All Chapters of Janda Tawanan Dokter Reinhard: Chapter 11 - Chapter 20
23 Chapters
11. Dua Mata Pisau
Arika berjalan dari berbelanja. Mengenakan sweater rajut berwarna putih dengan kerah turtleneck untuk menutupi kiss mark nya. Arika berjalan dengan senyum di wajahnya."Seenggaknya saat aku keluar dan berbincang dengan para penjual yang begitu ramah bisa membuatku terhibur dari sesaknya hidupku bersama Dokter Rein. Karena kebaikan Dokter Rein pula, mereka bisa memperlakukan aku dengan begitu hormat dan baik." pikir Arika yang sambil menjinjing kantung belanjaannya.Dari kejauhan matanya yang berbinar melihat wanita yang waktu itu dia lihat, tengah berdiri di tempat yang sama memandangi ke arah rumah Dokter Rein."Wanita itu lagi? Siapa sebenarnya dia?" tanya hati Arika begitu penasaran."Nggak...nggak..., terakhir kali rasa penasaran ku membawa diriku kepada mimpi buruk. Sebaiknya aku nggak ikut campur lagi." pikirnya lagi.Wanita itu berbalik sedih dan pergi meninggalkan rumah Dokter Rein. Arika memandanginya yang perlahan menghilang dari pandangannya. Dia pun masuk ke dalam rumah Do
Read more
12. Dokter Gigi
"Kamu telah berjanji bukan, tidak akan menyakiti putriku selama aku menurut kepadamu?" teriak Arika."Hasratku hanya ingin membunuh. Aku tidak pernah ingin menepati janjiku. Hahhaa...!""ARMELIAAA!!!!" jerit Arika terperanjat dari tidurnya. Matanya terbelalak, nafasnya terengah-engah, dan keringat bercucuran membasahi tubuhnya. Tanpa dikomandoi air mata terjun bebas dari kedua matanya.Lampu tidur di atas nakas menyala. Pria yang tidur disebelahnya terbangun dan segera duduk merangkul Arika."Ada apa Arika?" tanya Dokter Rein."Aku...aku...nggak apa-apa." jawab Arika mengusap air mata di pipinya."Kamu pasti bermimpi buruk. Sudah nggak apa-apa. Itu hanya mimpi. Kembalilah tidur." kata Dokter Rein merebahkan tubuh Arika dalam pelukannya."Apapun mimpi burukmu, itu bukan saja akan menjadi mimpi, cepat atau lambat mimpi itu akan menjadi kenyataan." seringai Dokter Rein seraya mengusap rambut halus Arika."Selama bersamamu mimpi buruk itu bisa saja menjadi kenyataan." pikir Arika.********
Read more
13. Gadis yang Hilang
"Aku tahu, aku hanya tidak bisa tidur. Dari pada bingung, akhirnya aku membersih rumah." jawab Dokter Rein."Aku memiliki kejutan untukmu." kata Dokter Rein tersenyum misterius."Kejutan? Kejutan apa?" tanya Arika bingung."Ikut aku!" jemari panjang Dokter Rein merangkul pergelangan tangan Arika lalu menuntun Arika untuk berjalan mengikutinya.Senyum bahagia tidak terlepas dari wajah tampannya. Perasaan Arika mulai tidak enak. Jantungnya mulai berdentum kencang. Kupu-kupu memenuhi perutnya menimbulkan sensasi aneh di tubuhnya.Dokter Rein membawanya ke dapur dan melewatinya. Saat dia membuka pintu dapur, Arika sudah bisa menebak kemana dia akan membawanya. Ruang bawah tanah. Tetapi ada apa? Kejutan apa yang akan Dokter Rein berikan kepadanya. Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi otaknya. Di dalam hati dia komat kamit berdoa agar kejutan itu bukan seperti mimpinya waktu itu. Semoga kejutan itu bukan tentang Armelia ataupun keselamatan dirinya dan Armelia.Dugaan Arika mendekati kebenar
Read more
14. Mata dibalas Mata
"Mohon maaf, tetapi saya tidak tahu. Dari dia keluar ruangan saya waktu itu saya belum bertemu dia lagi. Seharusnya jadwal dia periksa ulang masih minggu depan.""Begitu ya.""Tetapi saat sedang pengobatan, Kikiko sempat bercerita kalau dia sering bertengkar dengan kekasihnya. Untuk mengkonfirmasi bisa tanyakan kepada suster saya, dia juga mendengarkan cerita Nona Kikiko. Mungkin ini bisa menjadi petunjuk.""Oh baiklah kalau begitu. Kami mohon maaf telah mengganggu waktunya Dokter Rein." pamit Detektif itu."Tidak masalah."Di pasar...."Apa anda pernah melihat gadis ini?" beberapa polisi tengah menanyakan keberadaan gadis yang di culik Dokter Rein."Apa anda pernah melihat gadis ini?" tanya seorang polisi menyodorkan foto gadis di hadapan bibi Ivi."Nggak, saya nggak pernah melihatnya." jawab Bibi Ivi."Apa anda pernah melihatnya?" giliran Arika yang ditanya. Dengan tenang, Arika bisa menutupi kenyataan dia tahu dimana gadis itu berada sekarang."Nggak. Saya nggak pernah melihatnya."
