All Chapters of Merebut Hati Suamiku: Chapter 11 - Chapter 20
200 Chapters
Sisi Lain Gus Aaraf — Memperingati Ayrani
Hari ini Gus Aaraf sudah diperbolehkan pulang, syukurlah kalau begitu. Seharian kemarin aku sangat khawatir dengan kondisinya, beruntung Tuhan memberikan kesembuhan dengan cepat kepada suamiku.Kami tiba di rumah dan langsung disambut oleh Abah dan Umik. Mertuaku meminta maaf lantaran kemarin tidak bisa meninggalkan santri, sehingga mereka tidak bisa ke rumah sakit.Aku hanya mengangguk, berbeda dengan suamiku yang hanya diam bahkan tidak ada ekspresi berarti di wajahnya. Aku langsung mengantarkan Gus Aaraf beristirahat di kamar."Hari ini kamu di ranjang saja, Gus, 'kan masih sakit. Saya bisa kok tidur di sofa.""Makasih, Kay.""Saya ambilkan makanan dulu, Gus. Kebetulan tadi saya pesan bubur ayam. Kayaknya sudah datang."Pria tampan dengan balutan kemeja oblong itu hanya mengangguk, kemudian dengan cepat aku mengambil makanan, setelahnya langsung kembali ke kamar. Gus Aaraf masih dalam posisinya bersandar di ranjang, pandangannya lurus ke depan, entah apa yang ia pikirkan."Gus? Mau
Read more
Kekhawatiran Kayshilla
Malam ini kondisi Gus Aaraf lebih stabil, jadi kami bisa menghadiri acara pelantikan di aula pondok. Kami mengenakan pakaian dengan warna senada, sepanjang jalan tanganku juga terus menggamit mesra lengan kekar Gus Aaraf. Kami selayaknya pasangan bahagia, tanpa ada yang tahu kalau badai di dalam dadaku hampir memporak-porandakan kewarasanku.Aula besar ini sudah tertata banyak kursi dan meja, Gus Aaraf lantas menuju tempat Abah dan para ustadz. Sedangkan aku menuju tempat Umik yang tengah sibuk berkoordinasi dengan santri senior."Bagaimana, Umik?" tanyaku yang lantas membuat Umik berpaling."Semuanya sudah selesai, Nduk. Kita tinggal menunggu beberapa menit lagi, ayo kita duduk di sana."Aku mengangguk dan lantas mengikuti Umik yang menggandeng tubuhku menuju meja deretan depan. Umik terus menggenggam tanganku. Ah, beliau memang sangat menyayangiku.Sesekali ujung netraku melirik ke tempat Gus Aaraf duduk. Pria tampan itu tampak asyik berbincang dengan para ustadz, semoga saja Gus Aa
Read more
Hanya Sandiwara
Mobil mewah yang kami tumpangi ini memasuki halaman saung sederhana bergaya jawa yang terletak di tengah sawah, pandanganku mengedar ke sekeliling, ada beberapa mobil yang terparkir di sini. Gus Aaraf mengajakku keluar dan kami melangkah bersama memasuki saung."Aku dulu waktu masih kuliah sering makan di sini, Kay. Semoga kamu juga cocok sama makanannya," ucap Gus Aaraf seraya keluar dari mobil.Pria tampan itu menggandeng tanganku saat kami membelah kerumunan orang-orang yang tengah mengantre memesan makanan, sontak saja jantungku berlompatan, aku bahkan bisa merasakan detak jantungku sendiri."Tumben banget pagi-pagi sudah rame." Suamiku itu masih celingak-celinguk mencari tempat duduk yang kosong. Hingga akhirnya dia kembali menggandeng tanganku menuju saung yang terletak di pinggir sungai kecil."Kita duduk di sini saja, ya," ucapnya yang lantas aku angguki.Kami duduk berhadapan dipisahkan dengan meja kecil, dengan posisi ini aku bisa memperhatikan wajah tampan Gus Aaraf. Walaup
Read more
Bertemu Adele
Ceklek! Pintu kamar mandi terbuka, saat itu juga aku langsung memejamkan mata. Bukannya tidak ingin mengantarkan suamiku ke depan, tetapi aku takut tidak kuasa saat sadar suamiku hendak bertemu wanita lain.Beberapa menit kemudian terdengar deru mobil meninggalkan halaman, saat itu juga air mataku langsung luruh. Aku benci pada diriku sendiri yang tidak berdaya dan hanya bisa menangis. Aku iri pada Ayrani yang dicintai sebegitu dalamnya oleh suamiku.Saking lelahnya menangis, tanpa terasa kelopak mataku semakin berat. Aku tertidur entah jam berapa, yang pasti saat ini kepalaku rasanya juga sangat pusing. ***Pagi hari."Loh, kok kamu di sini ...?!" Aku langsung menghambur pada pelukan Adele saat mendapati sahabatku itu baru saja turun dari mobilnya.Niatku pagi ini ingin menemani Umik menyimak ngaji harus terhenti saat melihat mobil yang bagiku tidak asing itu baru saja berhenti di halaman luas kediaman Abah, sepersekian detik kemudian Adele keluar dengan senyum merekah."Kayshilla .
