Semua Bab Baby Triplets Milik Om Tampan: Bab 51 - Bab 60
324 Bab
Menikahlah Denganku, Shela
"Mami, Tiana tidak papa, kan?" Dalam gendongan Shela, anak itu bertanya. Tiana duduk di pangkuan Shela di dalam mobil menuju pulang dari rumah sakit. Shela tersenyum manis dan menggeleng pelan. "Tidak papa kok, kata Dokter Marisa sebentar lagi Tiana mau sembuh," jawab Shela mengecup manis pipi Tiana. Anak itu terkikik geli, dia mengangguk gemas. "Kalau Tiana sembuh, Mami dan Papi sama-sama terus ya," pinta anak itu menyandarkan kepalanya di dada Shela. Sebastian menoleh sejenak, dia tersenyum mengelus pucuk kepala Tiana dengan satu tangannya. "Tentu saja, memangnya Mami sama Papi mau ke mana? Selalu sama-sama terus kok, kita berdua akan selalu menjaga Tiana," jelas Sebastian. "Iya. Bagus..." Tiana kembali diam memeluk tubuh Shela, memegangi jaket yang Shela pakai dan memandangi punggung tangannya bekas tusukan jarum infus yang terpasang plaster. Shela merenung mengusap punggung kecil Tiana, kata-kata Dokter Marisa masih terus terngiang dalam kepalanya. Shela benar-benar sedih
Baca selengkapnya
Sebastian Cemburu dan Marah
Setelah Sebastian mengajak Shela menikah, semalaman Shela terjaga karena memikirkan hal tersebut. Bahkan pagi ini saat ia berada di toko, gadis itu tidak fokus dan terus menerus memikirkan jawaban apa yang tepat. "Mami, ini sudah..." Suara Tiana membuyarkan lamunan Shela, anak itu menyerahkan botol susu cokelatnya pada Shela. "Oh, sudah Sayang?" "Iya, sudah. Tiana mau main lagi," jawab anak itu tersenyum manis.Shela mengangguk, ia mengikuti Tiana yang duduk di sebuah sofa dan bermain dengan beberapa boneka yang ia tata di atas meja kecil. Tiba-tiba pintu toko terbuka, nampak sosok Adam yang datang membawa sebuah boneka Teddy bear putih besar. "Om Adam!" Tiana langsung turun dari atas sofa, anak itu berdiri di hadapan Adam menatap berbinar-binar pada boneka yang Adam bawakan. "Ini buat Tiana," ujar Adam memberikan boneka itu. "Waahh... Tiana suka sekali! Terima kasih!" pekik bocah cantik itu lompat-lompat kesenangan. Shela tersenyum tipis menatap Tiana yang kini memeluk bonek
Baca selengkapnya
Mengulang Malam yang Lalu
Keributan semalam yang diketahui oleh Tiano membuat bocah itu pagi ini sudah lengket dengan Shela dan Tiana, Tiano tidak sedikitpun menyapa Papinya. Padahal antara ia dan Tino, biasanya Tiano yang lebih dekat dan manja pada Sebastian. Sedangkan Tino biasa saja, karena anak itu menganggap dirinya yang paling sulung, Tino beranggapan dialah anak yang paling dewasa, meskipun usia mereka sama rata. "Sarapan dulu, Sayang... Makan yang banyak supaya sekolahnya nanti tambah pintar," ujar Shela menyiapkan sarapan untuk ketiga anaknya. "Tiana tidak mau itu, Mami... Mau buah pisang!" Tiana menunjuk ke dalam keranjang buah. Shela memberikannya, Tino dan Tiano tidak banyak cakap. Anak itu langsung memakan apa yang Maminya siapkan. Hingga muncul Sebastian, laki-laki itu berjalan ke arah dapur dan tidak menyapa Shela sama sekali. "Papi tidak sarapan?" tanya Tino menatap Sebastian. "Kalian sarapan saja dulu," jawab laki-laki itu mengecup pipi Tino, Tiana, dan giliran ia mendekati Tiano, anak
Baca selengkapnya
Antara Cinta dan Orang Tua
Sebastian memandangi wajah Shela yang kini tertidur dengan nyenyak. Memeluk Tiana yang sudah bangun sejak beberapa menit yang lalu, namun putri kecilnya itu masih enggan melakukan apapun. "Tidur lagi, Sayang," bisik Sebastian mengecup pipi Tiana. Anak itu bergerak cepat meringkuk memeluk leher Shela dan mulai merengek-rengek seperti biasa. "Mami bangun," bisik anak itu di telinga Shela. Entah saking lelahnya, atau memang Shela mengabaikan putrinya. Gadis itu tidak membuka kedua matanya sama sekali. "Mami... Ih Mami tidak sayang Tiana lagi," cicit Tiana cemberut memainkan kancing piyama yang Shela pakai. Tingkah lucu Tiana membuat Sebastian terkekeh pelan, laki-laki itu langsung beringsut bangun. Ia turun dari atas ranjang dan mengulurkan kedua tangannya pada Tiana. Anak itu tidak mau digendong, Tiana turun sendiri dan ia berjalan dua langkah sebelum bocah itu nyaris saja terjungkal hingga Sebastian langsung menahannya. "Sayang, tidak papa?!" pekik Sebastian, ia langsung membun
Baca selengkapnya
Mamamu Membawa Anakku!