Read more
15. Hasrat Memanggil
"Aku tidak tahu, tetapi aku merasa beruntung walau memasuki kehidupan Dokter gila itu, aku menjadi orang yang dia percaya bukan menjadi korban seperti yang lain. Tetapi sampai kapan aku bisa bertahan di sisinya? Bagaimana kalau dia bosan dan menghabisi aku seperti yang lainnya?" pikir Arika tiba-tiba merasa sesak."Aku akan bersikap sebaik mungkin kepada Dokter itu. Dan memuaskan hasrat seksual nya. Ya, aku rasa itu kuncinya aku bisa terus bertahan." sambung pikirannya.Malam ini meski Arika merasa sudah sangat lelah namun Arika tidak dapat tidur. Arika terduduk dengan resah di kursi meja makan. Dia menyeruput kopi instan yang dia seduh beberapa saat yang lalu."Hufh...!" Dokter tampan itu memasuki dapur dengan kemeja dengan noda tanah. Rambut sisi depan yang panjang sedikit menjuntai menutupi matanya sebelum dia sibakkan kebelakang.Arika terkesiap, dia berdiri dengan tiba-tiba."Do-dok-ter telah kembali?" ucapnya terbata karena gugup."Yah...," jawabnya singkat seraya mengangkat cang
Read more
16. Rantai Besi
"Semakin sedikit yang kamu tahu, semakin baik Arika." seringai Dokter Rein di hatinya."Aku akan membuat posisiku aman dengan melayanimu. Semoga ini berhasil," harap Arika berdoa di dalam hatinya.Tangannya mengalungi leher panjang Dokter Rein, wajah mereka begitu dekat. Dokter Rein mencium bibir Arika dengan tegas dan menuntut."Bibir mu selalu terasa begitu manis," bisik Dokter Rein ditengah percumbuan mereka."Aku ingin melakukan sesuatu kepadamu." kata-kata itu dan Dokter Rein yang mengucapkannya selalu berhasil membuat Arika bergidik ngeri. Apa lagi yang akan dia lakukan kepadaku? Dan seketika pertanyaan itu yang menggantung dalam pikirannya."Tetapi ini nggak akan berdarah seperti pisau waktu itu." ucapnya lagi."Walau aku tidak bisa berjanji." batin Dokter Rein tersenyum puas.Dia mendudukan Arika di atas tempat tidur. Dokter Rein menarik sebuah tali yang menjuntai di dekat lampu hias. Dari langit-langit kamar sebuah pintu kecil terbuat dari triplek terbuka. Dua buah rantai besi
Read more
17. Bukan Kebetulan
"Aku akan mengambilkan uangnya. Tunggu saja dulu." Dokter Rein berdiri dari duduknya.Arika pun datang membawa nampan berisi minuman yang telah dia buat dan cemilan. Senyum manis tergurat di wajahnya saat menaruh cangkir teh di atas meja.Bibi Delvi menggenggam tangan Arika, "Aku senang melihat kamu bahagia dengan pernikahan mu, Arika." ujarnya tanpa melepaskan senyumannya."Iya, bi." Arika menjawab dengan singkat dan mengambil duduk di sofa lain.Mereka saling berbincang sambil menunggu Dokter Rein datang. "Ada perlu apa bibi ke sini?" tanya Arika."Aku hanya ingin menengok kamu, Arika." dusta Bibi Delvi tanpa tahu kalau Arika sesungguhnya telah mendengarkan pembicaraan nya sebelumnya bersama Dokter Rein.Tak lama Dokter ganteng berkulit putih pucat itu datang dengan empat gepokan uang di tangannya. Melihat uang yang tak sedikit itu, mata Bibi membulat sempurna dengan binar-binar berpendar dari sana.Arika menatap bibi dengan dongkol yang tertutupi dan melihat kepada Dokter Rein. Mesk
Read more
18. Cambuk Gairah