Read more
Saran dari Adele
"Gus Aaraf nggak mencintai aku, Del."Sahabatku itu tertegun, ia langsung menatap tajam ke arahku, sedangkan aku memilih terus menunduk. Rasanya sangat sesak sekali, aku membutuhkan teman bicara yang mana dia tidak akan tersakiti dengan sikap Gus Aaraf.Aku tidak pernah jujur kepada Abah dan Umik karena takut Mertuaku akan sakit hati memikirkan putranya. Akhirnya aku memilih Adele."Dia tidak mencintaimu?"Aku mengangguk. "Gus Aaraf bilang sendiri. Dan hari ini dia pergi janjian sama wanita lain, kekasihnya sendiri, Del. Bukan aku yang Gus Aaraf inginkan, tapi wanita lain!" pekikku tertahan.Adele langsung menggandeng tanganku untuk pergi dari kedai ini, ia membawaku ke mobil, dan berhenti di alun-alun kota. Adele turun terlebih dahulu kemudian aku mengikutinya yang berhenti di depan penjual es krim."Kamu beli es krim sejauh ini?" tanyaku tidak percaya.Adele hanya terdiam, tetapi senyum manisnya sudah menjawab semua pertanyaanku. Ia membeli dua buah eskrim, dan berpindah ke penjual
Read more
POV Ayrani — Mas Mahesa
"Janjiannya jam berapa, Dek?"Aku menoleh pada pria di sampingku yang tengah fokus pada kemudinya. Mahesa, pria berusia matang yang sekarang menjadi calon suamiku. Kami akan menikah enam bulan lagi, lantaran Mas Mahesa yang baru saja menjabat menjadi kepala yayasan."Jam sepuluh, Mas.""Nanti kamu masuk sendirian?" tanyanya lagi yang lantas aku angguki.Yeah! Hari ini aku hendak bertemu dengan seseorang. Seorang pria yang sempat menjadi tempatku menitipkan hatiku kepadanya, dan sekarang aku akan mengambil lagi hatiku itu.Seorang pria yang mungkin, beberapa hari lalu hampir membuatku gila. Hingga takdir membawa Mas Mahesa kepadaku, sampai akhirnya aku mendapatkan kewarasan kembali.Gus Aaraf. Pria tampan berusia matang yang sudah memberikan seluruh hatinya untukku, tetapi ia juga yang mematahkannya. Pria yang telah mengajarkan apa itu cinta, sekaligus pria yang mengajarkan apa itu patah hati."Kita janjian di kedai Ling Ling, Mas. Di jalan subroto nomor 21.""Oh, aku tahu itu."Aku me
Read more
Pertemuan Pertama
Flashback on."Nah, Nduk ... di sini kamu akan mondok, Insya Allah kamu akan belajar banyak hal. Ada madrasah umumnya juga, jadi kamu nggak akan ketinggalan sama teman-temanmu di luar sana." Paman berbicara dengan pandangan berbinar, tangannya menepuk bahuku, seraya nadanya tegas.Pagi ini Paman Zaki mengantarku mondok ke salah satu pesantren besar di Kota Kediri, kota kelahiranku. Beliau berjalan seraya membawa tasku dan aku mengikutinya dari belakang. Paman menuju rumah megah dan besar yang merupakan kediaman Pak Yai dan Bu Nyai.Paman Zaki menitipkan aku di sini. Aku harus tinggal di ndalem lantaran kurangnya biaya, lagi pula aku merasa tidak enak kalau harus merepotkan Paman lagi dengan menanggung biaya ku di sini. Mulai sekarang aku tidak boleh banyak bergantung kepada Paman, meskipun aku hanya seorang wanita, tetapi aku harus bisa berjalan di atas kakiku sendiri. Kasihan kalau di usianya yang sudah renta dan saatnya beristirahat, Paman dan Bibi masih harus menanggung biaya sekol
Read more
