Semua Bab Nikah Yuk, Gus!: Bab 21 - Bab 30
110 Bab
Pelampiasan
Bos Bagong mendobrak pintu kamar. Shofi yang semula mulai terpejam karena kelelahan, tiba-tiba membelalakkan mata. Rasanya baru tiga jam lalu Bos Bagong meninggalkan kamar mewah yang digunakan untuk menyekab kebebasannya, rasanya baru tadi ancaman dilayangkan penuh bara emosi, juga belum lama ia merasakan hening mengalir dengan tentram di penghujung malam. Lagi-lagi lelah yang hendak diistirahatkan terganggu gebrakan kasar Bos Bagong. "Apa yang kau minta kepada Tuhan?" sentak Bos Bagong sambil menendang lutut Shofi. Gadis itu terduduk di lantai, bersandar badan dipan yang keras, kedua tangan diikat erat, bibir dilakban hitam, anak-anak rambut berserak di kening. Kalau saja kedua tangannya bebas, jilbab kusutnya sudah dirapikan sejak tadi. Bos Bagong menarik lakban dari bibir Shofi dengan kasar. Suara merintih terdengar nyaring, menyayat hilir malam yang akan berakhir. "Beginikah caramu memperlakukan manusia? Kau sungguh tidak manusiawi, Pak!" "Persetan! Apa yang kau kirim ke langi
Baca selengkapnya
Ruang Kosong
Pagi tiba lebih awal. Sejujurnya pergerakan detik tidak pernah berubah, senantiasa stabil tanpa memgurangi atau menambahkan kecepatan. Sayangnya bagi Gus Farhan yang kesulitan tidur tadi malam tentu pagi terasa berbeda dari biasanya. Dari bingkai jendela masjid, ia memandangi lahan sawah nan luas, mengembangkan pikiran pada hal-hal abstrak yang tidak seharusnya ia lakukan. Jamaah subuh santri telah menutup bacaan Al-Quran. Mengemas langkah usai merapikan sajadah dan membersihkan area sembahyang. Gema ayat suci yang semula menentramkan jiwa, tetiba dipangkas kesunyian dalam kedamaian waktu esok. Kang Zaki menghampiri Gus Farhan, menanyakan lamunan yang diedarkan oleh tatapan hampa. "Mau olahraga tidak, Gus?" tanya Kang Zaki sebagai basa-basi, niatnya untuk memecah lamunan Gus Farhan. Sebetulnya ia hendak mengajak keluar dari masjid. Pasalnya sudah tidak ada santri di sana, berdiam diri dengan lamunan alias bengong terlalu lama bukanlah perbuatan baik. Di luar sana, santri laki-laki
Baca selengkapnya
Gus, Munafik!
Faktanya pesan yang diharapkan sampai ke Abah Aziz dihalau oleh takdir. Pemuda pencuri foto Gus Farhan sedang berada di diskotik itu berkali-kali melenguh napas kesal, sebab kontak Abah Aziz sudah tidak aktif. Ia menanam kecewa atas tindakan Gus Farhan yang mangkir di tempat terlarang, bukan karena ia merasa sok suci dengan menghakimi perbuatan orang lain, tetapi kesal karena sosok yang diidolakan banyak mahasiswa itu terciduk duduk di hadapan miras—meski itu bukan minuman Gus Farhan. Selama ini Mahes sering mengikuti kajian kampus bersama Gus Farhan. Biasanya ada kegiatan rohani yang memang diselenggarakan secara rutin. Gus Farhan mendapatkan kepercayaan dari pihak kampus untuk membimbing jiwa lena para mahasiswa. Setidaknya ucapan dan perilaku Gus Farhan pernah didengar dan dijadikan panutan kaum muda. Mahes sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran Gus Farhan hari itu. Ia sudah terlanjur sengasara karena rekan dekatnya sekarat di rumah sakit, tambah dengki karena figur yang dik
Baca selengkapnya
Orang-orang yang Putus Asa
