Semua Bab Belum Siap Menikah: Bab 11 - Bab 20
24 Bab
Setajam Lidah Mertua
Tiga hari telah berlalu, dan suasana haru menyambut kedatangan orang tua Sulaiman. Saat Khadijah turun dari mobil, pandangannya tertuju pada seorang anak kecil yang asyik bermain dengan kelinci di taman. Serunya, matahari menyinari momen yang seharusnya bahagia itu."Anak siapa ini yang main di rumah kita, Pa? Pasti adiknya si cewek kampung. Benar-benar tak kenal tempat, anak itu!" ujar Khadijah dengan nada pedas, matanya memandang anak kecil yang tak menyadari kelinci putih itu menginjak tanaman di taman."Hei, anak kampung! Sini kamu! Kenapa kamu di rumah saya, huh? Mau jadi maling, ya?" seru Khadijah, wajahnya memerah. "Lihat saja, dia cuma melihat, Pa. Padahal saya nggak bicara sama tanaman-tanaman di sini, kan?" Amarahnya semakin membara."Ma, sudahlah. Kenapa selalu menyalahkan Aminah? Mungkin itu anak tetangga yang kelincinya masuk ke rumah kita secara tak sengaja, dan dia mencoba menangkapnya," kata Abbas, berusaha menenangkan istrinya. "Lagipula, Ma, kamu baru pulang dan past
Baca selengkapnya
Berharap Keajaiban
Sulaiman, dalam kelelahannya, mencoba meredakan emosinya. Namun, pertarungan keluarga ini tampaknya belum berakhir. Aminah, di tengah-tengah tangisannya, merasakan beban yang semakin berat.Hari itu, hujan di dalam hati keluarga Sulaiman mengalir tanpa henti. Mungkin, di antara tetesan air mata dan pertengkaran, ada harapan bahwa suatu saat cahaya kebahagiaan akan menyinari rumah itu.Aminah mengusap air matanya, membiarkan putrinya, Zahra, tertidur lelap. "Maafkan mama ya, Nak. Usiamu masih 3 tahun, tapi harus melihat pertengkaran di rumah ini. Mama harap, dengan kejadian hari ini, kamu tidak mengalami trauma." Aminah mengecup kening Zahra, lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang.Dalam dapur yang sunyi, Aminah merasa beban berat masih melekat di pundaknya. Meskipun mencoba menjaga ketenangan, tetapi sorot matanya masih terbayang pertengkaran tadi. Sambil memotong sayuran, Aminah merenungi bagaimana kehadiran Zahra, yang seharusnya membawa kebahagiaan, malah menjadi sumber k
Baca selengkapnya
Malam Ini Milik Kita Berdua
Malam itu, suasana kamar penuh dengan ketenangan. Lampu remang-remang menyinari ruangan, menciptakan atmosfer yang hangat. Aminah duduk di tepi tempat tidur, pandangannya melayang ke jendela, menampilkan langit malam yang penuh bintang.Sulaiman keluar dari kamar mandi, melihat istrinya yang terlihat sedang berpikir. Langkahnya lembut saat mendekati Aminah."Sayang, apa yang membuatmu merenung seperti ini?" tanya Sulaiman.Aminah mengalihkan pandangan. "Entahlah, banyak hal yang aku pikirkan. Semua perubahan ini, kadang membuatku cemas."Sulaiman duduk di samping Aminah. "Sayang, bukankah sudah aku katakan berkali-kali kalau aku akan selalu ada untukmu. Aku tahu ini tidak mudah, tapi kita akan melaluinya bersama-sama. Kamu yang sabar, ya."Aminah tersenyum tipis, mencoba menyingkirkan rasa gelisahnya. Suasana kamar terasa hangat dan penuh empati. Mereka, dalam keheningan malam, saling merangkul dalam diam, membiarkan kebersamaan mereka menjadi pijakan dalam menghadapi perjalanan baru
Baca selengkapnya
Kesabaran Aminah Terus Diuji
