Semua Bab Dijebak Om Mafia, Dinikahi CEO Muda : Bab 11 - Bab 20
126 Bab
Pertengkaran
Waktu berlalu dengan cepat. Tahu-tahu Ailyn sudah keluar dari perusahaan. Disekanya keringat di dahi. “Hufftt! Hari yang melelahkan!” “Taksi! Taksi!” Ailyn menghentikan taksi untuk pulang. Hari sudah sore saat ia menyelesaikan syuting pertamanya yang berjalan lancar. Bahkan bisa dibilang sangat lancar sebab beberapa karyawan memuji penampilannya yang tak perlu banyak pengarahan. Didekatinya taksi yang berhenti. “Maaf, Mbak. Lagi ada aksi mogok kerja. Kami akan kembali beroperasi besok,” ujar sopir taksi, lantas meninggalkan Ailyn. “Aih? Bukannya tadi pagi masih baik-baik saja?” Ailyn terpaksa berjalan kaki. Rasanya berat untuk melangkah, tapi tak ada pilihan. "Aku akan pulang dan memberi tahu Ayah, kalau aku sudah dapat pekerjaan,” katanya. Senyum lebarnya seketika sirna melihat beberapa orang berdiri tak jauh darinya. “Bukannya mereka ... anak buah Om Alex?” Langkah Ailyn berhenti. Ia bermaksud untuk berbal
Baca selengkapnya
Di Rumah Sakit
Alex dengan kesal memasuki rumah. Ia pura-pura tersenyum saat Kiran mendekat dan memeluknya. “Papa dari mana?” tanyanya. “Papa ada urusan sekejap. Mama sudah tidur?” Alex menaiki tangga sembari menggendong Kiran. Anaknya hanya mengangguk. Sampai di depan pintu, diperhatikan olehnya Marina tertidur. “Kau mau makan malam bersama Papa?” Alex mencubit pipi tambun anaknya yang menggemaskan. Perlahan ia menuruni tangga lagi tanpa ada niatan menutup pintu. Kiran langsung mengangguk, membiarkan sang papa membawanya masuk ke dapur. Keduanya pun makan malam bersama. “Kau—“ Karan yang menyusul, terhenti melihat ayah dan adik tirinya tengah makan sambil bercanda. “Jangan bertengkar denganku di depan Kiran. Kau tentu mengerti. Tunggu dulu sebentar.” Tanpa menoleh dan terus menyuapi Kiran, Alex bicara. Karan mendengus kasar. Berbalik ia menuju ke kamar Marina untuk memeriksa keadaannya. Wajah pucat itu membuatnya merasa sedih.
Baca selengkapnya
Kabur Dari Rumah Sakit
"Ailyn belum bisa dihubungi. Aku jadi tak bisa berpikir. Huhh!” Karan menyisir rambut, lantas becermin sekali lagi sebelum berangkat. Seluruh ruangan yang pernah dipenuhi poster superhero kini sudah bersih. Rupanya pelayan di rumah itu sudah membersihkannya tanpa diminta. Yakin penampilannya sudah sempurna, ia keluar menuju ke dapur untuk sarapan bersama. Dilihatnya Kusuma, Yunita, juga Farel sudah menunggu. “Selamat pagi,” sapanya. “Pagi,” jawab mereka bersamaan. Tanpa banyak kata, mereka mulai menikmati sarapan. Terasa aneh di lidah Karan yang belum terbiasa. “Pa, apa Papa sudah memikirkan tentang Jovan? Kalau dia tidak bisa menjadi Sekretaris, bagaimana kalau jadi sopir pribadi Karan?” usulnya di sela-sela makan. “Mama setuju. Semalam kami sudah membicarakannya saat kau belum pulang. Farel yang akan menjadi Sekretarisnya,” tukas Yunita. Karan berdecak tanpa suara. Siapa yang ditanya, malah orang lain yan
Baca selengkapnya
Rapat Pertama
