas sebagai ucapan terima kasih kepada kamu, Mas. Sudah bantu dia buat biayain kuliah hingga bisa seperti sekarang. Dia ngasih uang itu buat biaya persalinan. Terbukti uang itu juga kita gunakan. Akan tetapi, belum juga aku bilang sama kamu soal Itu aku keburu lahiran, Mas. Maafin aku ya?" Tatapanku sendu. Ada rasa menyesal terlihat jelas pada wajah dan juga sikapku. Ya aku menyesal.Huh hahMas Bambang terdengar membuang napas panjang. Aku yakin ada beban berat yang kini tengah ia rasakan. Bukan bermaksud menjadikan beban soal operasi caesar yang aku jalani ini. Akan tetapi, dokter memiliki alasan demi menyelamatkan buah hati. Air ketuban yang terus keluar tanpa diikuti pembukaan membuat janin yang ada di dalam rahim terancam keselamatannya."Semua bisa dibicarakan baik-baik, Bang. Jangan sampai amarahmu membuat kamu gelap mata. Ingat, dia itu ibumu yang harusnya sama kamu hormati. Ya?!" Wanita itu berbicara panjang lebar, membuatku merasa b
Read more
Bab 13
Romlah diam, netranya terus bergerak kesana-kemari. Bambang yang mendengar penuturan Bagas baru saja terlihat menatap adik kandungnya itu dengan seksama. Sorot matanya menggambarkan bahwa ia kini tengah menanti suatu penjelasan."Maksud kamu apa, Gas?" pertanyaan Bambang membuat Romlah semakin gelisah. Wanita itu terus membenarkan rambut kemudian menyelipkannya di antara telinga. "Bu, jelaskan kepada Mas Bambang sebenarnya apa yang sudah terjadi. Agar semuanya jelas dan juga tidak salah paham begini!" Kini giliran Bagas yang meminta wanita itu untuk berterus terang. Bambang yang semula memperhatikan ibunya kini beralih pada Bagas yang duduk tidak jauh dengan Romlah."Tidak ada yang perlu dijelaskan. Sapi-sapi itu dibeli dengan menggunakan uang Ibu. Titik!" ucap Romlah dengan nada ketus. Wajahnya melengos setelah selesai berucap. Tidak ingin menatap Bambang lebih lama."Bu …." Bagas memohon. Akan tetapi, Romlah seakan tidak peduli. Dia tetap dengan pendiriannya. Berdiri dari tempat di
Read more
Bab 14
Setelah terungkapnya kebenaran itu. Bambang tidak lagi datang ke rumah orang tuanya. Dia juga tidak lagi mengungkit-ungkit masalah uang. Yang ada kini justru sibuk menyiapkan sebuah kandang hewan di belakang rumah kontrakan. Wiranti yang semula hanya memperhatikan kini membernaikan diri bertanya."Mas, itu buat apa?""Kandang sapi, Dek.""Kandang sapi?" Wiranti membeo. Bersamaan dengan itu Suminah datang menghampiri. Ikut berdiri di samping sang putri menatap Bambang penuh arti."Kamu dapat uang dari mana buat beli sapi?" tanya Wiranti dengan polosnya. Karena yang dia tahu. Tidak mungkin dia meminta sapi pada mertuanya itu, meskipun gelar ibu kandung di sandangnya tidak mungkin wanita itu rela membagi sapi itu pada anaknya. Bambang yang tengah memukul paku menghentikan kegiatannya. Lantas dia mengusap keningnya yang berkeringat. Menatap kedua wanita yang saat ini memperhatikan itu dengan seksama."Mas mau ngambil sapi yang seharusnya milik kita, Ti.""Maksud Mas Bambang apa? Ranti ng
Read more
Bab 15
"Bambang nekat mengambil sapi milik ibunya. Sekarang ibunya marah-marah!""Astaghfirullah hal adzim," celetuk Ranti spontan begitu juga dengan Suminah. Mereka saling berpandangan. Apa yang ditakutkan terjadi, Bambang nekat dengan keyakinannya."Bagaimana ini, Mak. Ranti tidak mungkin meninggalkan Filzah di rumah.""Emak juga tidak mungkin datang ke sana, Ranti. Emak takut dikira ikut campur.""Kalau begitu kita tunggu saja Bambang di rumah.""Tapi, Mak. Nanti kalau Ibu marah-marah bagaimana? Mas Bambang ngadepin Ibu sendirian, kasihan dia!" Baru saja kedua wanita itu selesai bicara terdengar suara riuh dari luar sana yang terdengar semakin lama semakin mendekat. Ranti dan juga Suminah terus menunggu sebenarnya apa yang terjadi. Tidak butuh waktu lama, segerombolan orang sudah datang membawa sapi dengan berjalan cepat. Begitu juga dengan Mas Bambang dia terlihat menarik sapi betina itu dengan tali yang dikalungkan di leher."Pegang yang kuat, Pak. Kita masukan sapinya ke kandang sekaran
Read more
Bab 16
Semenjak Bambang mengambil sapi paksa dari kandang Romlah selama itu wanita tua itu tidak lagi bertandang ke rumah kontrakan Bambang. Bertanya Kabar melalui sambungan telepon pun tidak. Begitu juga dengan laki-laki itu, dia justru sibuk merawat sapinya. Mencarikan rumput dan membersihkan kandang. Ketika Bambang sibuk di kandang. Ranti tengah makan siang dengan lauk sayur bayam di meja makan. Begitu juga dengan Suminah. Mereka duduk berhadapan menyantap makanan sederhana itu. Sedangkan sang putri dia biarkan tidur di kamar dengan ditutupi kerodong bayi."Nduk, kamu sudah sehat kan? Emak mau pulang dulu, emak kan juga harus ngurus ayam di rumah yang sudah dua Minggu di urus sama tetangga. Masa iya, Emak minta tolong terus. Kan sungkan!" ucap Suminah di sela-sela dia mengunyah makanan. Ranti yang mendengarnya pun mengangguk. Dia sudah merasakan jahitan sudah tidak nyeri lagi. Kontrol ke rumah sakit pun sudah tidak perlu, kata dokter jahitan Ranti sudah mengering dengan sempurna. Apa ya
Read more
Bab 17
"Maksud kamu apa, Mbak?" Toni mengalihkan pandangannya pada Ranti. "Iya, kata Ibu. Beliau menggunakan sapi-sapi meninggalkan bapak untuk membiayai kuliahmu. Jadi sekarang buktikan kalau sekolahmu bukan dari keringat Mas Bambang." Dengan santai Ranti berbicara. Entah keberanian dari mana wanita itu dapatkan. Kini Ranti lebih tegas pada Toni."Haduh, baru ambil sapi saja sudah sombong kamu, Mbak. Apalagi kalau sudah punya banyak sapi," sungut Toni tidak terima mendengar pernyataan Ranti."Amin, makasih ya doanya.""Haist …." Toni mendesah pelan. Dia keluar dari aplikasi game online. Dimana dia kalah ketika berbicara dengan Ranti. Bertambah kesal ketika Ranti bukannya marah justru berterima kasih pada Toni. Ya semudah itu adik ipar Ranti tersinggung. Tanpa mengucap salam maupun permisi Toni meninggalkan Ranti. Dia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Jarak antara kontrakan Ranti dengan rumah sang mertua tidak terlalu jauh. Kisaran lima belas menit saja jika mengunakan motor.
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status