Ungkapan Perasaan
"Ini.""Apa ini, Gus?" tanyaku seraya menerima paper bag yang diulurkan Gus Aaraf.Kami berpapasan saat aku baru saja membuang sampah, dan ia kebetulan sedang lewat di samping kediamannya. Ah, semoga saja tidak ada yang melihat kami, karena aku khawatir akan mengundang prasangka dari santri atau keluarga ndalem."Itu buku kumpulan syair arab yang aku janjikan kemarin, ada juga syair dari beberapa bahasa. Semoga kamu suka."Aku masih melongo, pasalnya aku tidak menyangka kata-katanya kemarin serius. Aku mengira hanya sekadar basa-basi."Ini banyak banget, Gus!""Biar kamu puas." "Gus yakin meminjamkan sebanyak ini kepada saya? Saya, loh, sebenarnya bisa ke perpustakaan." Aku tidak enak dan takut merepotkannya."Aku malah senang."Aku hendak mengeluarkan protes, tetapi urung saat melihat senyumnya yang begitu manis. Aku terpaku melihat bibir indah itu melengkung dengan pandangan teduhnya yang menatapku."Kamu punya bakat, sayang banget kalau nggak di dukung sama fasilitas. Aku juga tah
Read more
Patah Hati
Aku dan Gus Aaraf semakin dekat, apa lagi saat kelulusan sekolahku, ia menghadiahkan banyak buku. Aku memendam hubungan kami selama satu tahun setengah, bahkan Mbak Naya tidak tahu sama sekali.Gus Aaraf tidak pernah bertindak tidak menyenangkan terhadapku, ia selalu manis. Namun, ia masih menyembunyikanku dari Abah Yai dan Bu Nyai. Sampai akhirnya hari ini Gus Aaraf mengajakku ke suatu bukit yang terletak tidak begitu jauh dari Pondok Pesantren."Aku mau bikin perusahaan, Ay. Aku mau bikin usaha sendiri di luar nama Abah."Aku sontak menoleh, "kenapa, Gus?""Aku lelah kalau harus menjadi bayang-bayang. Aku nggak bisa menjadi diriku sendiri saat menjalankan pabrik.""Njenengan sudah yakin?"Gus Aaraf menganggukkan kepala, sesekali ia akan menghela napas dalam, dan menghembuskannya kasar. Angin sore di atas bukit ini begitu sepoi, tetapi sepertinya Gus Aaraf merasakan sesak yang begitu menghimpit di dadanya."Aku bisa menebak pasti Abah akan marah.""Kenapa dilanjutkan? Bukannya ridho
Read more
Membuka Luka
"Sudah sampai, Mas?" tanyaku saat Mas Mahesa menghentikan laju mobilnya. Pria itu mengangguk, ia melepas seat belt dan lantas keluar dari mobil.Mas Mahesa berjalan mengitari mobil menuju pintuku, ia lantas membukakannya untukku. Sangat manis, bukan?Aku turun dan netraku langsung terpaku pada kedai makan bergaya klasik bertulis Ling Ling di gapura masuknya. Pandanganku langsung beralih kepada Mas Mahesa."Masuklah, aku akan menunggu di sini.""Kamu nggak capek nungguin aku?"Ia menggeleng, "sudah, Adek tenang saja. Yang penting Adek nanti harus tenang, baca surat Al-Insyirah, sama minta perlindungan hati sama Allah. Insya Allah semuanya akan mudah.""Iya, Mas. Kalau begitu aku masuk dulu, ya.""Hati-hati, Dek."Aku mengangguk dan lantas masuk ke kedai tersebut. Kakiku melangkah bergantian seiring dengan jantung yang berdegup kencang, aku tahu kalau pertemuan ini untuk menjelaskan bahwa hubungan kita sudah benar-benar selesai, meskipun di sudut hatiku ada sedikit rasa tidak rela. Kare
Read more
PREV
123456
...
20
DMCA.com Protection Status