“Jelaskan semuanya padaku, Ailyn. Kenapa kau bisa terluka? Siapa yang melakukan ini? Om Alex itu?” Karan memberondong dengan berbagai pertanyaan. Mengingat semalam ia bertengkar dengan ayah tirinya itu, Karan yakin dialah pelakunya. “Banyak sekali pertanyaanmu.” Ailyn menatap sinis. Ia tak memerhatikan Jovan yang sesekali melirik dari kaca spion. “Aku cemas.” Karan menggenggam tangan itu dengan lembut. “Tidak perlu seperti ini.” Aliyn menarik tangannya perlahan. Bisa copot jantungnya kalau tangan itu terus digenggam. Debaran yang ia rasakan terasa menyulitkannya untuk bernapas. “Kemarin saat aku diantar pulang sopirmu, aku melihat banyak daging buah semangka bertaburan, jadi aku mengikutinya.” Ailyn pun menceritakan tentang apa yang terjadi padanya hingga berakhir di rumah sakit dan dijaga Alex. Ia juga tak menyangka ayahnya akan tega melakukan itu. “Makanya, aku ingin segera membantumu. Namun .... “ K
Baca selengkapnya
Dibawa Alex
Ailyn sampai di depan perusahaan. Ia bergegas masuk, melewati beberapa orang yang langsung menatapnya penasaran. “Tuan!” panggilnya saat Geri baru saja keluar. “Kau dari mana? Kok lama sekali? Eh?” Geri terkejut melihat wanita itu dibalut perban. “Kecelakaan, Tuan. Sedikit luka, jangan khawatir.” Ailyn berusaha terlihat kuat. Ia menampilkan senyum termanis. “Ya ampun! Kenapa kau ke sini kalau terluka?” Geri menarik tangannya agar duduk. Hal itu menjadi pusat perhatian para calon model yang menunggu sejak tadi. “Aku tidak selemah itu. Hari ini ada syuting? Aku rasa, tidak bisa kalau seperti ini.” Ailyn meringis. Tentu tidak akan bisa syuting dengan kepala diperban. “Tidak masalah. Tuan Muda juga belum memeriksa para model. Kau istirahat saja sana. Besok baru kerja.” Geri menyentuh dagu Ailyn, memeriksa layaknya dokter. “Tidak!” Ailyn berteriak, membuat Geri terkejut. “Ah, maksudku ... aku tidak mau semakin le
Baca selengkapnya
Temui Aku di Mansion!
Sesaat suasana sepi menyelimuti. Tak ada yang bicara. Baik Alex ataupun Ailyn, keduanya membisu, sampai Alex memulai pembicaraan lebih dulu. “Bagaimana harimu? Kalau kau tak kabur, pasti sekarang kau sudah istirahat,” kata Alex, melirik dari kaca spion. Sebisa mungkin dia akan bersikap baik. Walau hanya sekadar bicara, ia merasa aneh. Tiba-tiba bicara sopan pada wanita yang sangat diinginkan adalah hal aneh baginya. “Biasa saja,” jawab Ailyn. Ia menoleh ke kanan dan kiri, mengawasi jalanan. Yakin kalau ia menuju ke arah rumahnya, Ailyn menghela napas lega. “Jangan berpikir negatif. Aku benar-benar akan mengantarmu pulang. Oh, ya. Kau ... sungguh punya pacar?” Alex bicara seperti bicara pada anak sendiri. Mencari tahu informasi dengan cara halus adalah rencananya. Ailyn sukar diajak kompromi. Jadi, Alex menggunakan cara lain untuk mengatasinya. “Tentu. Makanya, berhenti mengejarku.” Ailyn ingin sekali memaki, tapi ia m
Baca selengkapnya
Sarang Mafia
"Ayo, jangan takut. Kau akan sering datang ke sini setelah kita menikah nanti.” Alex berjalan lebih dulu, membiarkan Ailyn mengikuti dengan langkah ketakutan. Hutan ini belum pernah ia kunjungi. Selain seram karena gelap di beberapa sisi, tempat itu adalah markas besar ketua mafia. “Gandhi!” panggil Alex. Gandhi yang keluar membawa tas besar mendekat. Keduanya saling berbisik-bisik, menambah kecurigaan. “Ayolah, Karan! Aku takut. Kau di mana?” Ponsel yang masih dalam keadaan tersambung, membuat Ailyn masih bisa berkomunikasi dengan Karan. “Aku sudah dekat. Tunggu sebentar lagi. Pokoknya, jangan matikan teleponnya.” Ailyn mengangguk, lalu memasukkan ponsel ke dalam bra. Ia sendiri tak tahu kenapa melakukannya. Alih-alih menyembunyikannya di dalam saku atau tas, malah bra yang jadi pilihan. “Ayo, kau butuh istirahat. Ini sudah malam. Pacarmu mungkin akan terlambat. Bisa jadi dia akan tersesat.” Alex mempersilakannya mas