Keesokan harinya, suasana di rumah masih tenang. Aminah sibuk di dapur, menyiapkan sarapan dengan penuh kehangatan. Sulaiman, di sisi lain, bersiap-siap di kamar untuk memulai hari kerjanya. Di kamar sebelah, mertua Aminah juga terlihat sedang bersiap.Zahra, sang anak, masih tertidur pulas di kamarnya. Suasana damai dan keharmonisan terasa begitu kental, memberikan awal yang tenang untuk hari yang baru bagi keluarga mereka. Semuanya berjalan dengan rutinitasnya masing-masing, menciptakan ritme kehidupan yang seimbang di dalam rumah itu.Sulaiman, setelah bersiap, turun ke ruang makan. Tatapannya bertemu dengan Aminah yang sibuk menyusun hidangan sarapan di meja. Mereka saling tersenyum, merasakan kehangatan hubungan keduanya di pagi yang cerah itu."Sarapan apa hari ini, sayang?" tanya Sulaiman sambil mencium aroma harum masakan di dapur."Aku buat bubur ayam dan beberapa kue kering, sayang. Sederhana saja," jawab Aminah sambil menyajikan bubur ayam di piring Sulaiman.Mereka duduk b
Baca selengkapnya
Meluluhkan Hati Khadijah
Sementara itu, Sulaiman dan Abbas telah tiba di kantor. Sulaiman duduk di ruangannya, memikirkan dinamika rumah tangganya. Abbas, melihat wajah serius anaknya, memberikan pandangannya."Sulaiman, apa kita perlu bicara?" tanya Abbas.Sulaiman mengangguk. "Mama dan Aminah, mereka selalu bertengkar terkait Zahra, bahkan sebelum ada Zahra. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Pa."Abbas menghela napas. "Anakku, hidup itu penuh dengan kompromi. Kalian harus menemukan titik tengah. Sulaiman, jangan biarkan perbedaan ini merusak keluarga kalian. Cintailah istri dan anakmu dengan tulus."Sulaiman meresapi kata-kata papanya. "Aku mencintai Aminah, Pa. Aku hanya ingin semuanya berjalan baik.""Berbicaralah dengan Aminah, dengarkan hatinya. Kadang, yang terbaik datang dari pembicaraan yang baik," saran Abbas.Sementara itu, Aminah di rumah terus berusaha menjaga kebahagiaan keluarganya meskipun terhalang oleh sikap Khadijah. Setiap senyum Zahra menjadi pelipur hati bagi Aminah.Malam harinya, se
Baca selengkapnya
Kejutan di Pagi Hari
Beberapa jam kemudian, Sulaiman menyusul Aminah. Dia membuka pintu kamar Zahra dengan hati-hati agar putrinya itu tidak bangun.Dengan suara berbisik, Sulaiman menyentuh pipi Aminah lembut, "Sayang. Ayo pindah ke kamar! Zahra sudah tidur pulas tuh."Aminah pun terbangun dengan mengucek-ngucek matanya."Hmm. Maaf ya, sayang. Aku ketiduran di sini. Kamu belum tidur kah?" tanya Aminah sambil beranjak dari ranjang Zahra. Membiarkan Zahra tidur sendirian."Mana bisa aku tidur kalau tidak ada bidadari cantikku ini di sampingku," goda Sulaiman sambil mencubit pipi istrinya itu dengan lembut.Aminah tersipu malu. "Emm, aku tahu apa yang kamu inginkan, makanya merayuku begiku," ujarnya tersenyum.Sulaiman tersenyum genit, "Apa salahnya merayumu, sayang? Kamu ini mah harta berharga buatku."Mereka berdua tertawa kecil, lalu berjalan bersama keluar dari kamar Zahra menuju kamar tidur mereka. Saat pintu kamar tertutup, kehangatan dan kebersamaan kembali menyelimuti malam mereka.Tiba di kamar mer
Baca selengkapnya
Harmoni Keluarga
Siang hari itu, Aminah, Sarah, Latif, dan Zahra makan siang bersama. Kali ini Aminah memasak menu spesial untuk kedua orang tuanya.Mereka duduk bersama di meja makan, menciptakan suasana yang lebih hangat meskipun masih terasa ketegangan. Aminah berusaha menciptakan momen menyenangkan."Ayo, Mak, Yah, coba masakan buatan Aminah. Semoga suka ya," ucap Aminah dengan senyum ramah.Sarah dan Latif mencicipi masakan Aminah dengan penuh perhatian. Mereka saling berpandangan, kemudian Sarah memberikan senyuman kecil. "Enak sekali, Aminah. Kamu pandai masak, ya."Latif menambahkan, "Iya, Nak. Rasanya sangat lezat. Terima kasih sudah memasak untuk kami."Aminah tersenyum lega melihat respons positif dari kedua orang tuanya. Zahra yang duduk di sebelahnya juga turut menikmati makanan dengan riang.Setelah makan siang, mereka berempat duduk di ruang keluarga. Aminah mencoba membuka obrolan lebih ringan. "Mak, Ayah, ada rencana apa di Jakarta nanti? Mau kita ajak jalan-jalan atau ada yang ingin
