All Chapters of Suamiku Pewaris Kaya Raya: Chapter 181 - Chapter 190
261 Chapters
Bab 181 - Usaha Menarik Simpati
Aditama menghadap Panji, lalu menganggukan kepala, sebagai pertanda untuk Panji menuruti permintaan keduanya. "Tidak kah Anda melihat ada yang mencurigakan di sini?" tiba-tiba Robert berujar dengan memasang ekspresi wajah datar serta merentangkan kedua tanganya lebar-lebar, seakan tengah memperlihatkan kepada Panji bahwa keadaan di ruangan itu aman-aman saja. Tidak ada tanda-tanda bahaya. "Hanya ada saya dan Andika di sini. Kami juga tidak membawa senjata," Kata Robert lagi seraya menyingkap jas yang dikenakanya, berusaha meyakinkan orang kepercayaan Laksana Gandara tersebut diikuti oleh Andika. Panji terdiam. Seketika memperhatikan secara saksama dengan apa yang tengah keduanya lakukan. Melihat Panji bersikap demikian, Andika berujar lagi, "Apakah selama ini ... kami mencari gara-gara dengan Tuan Laksana?" Andika berkacak pinggang dengan sebelah alis terangkat.Tanpa menjawab, mata awas Panji terus mengedar ke sekitar, seperti sedang memastikan sesuatu, tapi ia tidak kunjung m
Read more
Bab 182 - Benar Kah Keduanya Murni Membantu?
Lagi-lagi, keduanya memandang remeh pertanyaan yang diajukan Aditama.Robert lalu melambaikan tangan dan berujar, "Hei ... santai saja, Tama. Jangan terburu-buru.""Seperti diawal kami katakan, jika Om dan Om Andika itu ... hanya ingin mengetahui kabarmu saja yang sudah lima tahun menghilang." Kata Robert lagi yang dibenarkan oleh Andika. Mendengar hal tersebut, Aditama menautkan kedua alisnya selagi masih menatap Robert dengan lekat. Robert lalu menepuk-nepuk pundak Aditama lagi dan melanjutkan kalimatnya. "Om sangat mengerti apa yang kau rasakan, Tama setelah Papamu mengusirmu dan ibumu dari rumah!" Robert menghentikan kalimatnya sejenak."Papamu memang jahat, Tam ... sungguh keterlaluan, tidak memikirkan perasaanmu dan mamamu sama sekali!" Suara Robert berubah meninggi dan wajahnya juga mengeras. Aditama mengerjap, mencerna dalam sepersekian detik perkataan Robert. Dalam hati ia membenarkan apa kata Robert tentang Ayahnya yang jahat, sudah sangat keterlaluan! Namun harus ka
Read more
Bab 183 - Pada Lega
Melihat kemunculan Aditama, Panji refleks bangkit dari duduknya. Seketika ia mengamati tuan mudanya dari atas sampai bawah, merasa Aditama dalam keadaan baik-baik saja, ia pun langsung menghela napas lega. Sejak tadi, ia begitu cemas, tak tenang, pikiranya ke mana-mana. Melihat Panji bersikap demikian, Aditama tersenyum. "Saya baik-baik saja, Pak Panji." Panji tampak mengatur napas. "Saya sungguh khawatir sekali dengan tuan muda tadi ... tapi syukur lah jika tuan muda tidak diapa-apakan oleh mereka."Aditama menatap Panji untuk beberapa saat. "Terima kasih karena sudah mengkhawatirkanku."Mendengar itu, Panji mengangguk. Panji lalu menghela napas. "Bagaimana mungkin saya tidak khawatir saat tuan muda bersama mereka berdua tadi?" Balas Panji. Kemudian, ia menggeleng dengan pandangan memicing. "Tuan Robert dan Andika itu ... termasuk orang yang berbahaya, tuan muda." Mendengar hal itu, Aditama mengangguk. "Saya tahu hal itu." Kemudian, ia mengedikan bahunya. "Tapi yang pe
Read more
Bab 184 - Memberitahu Kartu As Kepada Aditama
Setelah selesai mengobrol di ruang tamu, Laksana Gandara mengajak Aditama bicara empat mata di ruangan kerjanya. Kini sang kepala keluarga Gandara tengah menatap putranya dengan lekat dan mulai berujar, "Kau tau, Aditama? Mengapa ... Om Robert dan Om Andika melakukan hal itu padamu?" Aditama menggeleng pelan sebagai jawaban. Dari sorot matanya memancarkan rasa keingintahuan. Laksana lanjut berkata. "Tebakan Papa adalah ... selain mereka ingin mempengaruhimu supaya kau semakin membenci Papa ... mereka akan menggunakanmu untuk mendapatkan sesuatu yang Papa miliki karena sesuatu yang Papa miliki itu bisa menghancurkan mereka." Mendengar hal tersebut, Aditama mengernyitkan kening. "Sesuatu itu bisa menghancurkan mereka? Papa ... memiliki sesuatu yang bisa menghancurkan mereka?" Ulang Aditama, hendak memastikan ia tidak salah dengar. Belum sempat Laksana menimpali, Aditama sudah bicara lagi. "Sesuatu seperti apa yang Papa maksud itu? Kenapa pula bisa menghancurkan Om Robert dan
Read more
Bab 185 - Adakah Keterkaitan Antara Robert, Andika dan Arumi?