"Tiana akan aku ajak jalan-jalan! Kau jangan melarangku!" Monica, wanita itu langsung merebut Tiana dari gendongan Shela saat itu juga. Semudah itu Monica mengambil Tiana dari gendongan Shela dan mendorong pundak Shela hingga terjatuh di sofa. Putri kecilnya berada dalam gendongan sang Nenek, menatap Maminya dengan tatapan sedih meronta. "Ma... Jangan, Tiana masih sakit! Ma!" Shela langsung mengejar Monica yang gegas melangkah keluar. "Ma, tunggu dulu... Ma!" Langkah kaki Monica begitu tergesa-gesa, entah kenapa Tiana pun juga tidak menangis seperti biasanya. Padahal dia melihat Shela mengejarnya. Anak itu hanya menatapi Shela dan melambaikan tangannya begitu Tiana lebih dulu Monica masukkan ke dalam mobil. "Ma tunggu!" Shela menarik lengan Monica. "Apa sih, Shela!" Monica menyentak tangan Shela dengan kuat. "Aku ini Neneknya! Aku berhak membawa Cucuku pergi jalan-jalan, makan enak, dan memanjakan dia! Aku tidak menjamin selama ini Tiana bahagia tinggal denganmu yang hidup serb
Baca selengkapnya
Tiada Maaf Untuk Kalian!
Sebastian dan Shela berlari masuk ke dalam rumah sakit, setengah jam yang lalu Monica menghubunginya dan mengatakan kalau Tiana kambuh dan dilarikan ke rumah sakit. Di lorong rumah sakit Sebastian melihat Mamanya dan Bella di sana. Shela berjalan cepat, ia menatap marah Monica dan Bella. "Di mana anakku?!" pekik Shela menatap mereka. "Shela tenang..." Sebastian merangkulnya erat dan memeluknya. Di depannya, Bella terpaku, ia terkejut bukan main. Jadi, wanita yang Sebastian sayangi, Ibu dari ketiga anaknya adalah Shela, keponakan Sebastian! "Tiana..." Shela menangis mendorong Sebastian, ia menatap ke dalam sebuah ruangan, di mana anaknya dirawat di dalam sana. "Apa yang kalian lakukan pada anakku... Kenapa kalian selalu mengusik hidupku, KENAPA?!" Shela menoleh ke arah Monica dan Bella. Ia terduduk di lantai dan menangis, lagi-lagi Sebastian memeluknya dan menenangkan Shela meskipun gadis itu mendorongnya berkali-kali. "Jangan menyentuhku lagi! Pergi kau... Ajak Mamamu pergi,
Baca selengkapnya
Bertahanlah Sebentar, Sayang
Hampir dua jam lamanya Shela berdiri di depan dinding kaca menatap putrinya yang terbaring lemah di dalam sebuah ruangan. Shela merasa hidupnya benar-benar hampa, meskipun ada dua anak lagi yang harus ia perhatikan, tapi Shela berjuang mati-matian enggan untuk mengabaikan Tiana barang satu detik pun. "Aku terlalu terlena, harusnya semua itu tetap menjadi rahasia," lirih Shela tertunduk, kakinya begitu gemetar berdiri cukup lama. "Andai semuanya masih tersembunyi, Tiana tidak akan seperti ini..." Shela terduduk di lantai yang dingin, ia menundukkan kepalanya dan kepalanya begitu sakit. Kali ini Shela merasakan sebuah rasa lelah yang luar biasa. Gadis itu mengambil ponselnya, bagaimanapun juga ia harus bercerita pada kedua orang tuanya, menceritakan segalanya tentang lima tahun ini, dan kondisi Tiana sekarang. Shela diam menunggu panggilan itu dijawab. "Halo... Halo Sayang, ada apa nak? Kenapa telfon Mama malam-malam, Sayang?" Stevani membuka suara. "Mama..." Shela benar-benar me
Baca selengkapnya
Semua Rahasia Terbongkar Sudah
