All Chapters of Suamiku Pewaris Kaya Raya: Chapter 161 - Chapter 170
264 Chapters
Bab 161 - Rahasia Bella
Hari berlalu begitu cepat, semenjak Aditama menjadi Presiden Direktur, aktivitas sehari-harinya pun langsung berubah total, berbeda dengan lima tahun yang lalu. Tak jarang ia pulang malam, kadang pulang bersama Vania, kadang bisa pulang sendiri-sendiri, kadang ada yang pulang lebih awal dan belakangan. Tak menentu. Kini, pasangan suami istri itu menjadi sama-sama sibuk. Akan tetapi, mereka berdua masih memiliki banyak waktu untuk bersama. Keputusan Aditama mengambil alih tugas sang Ayah tentu telah menyita energi dan fokusnya. Satu-satnya hiburan yang membuat hatinya sejuk adalah melihat perkembangan Ayahnya yang kian semakin membaik dari hari ke hari. Setiap pagi, Laksana Gandara dan Sophia akan melepas Aditama pergi ke kantor jika ia sedang menginap di rumah kedua orang tuanya. Perasaan kecewa dan marah dalam diri Aditama terhadap Ayahnya, secara perlahan menyusut seiring berjalanya waktu, terlebih saat ia mengetahui bahwa ternyata sang Ayah memang benar-benar men
Read more
Bab 162 - Bagimana Reaksi Kakek Hermanto?
"Iya, Pa. Sekarang, Aditama sudah tidak takut lagi kepada kita! Sudah besar kepala dia!" Sambung Susan seraya melipat tangan di depan dada. Ekspresi wajahnya memancarkan aura kemarahan. Bastian terdiam dengan pandangan menerawang. "Ya Aditama sudah tidak takut lagi dengan kita ... maka ... Papa akan kasih dia paham." Balas Bastian penuh penekanan pada kalimatnya setelah terdiam sebentar. "Papa akan pastikan jika dia akan menyesal karena telah memilih melawan kita!" Muncul kilat tajam di kedua matanya. Ucapan Bastian langsung diangguki oleh Susan dan Mario. Selama sesaat, rahang Mario mengeras selagi berkacak pinggang. Kemudian, ia mendongak menatap sang Ayah dan berkata. "Kita beritahu Kakek saja soal masalah ini, Pa. Supaya Aditama mendapat amukan dari kakek!" ujar Mario, memberi saran yang langsung dibenarkan oleh Susan. Mendengar itu, Bastian menoleh menatap Mario. Dia kemudian berkata. "Iya. Setelah ini kita ke rumah Kakek ... kita beritahu masalah ini kepada Kakek!" Ja
Read more
Bab 163 - Robert
Selagi Sophia tengah menemani sang suami di taman halaman rumah untuk berjemur, terdengar suara memanggil mereka berdua yang membuat mereka berdua menoleh ke arah sumber suara. "Tuan ... Nyonya ... " Kata seorang bodyguard sembari membungkukan badan. Dia kemudian menambahkan. "Ada tamu untuk Tuan dan Nyonya."Mendengar hal tersebut, Sophia dan Laksana Gandara sama-sama mengerutkan kening. "Siapa?" tanya Sophia. "Iya ... siapa?" sambung Laksana Gandara. Akan tetapi, bodyguard itu tampak ragu-ragu hendak menyampaikanya. Mendapati bodyguard bersikap demikian, lipatan di kening Sophia dan Laksana Gandara menjadi semakin bertambah. Setelah merasa siap, bodyguard itu buru-buru menguasai diri dan berkata. "Tu ... tuan Robert ... Nyonya ... Tuan ... " ucap bodyguard itu, menatap keduanya bergantian. Bagimana ia tidak merasa ragu-ragu untuk mengatakanya?Pasalnya, dia tahu jika tamu yang datang adalah rival bisnis Laksana Gandara. Lebih tepatnya ... musuh! Sontak, Sophia dan
Read more
Bab 164 - Sebuah Pesan?