Arika memandang nanar, "Kamu sengaja membuatku menikah dengan Dokter itu. Dan menerima uang yang banyak dari hasil menjebakku." ujar Arika."Semua orang tahu kalau Dokter itu orang yang baik. Jadi aku berpikir, memaksamu dan menghasutmu agar mau menerima pernikahan itu, apa salahnya? Toh kamu yang akan lebih untung." Bibi Delvi mencoba membela diri, membenarkan keputusannya saat memaksa Arika untuk menikah."Lalu kenapa kamu tidak memberitahuku tentang isi perjanjian yang membahas BDSM dalam pernikahan itu?" sungut Arika menaikan nada bicaranya. Bukan hanya nada suara, perkataan Arika lebih mengejutkan bagi Bibi Delvi.Dia yang tidak tahu dan tidak pernah menyangka ada pembahasan itu menjadi bingung sekaligus merasa bersalah.Ekspresi Bibi Delvi kelu, "Apa? Apakah itu dibahas disana?" "Ya. Itu tertera dengan jelas dan gamblang di sana. Apa kamu nggak tahu? Atau hanya pura-pura nggak tahu? Karena yang terpenting bagimu aku menikah dengannya dan kamu mendapatkan uangmu, iya kan?" Kata A
Read more
19. Say Goodbye
"Kamu mau membantahku Arika?" tanya Dokter Rein. Tatapannya mengancam."Kenapa aku merasa kalau ini bukan Dokter Rein. Dia bukan Dokter Rein yang biasa? Apa ini adalah sifat aslinya? Sebelumnya dia hanya berpura-pura?" pikir Arika penuh tanda tanya seraya memandang takut ke arah Dokter Rein.Arika melihat dari jendela ruang tamu. Istri tukang ledeng yang telah datang dan menatap rumah Dokter Rein dengan sedih."Apa dia mengganggumu? Apa aku perlu menyingkirkan nya juga?" tanya Dokter Rein ketus."Jangan! Jangan seperti itu. Biarkan dia. Dia kan tidak menggangu kita." Arika menyergahnya langsung. Tidak ingin melihat ada korban lagi."Dia jelas mengganggu dengan kehadirannya di sini." Mata Dokter Rein menatap ke arah wanita itu dengan tatapan bengis, seolah siap membunuhnya kapanpun. Arika gemetar saat salivanya terlalu sulit ditelan kerongkongannya."Aku harus pergi ke klinik. Ingat jangan macam-macam!" Dokter itu memperingatkan Arika dengan suaranya yang tegas."I-iya." Arika tergagap
Read more
20. Psycho Inside Me
Siapa yang mau mengikuti Dokter Rein mengubur jasad hasil korban pembunuhan nya? Tentu bukan Arika. Arika lebih memilih untuk di rumah dan mengistirahatkan tubuh dan batinnya setelah melihat adegan nyata kasus pembunuhan di depan matanya sendiri.Apalagi pembunuhan itu menimpa orang yang sangat dia kenal. Bibinya. Walau mereka bukan keluarga dekat, tetapi kehadiran bibi yang selama ini menemani nya. Mengingat bibi bukan saja hal baik tentangnya, tetapi juga kemarahan nya yang bangkit saat mengingat bibinya yang membuat dirinya sekarang berada di sini. Dalam penyiksaan Dokter Rein.Dalam perjalanan Dokter Rein menuju gunung. Dia berpapasan dengan Polisi Yuna yang sedang melakukan pemeriksaan kepada pengguna jalan."Malam Dokter Rein!" sapa Polisi Yuna dari kaca jendela yang terbuka."Malam.""Kami akan melakukan sedikit pemeriksaan sebelum anda lewat. Bolehkah saya memeriksa mobil anda Dokter?" tanya Polisi Yuna dengan sopan."Tentu." jawab Dokter Rein dengan sikapnya yang tenang sepert
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status