Keesokan harinya, Sebastian menyusul Tino dan Tiano yang ia ajak ke rumah untuk menemui Tiana. Semalaman Tiana terus menerus menyebut-nyebut nama kembarannya, mungkin dia sangat rindu. Kedatangan Tino dan Tiano membuat Tiana tersenyum, meskipun dia sedikit irit bicara, setidaknya kembarannya mau menghiburnya. "Mam, kita semalam demam. Mungkin karena kangen Tiana ya," ujar Tino sambil memeluk sang kembaran. "Iya, kita berdua kangen banget sama Tiana." Tiano menatap lekat dan dekat wajah adik kembarannya. "Tiana, kangen aku tidak?"Tiana hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum, tangan mungilnya memeluk Tiano. "Cepat sembuh ya Sayang, biar bisa main lagi," ujar Shela merapikan dan mengepang dua rambut Tiana. "Mami, nanti pulang, tidak? Kita juga kangen sama Mami." Tino mendekati Shela dan memeluknya. Shela mendekap hangat tubuh Tino. "Mami juga kangen, Sayang. Tapi adik kan masih sakit, besok kalau adik sudah sembuh Mami pasti temani kalian tidur." "Tidak usah Mi, Mami temani
Baca selengkapnya
Ingin Tidur Denganmu
Dua hari Shela di rumah sakit ditemani oleh Mamanya, mereka berdua menjaga Tiana dan juga dua anak kembarnya yang lain. Dengan adanya sang Stevani, Shela benar-benar sangat tertolong. Apalagi mengasuh Tino dan Tiano bukanlah perkara yang sangat mudah. "Ihhh... Kalah! Tidak suka!" pekik Tiana melemparkan ponsel milik Shela ke atas kasur di sampingnya. "Ehh, kenapa? Apanya yang kalah, Sayang?" Stevani mendekati Cucunya. "Biasa Oma, Adik Tiana selalu marah kalau kalah main game, sudah Tino bilangan tidak usah main, masih aja main!" Tino mengomel seraya menatap kembaran perempuannya itu. Tiana malah menatap sang Kakak dengan tatapan kesal. "Tino nakal!" teriak Tiana marah-marah. Muncul Shela masuk ke dalam ruangan itu bersama dengan Tiano. Mereka baru saja mencari makan, sekalian meminta Dokter Marisa memeriksa Tiana lagi. "Loh, kenapa marah-marah, Sayang?" Shela mendekati sang putri. Di sana, Stevani menggendong Tiana lagi. Anak itu menyandarkan kepalanya di pundak sang Oma. "T
Baca selengkapnya
Papi Jangan Modus!
Saat pagi tiba, Sebastian terbangun lebih dulu. Di luar masih gelap, kamarnya pun masih gelap pula. Lengannya sangat kebas karena Shela yang memeluknya semalaman penuh dan menjadikan lengan kiri laki-laki itu sebagai bantalnya. Kini pun gadis itu masih lelap meringkuk memelukmu dengan erat. "Ya ampun," lirih Sebastian mengusap wajahnya pelan dan menghela napas panjang. Pelan ia melepaskan pelukannya pada Shela, ditatap wajah cantik itu beberapa detik sampai Sebastian tersenyum manis. "Lanjutkan tidurmu, Sayang," bisik Sebastian mengecup kening Shela. Barulah laki-laki itu bangkit dari duduknya. Sebastian melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan tubuhnya dan bersiap. Ia harus menyiapkan sarapan untuk si kembar, dan Sebastian juga sudah meminta Josh mencarikan pembantu juga, agar semua pekerjaan Shela tidak terlalu berat. Begitu Sebastian membuka pintu kamar, ia cukup terkejut saat melihat dua putranya berdiri tepat di depan pintu kamarnya. "Pagi Sayang," sapa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
33
DMCA.com Protection Status