Kepala Shofi berdenyut-denyut hebat. Ia menggigil sementara perut dirasa mual. Akibata jatuh dari tangga beberapa hari lalu, juga pencernaan yang dibiarkan kosong. Sampai detik itu Shofi masih terdiam di dalam sekapan. Juned menengok ke gudang tiga kali sehari, waktu-waktu makan, sementara penghuni rumah mewah itu berkasak-kusuk sampai terdengar telinga Shofi. Kebetulan sekali gudang terletak pada deretan kamar mandi. Siapa pun yang singgah untuk mandi atau sekadar buang hajat, spontan akan melirik sebuah pintu tertutup rapat yanag sering digunakan untuk mengurung penghuni baru. Jadi selain engap, gudang itu menguarkan aroma busuk yang pantas saja membuat perut Shofi mual. "Sungguh memuakkan, hanya karena dia memakai jilbab, tubuhnya masih suci sampai detik ini," seloroh wanita berambut cepak yang baru selesai mandi. "Dia hanya sedang beruntung, ketahuilah Bos bukan orang yang mudah melepas mangsanya," "Tetapi aku merasa cemburu, kita terus dipekerjakan, tanpa peduli rupiah yang d
Baca selengkapnya
Pingsan
Juned memutar pegangan pintu, tangan kanan membawa sepiring makanan lengkap dengan lauknya sementara tangan kiri menyentuh sakelar lampu. Ruang yang semula dipenuhi dengan kegelapan mendadak terang benderang. Lihatlah, sekujur tubuh Shofi yang telah rebah di atas lantai. Jilbal koyak, kain sekusut lap pel dan bibir kering kerontang retak -retak. Ia sudah lemah, suaranya juga tak sanggup memberi pembelaan. Juned menendang kaki Shofi. Ah bahkan kaki Shofi sebeku es di freezer, dingin tak mampu dipijakkan. "Bangun!" "Kau tetap harus hidup, jika tidak Bos Bagong akan membunuhku!" "Brengsek! Bangun!" Juned menambah kekuatan. Tendangan semakin ditekan, tetapi Shofi tidak memberikan respon. Dua bola matanya tertutup rapat. "Bangun, makan!" Juned menyorongkan makanan ke arah bibir Shofi. Gadis itu sungguh tidak sadarkan diri. Embusan napas lepas keluar pasrah. Bos Bagong tentu akan marah-marah. Juragannya itu selalu tidak mau mengaku salah. Sejujurnya jika dipikir-pikir, kesalahan terle
Baca selengkapnya
Hama
Siang itu Gus Farhan buru-buru menyandang jaket dan kontak mobil. Ia mengabaikan Umi yang mengajaknya makan. Kebetulan sekali hari itu akhir pekan, Abah Azis sedang mengosongkan jadwal dakwah keluar pesantren. Khusus hari itu ia ingin kumpul keluarga—makan di rumah bersama Gus Farhan juga Umi. "Maafkan Farhan, Mi. Farhan mau bertemu seseorang!" "Makan sebentar, apa tidak bisa? Umi sudah memasakkan sayur kesukaanmu, sop gambas dan tumis kangkung." Sayangnya pesan dari salah satu mahasiswa yang pernah mengikuti kajiannya di kampus, membuat langkah Gus Farhan serupa dikejar deadline. Hentakannya begitu meyakinkan penuh tekanan. Ada tempat yang dituju, sesuatu yang membuat kursi makan untuknya tidak bisa disinggahi. "Farhan makannya nanti setelah pulang dari rumah sakit ya, Mi." Gus Farhan menawarkan pilihan lain. Seketika wajah Umi dipenuhi dengan mendung. Namun, sebagai ibu yang baik, ia berusaha memahami prioritas putranya yang tengah dewasa. "Memangnya ke rumah sakit mau jenguk s
Baca selengkapnya
Pemberani
Bos Bagong menatap kondisi Shofi dari ambang pintu. Selang infus tergantung menjadi jalan cairan demi menopang energi tubuh Shofi. Di luar rumah berlantai tiga itu, pepohonan rindang sedang menhantarkan doa dalam sepi yang senyap. Dingin dan embun-embun di permukaan daun siap mengamini. Ada sekelumit perasaan perih yang tiba-tiba menimpa hatinya. Sesal tidak tanggung-tanggung karena membeli Shofi—gadis yang masih memiliki kesucian dan kehormatan tinggi itu. Sekelebat bayangan Putra menyembul di permukaan lukisan kuda yang tergantung di atas dipan. Kuda-kuda itu seolah sedang menghantarkan kehadiran Putra. Anaknya membeku di rumah sakit, dengan sesal tiada ujung, dengan penderitaan kaki lumpuh, dengan semangat hidup yang tidak lagi berkobar. Beberapa hari terakhir Putra memang kelihatan murung. Shofi sudah dirawat dua hari, infus telah habis lima kantong. Kondisinya mulai membaik. Aura pucatnya lenyap perlahan. "Bagaimana, Bos?" tanya Bawon. Bawon sedang berkunjung ke markas Bos Ba