"Jangan pernah bawa-bawa atau sebut nama wanita jalang itu di depanku lagi!" semprot Laksana Gandara dengan wajah mengeras seraya menunjuk muka Robert dengan jari telunjuknya. "Mengerti?!" Robert langsung memasang wajah menyesal penuh kepura-puraan. "Ah, maafkan saya, Tuan Laksana ... saya tidak tahu jika hal itu merupakan bahasan yang sensitif bagi Anda ... " Kemudian, matanya menyipit. "Tapi ... sepertinya Tuan Laksana memang benar-benar telah mengusirnya dan tak mau mendengar kabar darinya lagi." "Bagus lah kalau begitu. Jangan sampai wanita itu menganggu kebahagiaan yang sedang kalian rasakan." Lanjut Robert sembari mengulas senyum yang terkesan dipaksakan. Mendengar ucapan Robert, Laksana Gandara sudah akan mengeluarkan sumpah serapah lagi, tapi sebelum hal itu terjadi, sang istri sudah buru-buru menahanya lebih dulu. Alhasil, Laksana Gandara pun mengurungkan niatnya. "Tenangkan diri, Papa ... jangan tersulut emosi. Jangan terpengaruh dengan omonganya. Tidak ada gunany
Read more
Bab 165 - Jauhar Akan Turun Tangan
"Pasti Presdir ... saya juga akan melaporkan mereka bertiga ke polisi! Tentu saja hal itu merugikan saya, menimbulkan gossip, membuat nama saya jadi tercemar dan mungkin ... akan merembet ke mana-mana!" Jawab Jauhar dengan wajah memerah. Kemudian, ia tampak mengatur napas lebih dulu untuk meredakan amarahnya. "Tapi ... saya tidak akan membiarkan hal itu sampai terjadi, Presdir. Saya pasti bisa mengatasi masalah itu. Lagi pula, sudah lama sekali saya ingin memberi pelajaran kepada laki-laki itu. Percayakan kepada saya Presdir ... jika ... Pak Bastian akan tunduk pada Presdir pada akhirnya!" Wajah Jauhar tampak tegas. Aditama manggut-manggut mendengarnya. "Saya yakin ... jika mereka akan langsung takut jika Anda sudah turun tangan." Balas Aditama seraya menghempaskan punggung ke sandaran sofa yang dibalas anggukan kepala oleh Jauhar. Tiba-tiba rahang Jauhar terkatup rapat, seakan tengah berpikir. Dia kemudian berkata. "Tapi ... jika boleh saya tahu ... apakah Anda belum memberitahu
Read more
Bab 166 - Clue Pertama
"Untuk apa kau berpenampilan seperti ini?!" tanya Bastian dengan nada sarkas. Giginya bergemeretak. Ekspresi wajahnya menunjukan ketidaksukaan. Kemudian, ia tersenyum sinis. "Cih ... sungguh tak pantas dirimu mengenakan jas seperti ini!" Mendengar komentar sang Paman, Aditama tidak mempedulikanya. Ia balik menatap Bastian dengan memasang ekspresi wajah datar. "Untuk apa lagi?" Jawab Aditama. Dia kemudian menambahkan. "Ya untuk bekerja lah." Kening Bastian berkerut. "Kau ... sudah bekerja kembali?" Bastian malah balik bertanya. Aditama mengangguk mendengar hal itu. Kemudian, Bastian menatap ke sekitar sambil tersenyum kecut sebelum kemudian kembali menatap Aditama. Dia kemudian berkata. "Tidak akan ada perusahaan mana pun yang mau memperkerjakan seorang mantan kuli bangunan dan berpendidikan rendah sepertimu!" Ia berpikir demikian karena melihat setelan jas yang dikenakan Aditama ... dengan penampilanya seperti itu ... menandakan kalau dia bekerja di suatu perusahaan. Walaupun
Read more
Bab 167 - Jalan Damai?