Baca selengkapnya
Perkelahian di Mansion
Karan mengintai dari balik tiang besar. Dapat dipastikan yang berjaga lebih dari 20 orang. Mansion yang cukup besar. “Entah di mana Ailyn, aku harus mencarinya.” Karan mengendap-endap melewati pot besar di sisi kanan mansion menuju ke arah samping. Dilihatnya pintu dari kayu. “Apa itu jalan menuju ke bagian belakang?” Karan bertanya pada diri sendiri. Jika diperhatikan baik-baik, sisi dekat pintu sangat gelap. Yakin akan berhasil, Karan melompati batu dan berguling di rerumputan bak adegan aksi dalam film. “Hup!” Karan melompat ke balik batu saat melihat penjaga melintas. Sekelebat bayangan penjaga itu kini lenyap. “Aku harus masuk.” Karan membuka sabuk celana, lantas melilitkannya pada tangan. Jika ada serangan mendadak, dia bisa mengantisipasi. Dicobanya membuka pintu yang ternyata tak dikunci. “Mereka sepertinya tahu rencanaku. Tak masalah. Aku akan lebih berhati-hati.” Segera ia memasuki mansion. Ruanga
Baca selengkapnya
Meloloskan Diri
“Karan?” Ailyn mengernyitkan dahi, bingung dengan situasi ini. Ditambah Gandhi muncul dengan dibantu anak buahnya, membuat Ailyn semakin tak paham. “Kau ... memanggil Karan dengan sebutan ‘Nak’? Kalian saling kenal? Atau .... ” Ailyn menurunkan high heel dan memakainya lagi. Pria yang ia pukul dengan high heel pula mendekat. Kini mereka memerhatikan Karan dan Alex bergantian. “Ay, sebenarnya .... “ Karan hendak mendekat, tapi Gandhi berdiri di depannya dengan kaki ditekuk-berdiri dengan satu kaki bertumpu. “Tentu saja aku memanggilnya seperti itu. Dia kan masih muda. Masa iya, aku akan memanggil dia Kakak?” Alex terkekeh, menyembunyikan sebenarnya. Kalau dia mengungkapkan jati diri sekarang, yang ada rencana bisa kacau. Karan malah akan mendapatkan simpati Ailyn, sedangkan dia kian dibenci. “Oh.” Ailyn mengurut dada. Pikirannya tadi sudah negatif. Tak jauh berbeda dengan Ailyn, Karan menghela napas panjang. Aman semen
Baca selengkapnya
Tak Bisa Tidur
Mobil yang Karan kendarai berhenti di depan rumah Ailyn yang sepi. Saat memeriksa arloji, ternyata sudah pukul 01.15. “Mampirlah sebentar. Aku akan mengobati lukamu,” kata Ailyn, membuka pintu mobil. “Ayahmu? Dia pasti marah melihat kita pulang bersama.” Karan ikut keluar, bersamaan dengan Jovan sampai. “Dia pasti di tempat judi, jangan risau.” Ailyn melangkah menuju ke pintu, diikuti dua pria tampan di belakangnya. Ailyn membuka pintu yang ternyata tak dikunci. Kepalanya yang berdenyut keras sejak dibawa ke mansion, mendadak terasa sembuh. Bukan karena sudah tak lagi sakit, tapi ketegangan yang ia rasakan sejak tadi membuatnya tak memikirkan sakit lagi. “Duduklah! Aku akan mengambi minuman dan kotak P3K.” Ailyn meletakkan ponsel Karan di atas meja, lantas memasuki dapur. Karan dan Jovan kompak duduk. Keduanya memerhatikan rumah sederhana nan minimalis itu. “Tuan baik-baik saja? Maaf, saya tidak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status