Baca selengkapnya
Hal Baru
Hari itu ... hari yang sesungguhnya sangat tidak dinantikan oleh Putra. Rasanya ia ingin selalu rebah di bangsal rumah sakit, menikmati sepoi angin pagi yang berembus menggoyangkan gorden jendela, memperhatikan wajah-wajah merenung di taman rumah sakit dari kacanya, mengintip ekspresi malam yang tergambar begitu pedih, dan tenggelam dalam suasana sepi yang sesungguhnya teramat menyiksa. Kondisi fisik Putra dikabarkan telah pulih, hanya saja ia tidak bisa berjalan sebagaimana dahulu kala. Kini, kursi roda akan menjadi langkah kakinya. Pulang menjadi momok mengerikan. Kunjungan tetangga yang menanyakan kabar kesehatan, menuntut diurainya tragedi kecelakaan, membuatnya muak. Akan tetapi, Putra dan Bu Ika tinggal di pedesaan. Mereka harus mengikuti aturan adat yang tertanam di dada lekat penghuninya. Putra mendadak menjadi pemurung, meskipun berkali-kali diberi sapaan oleh warga, ia kerap menekuk wajah, memasang ekspresi datar tanpa peduli dengan senyum ramah tamah mereka. Bos Bagong, not
Baca selengkapnya
Pria Mabuk
"Anda tidak berhak mengatur penampilan pelayan di tempat ini!" seloroh Bawon menahan emosi. Shofi sibuk mengelap pakaiannya. Lonjakan kaki para penikmat malam tetiba berhenti. Mata-mata mulai memusatkan pandang kepada Shofi. Meraka merasa heran dengan penampilan Shofi. "Hei, jangan tampil sok alim! Berpenampilan suci di tempat keruh justru lebih menakutkan!" Orang lain tertawa. "Saya juga tidak ingin berada di tem..." "Sudah, kembali ke tempat masing-masing. Pelayan ini adalah tanggung jawabku, bukan urusan kalian!" bela Bawon dengan nada agak tinggi tetapi kalimat yang jauh lebih sopan ketimbang ketika berbicara dengan Shofi. "Pelayan barumu itu membuatku risih! Orang berjilbab tidak pantas berada di lokasi dugem begini!" Faktanya bukan hanya Shofi, meski menjadi kaum minoritas, tetapi dia tidak seorang diri di sana. Ada beberapa kaum hawa yang memakai jilbab dan duduk di kursi kayu, menikmati alunan musik, memesan minuman yang tidak mengandung alkohol, ikut berpesta walau eng
Baca selengkapnya
Berita Buruk
Asmaul Khusna. Pesantren yang mengajarkan ilmu agama Islam itu diramaikan dengan alunan suci ayat-ayat Al-Qur'an. Suara para santri menggema ke penjuru dindimg masjid, kemudian keluar melalui celah ventilasi udara. Suara-suara itu menjadi sayap yang terbang menuju langit timur, memeriahkan senja yang keemasan dengan kemegahan warna oranye di antara matahari tenggelam. Kawanan burung pipit pulang usai lelah beranjangsana mencari makan. Hari yang sungguh indah itu disambut dengan kabar menggemparkan pondok. Kang Zaki sedari tadi hilir-mudik di depan kantor putra, absen dari tadarus sore karena mengkhawatirkan nasib Gus Farhan. Pasalnya orang yang membenci Gus Farhan membeberkan fitnah di media masa. Berita Gus Farhan terciduk sedang berkunjung ke diskotik beredar di mana-mana. "Gus ... memangnya benar panjenengan pergi ke diskotik?" Kang Zaki berpura bodoh, padahal dia tahu sendiri jawabannya. Gus Farhan memang pergi ke diskotik bukan hanya satu atau dua kali saja. Ia mengintai Anggi,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status