Pukul delapan malam, Aditama dan Vania tiba di rumah Kakek Hermanto.Melihat kedatangan keduanya, Hermanto dan Stephanie langsung menyambutnya dengan hangat.Setelah ngobrol basa-basi sebentar, kemudian Aditama dan Vania digiring ke meja makan untuk diajak makan malam bersama.Sembari menyantap makanan masing-masing, pun obrolan santai masih terdengar yang sesekali diselingi canda dan tawa, akhirnya Vania menyinggung maksud sang kakek mengundang dirinya dan sang suami untuk datang ke rumah ini. Selama sesaat, rahang Vania mengeras. Dia kemudian berkata. "Kakek ... memintaku dan Tama ke rumah karena hendak menyuruh kami untuk mencabut laporan Tama terhadap Paman, Bibi dan Mario, bukan?" ujar Vania dengan hati-hati, langsung menebak demikian. Hermanto agak sedikit terkejut mendapatkan pertanyaan itu. Seketika menghentikan kegiatan menyuapkan nasi ke dalam mulut. Begitu pula dengan Stephanie. Keduanya lalu saling pandang satu sama lain, seakan tengah menyamakan frekuensi atas pertanya
Read more
Bab 168 - Memanggil Hermanto dan Bastian
"Apa yang sedang Ayah pikirkan?" Suara Stephanie membuat Hermanto yang sedang duduk melamun di kursi depan rumah seketika menoleh ke arah sumber suara. Tampak Stephanie yang tengah berdiri di ambang pintu sebelum kemudian berjalan ke arah kursi satunya dengan membawa secangkir teh hangat untuknya. Diletakan secangkir teh hangat tersebut di atas meja, lalu ia mejatuhkan diri di kursi satunya. Selagi Stephanie menatap lekat sang Ayah—menunggu.Hermanto memalingkan muka ke depan lagi sambil menghela napas berat. Dia kemudian berkata. "Rumah jadi terasa sepi ya, Step karena sudah tidak ada Vania dan ... Aditama lagi," suara Hermanto melemah di ujung kalimat. Mendengar itu, terbit senyum tipis di bibir Stephanie. "Sudah saatnya mereka mencari makna hidup sendiri, Yah. Sudah saatnya mereka berpisah dengan kita karena sebentar lagi mereka akan membentuk sebuah keluarga baru." Hermanto kembali menatap Stephanie dengan memasang wajah murung. "Tapi kalau dipikir-pikir lagi ... ini sal
Read more
Bab 169 - Bastian Sudah Tidak Bisa Berbuat Apa-Apa
Bastian, Susan dan Mario benar-benar kecewa berat dengan Kakek Hermanto yang kini telah berubah.Jika dulu, setiap mereka mempunyai masalah dengan Aditama, pasti ia akan selalu berpihak pada mereka, tidak peduli mereka benar atau salah sekali pun. Tapi sekarang ... sudah tidak lagi! Mereka bertiga sengaja tidak memenuhi panggilan dari kepolisian karena Bastian sedang menunggu orang-orang suruhanya yang ia tugaskan untuk mencari bukti-bukti hubungan gelap antara Jauhar dengan Vania. Mereka sepenuhnya sadar dan tahu jika hal itu membuat para polisi nantinya akan mendatangi dan menjemput mereka secara paksa. Jika hal itu terjadi, maka, mereka akan malu. Oleh karena itu, Bastian menginginkan orang-orang suruhanya harus sudah menemukan bukti-bukti sebelum polisi menjemput secara paksa. Pada saat Bastian, Susan dan Mario fokus pada hal tersebut, mereka lupa sesuatu jika mereka telah membawa-bawa nama salah satu orang berpengaruh di kota Ferandia. Siapa lagi kalau bukan Jauhar—w
Read more
Bab 170 - Bastian Kalang Kabut
Sehari sebelumnya ... Aditama melihat dua orang tengah terduduk dengan keadaan tubuh terikat pada kursi selagi ia berjalan mendekat di sebuah gedung tak terpakai. Di kanan kirinya, dua laki-laki terlihat seperti sedang mengintrogasi dua orang itu. Mereka adalah tukang pukul Aditama. Menyadari kedatangan Tuan Mudanya, dua tukang pukul buru-buru menguasai diri untuk menyambutnya. Tiba di hadapan mereka, dua tukang pukul itu langsung menundukan badan masing-masing. Lalu, keduanya menegapkan tubuhnya lagi dan berkata. "Maafkan kami, Tuan. Kami belum berhasil membuat mereka berdua untuk buka mulut." Kata salah satu tukang pukul, menatap Aditama dengan perasaan bersalah bercampur takut seraya menunjuk-nunjuk dua orang yang dimaksud yang dibalas anggukan kepala oleh tukang pukul satunya. Aditama mengangkat tangan sambil mengangguk pelan, menandakan jika ia tidak mempermasalahkan hal itu.Seketika dua tukang pukul itu pun merasa lega. Pandangan Aditama lalu terfokus pada dua orang yang
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
27
DMCA.com Protection Status