Baca selengkapnya
Akhirnya Aminah Hamil
Seminggu kemudian, Aminah keluar dari kamar mandi dengan handuk di rambutnya, melihat Sulaiman yang masih berbaring. "Sayang, bangun dong. Sudah pagi nih, yuk kita sarapan bersama."Sulaiman menggeliat dan tersenyum, "Baru bangun, sayang. Kamu tahu, pagi ini aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Semacam energi positif."Aminah tersenyum penuh harap, "Semoga saja, Mas. Siapa tahu ini tanda-tanda baik, kan?"Sulaiman bangkit dari kasur dan memeluk Aminah. "Siapa tahu indeed, Sayang. Kita nikmati setiap momen dan bersyukur untuk apa yang kita miliki sekarang."Mereka pun bersiap untuk menjalani hari dengan penuh semangat dan harapan baru.Saat mereka turun ke ruang makan, suasana pagi terasa segar. Aroma masakan untuk sarapan yang sedap mengisi udara, dan ketenangan pagi memberikan nuansa positif di rumah mereka.Di meja makan, Aminah dan Sulaiman duduk berdua, sambil menunggu sarapan yang telah disiapkan. Mereka saling berbagi senyuman, merasakan kehangatan dalam kebersamaan pagi itu."A
Baca selengkapnya
Rencana Licik Khadijah
Di taman belakang, saat Zahra sedang asyik bermain dengan kelincinya. Khadijah menghampiri. "Wah, Oma cariin dari tadi, ternyata Zahra di sini, ya!" ujarnya sambil tersenyum tipis. Entah ada angin apa dia terlihat baik dengan Zahra.Zahra menatap Khadijah dengan rasa takut dan saat Khadijah mendekat, Zahra menjauhkan dirinya. Dia berjalan mundur beberapa langkah.Khadijah masih belum mengeluarkan sifat aslinya kembali yang dari awal tidak menyukai Zahra. "Loh, kenapa malah menjauh gitu sih? Oma tidak menggigit, loh! Daripada main sendirian di sini, mending main sama Oma saja di dalam, yuk!" ajaknya. Pikirannya licik, ada hal yang direncanakan, tapi berpura-pura baik.Zahra akhirnya mendekat. Sambil menggendong kelinci kesayangannya, dia bertanya untuk memastikan, "Oma beneran mau main sama aku?" Tatapannya sungguh ragu. Tidak percaya dengan perubahan yang terjadi pada Khadijah.Khadijah tersenyum. "Pertanyaan macam apa itu, Zahra? Oma beneran, dong. Tapi, kalau mau main ke dalam rumah
Baca selengkapnya
Zahra Berduka
Pagi hari tiba, cahaya matahari menyinari rumah keluarga Aminah. Semua anggota keluarga bangun dengan semangat baru, siap menyongsong hari yang baru.Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari taman belakang. Semua orang langsung sigap pergi ke sumber suara.Khadijah menangis sambil menatap kelinci kesayangan Zahra yang sudah tidak bernyawa lagi.Zahra langsung mengambil kelinci tersebut dan menangis sejadi-jadinya. "Kenapa kamu meninggalkanku? Padahal aku sayang banget sama kamu. Apalagi opa sudah membelikan mainan baru untuk kamu."Tatapan Aminah ke arah Khadijah, dia semakin curiga dengan mama mertuanya itu. Sepertinya ini memang sudah direncanakan oleh Khadijah, tetapi Aminah belum ada bukti apa pun akan hal ini. Dia pun memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut.Aminah mencoba menenangkan putrinya, "Zahra sayang. Mama tahu perasaanmu, tapi kamu perlu tahu, dalam Al-Qur'an sudah dijelaskan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Itu sudah tertera dalam Surat Ali Imran ayat 185."
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status