Sebelum Aditama melangkah keluar dari ruangan tersebut, Laksana meminta untuk dipanggilkan Panji supaya ke ruanganya kepada sang anak. Hal tersebut langsung diiyakan oleh Aditama. Sehabis dari ruangan kerja sang Ayah, Aditama langsung berjalan menuju ke arah ruang tamu untuk menemui Panji. Tiba di sana, ia segera menyampaikan pesan dari sang Ayah kepada orang kepercayaan keluarganya tersebut. Panji langsung mengangguk seraya bangkit dari tempat duduknya dan bergegas menuju ke ruangan tuan besarnya. Tiba di dalam, Panji menghampiri sang tuan besarnya dengan langkah pelan. "Tuan Besar ... memanggil saya?" tanya Panji dengan sopan setelah membungkukan badan di hadapan Laksana lebih dulu, hendak memastikan.Pandangan Laksana yang sedang tertuju pada layar ponsel, seketika mendongak ke arah sumber suara. Lantas, ia mengangguk. "Duduk, Panji." Titah Laksana sembari menunjuk kursi di sampingnya.Panji mengangguk, kemudian berjalan ke arah kursi di samping Laksana dan menjatuh
Read more
Bab 186 - Menemui Para Tukang Pukul Penting
"Sepertinya kita akan pindah tinggal di rumah ini bersama Papa dan Mama, sayang," ujar Aditama dengan pandangan menerawang sembari mengusap lembut puncak kepala sang istri. Mendengar itu, Vania yang sedang merebahkan kepala di dada bidang Aditama, langsung menarik kepalanya, kemudian buru-buru menghadap sang suami. Detik berikutnya, ia mengernyitkan dahi, menatap Aditama untuk beberapa saat. "Kenapa ... mendadak sekali, Tam?"Aditama balik menatap Vania. Tapi tidak langsung menjawab. Mendadak, ia berpikir. Hingga akhirnya Aditama memutuskan tidak akan menceritakan masalah yang sedang keluarganya hadapi itu kepada sang istri. Ia takut hal tersebut akan membuat Vania menjadi banyak pikiran, setres, panik dan tidak nyaman—yang mana bisa berpengaruh pada kandungnya. Ia sungguh dilema, di satu sisi, ia ingin menjauhkan sang istri dari segala urusan keluarganya yang sudah tentu berbahaya dengan tetap tinggal di apartemen. Di sisi lain, kedua orang tuanya membutuhkan dirinya di rumah
Read more
Bab 187 - Heru dan Edwin
Aditama lalu disibukan mengobrol dengan pada tukang pukul penting sembari menyantap sarapan. Dua puluh menit, semua orang telah menghabiskan sarapan masing-masing. Beberapa tukang pukul penting berpamitan kepada Aditama, beranjak dari ruangan itu lebih dulu, menyisakan Aditama dan dua kepala tukang pukul yang sangat dekat denganya di ruangan tersebut. Dua kepala tukang pukul itu adalah Heru dan Edwin.Usai Heru lebih tua daripada Edwin. Sedangkan usia Edwin selisih dua tahun lebih tua dengan Aditama. Heru direkrut sang Ayah lebih dulu daripada Edwin sejak memulai bisnis. Keduanya sama-sana tinggal di situ karena mereka telah menjadi yatim piatu, kedua orang tuanya telah meninggal, juga tidak mempunyai tempat tinggal. Dulu, Aditama tidak hanya menghabiskan waktu bersama mereka, ia juga kerap kali dilatih berkelahi oleh keduanya. Hal tersebut yang membuat keduanya lebih dekat dengan sang tuan muda keluarga Gandara. "Akhirnya Tuan Muda kembali juga setelah lima tahun pergi dar
Read more
Bab 188 - Mengurus Kartu As
Pukul tujuh malam. Mobil yang ditumpangi Aditama dan Panji berhenti di sebuah pelabuhan diikuti dua mobil tukang pukul di belakangnya. Mereka memarkirkan mobil di depan tumpukan kontainer. Aditama dan Panji lalu turun dari mobil, Panji langsung disibukan dengan mengeluarkan sebuah kotak kardus berisi berkas-berkas dan tas dari dalam mobil, sedangkan Aditama seketika mengedarkan pandangan ke sekeliling, ia baru pertama kali mengunjungi tempat ini. Sementara itu, enam tukang pukul yang dilengkapi dengan senjata masing-masing langsung berpencar, matanya menatap awas ke sekitar, memastikan dalam keadaan aman. Selagi Aditama fokus mengamati sekitar, Panji angkat suara. "Tempat rahasia Papa Anda, Tuan." Mendengar hal itu, Aditama menoleh ke arah sumber suara. Kini Panji sudah berdiri di sampingnya, dilengkapi dengan kardus di tangan kiri, sedangkan tangan kananya menenteng tas. Aditama mencerna dalam sepersekian detik perkataan Panji, lalu manggut-manggut. Jadi, tempat ini ad
Read more
Bab 189 - Keluarga Haryadi Melancarkan Aksinya
"Selamat siang, Pak Bastian." sapa seseorang di sebrang sana dengan nada riang yang tak lain dan tak bukan adalah Haryadi Bintoro. Mendadak, ekspresi wajah Bastian menjadi buruk kala mendengar sapaan itu.Disaat suasana hatinya sedang kacau balau karena terjadi masalah pada perusahaanya, tiba-tiba ada seseorang yang dulu pernah bersinggungan dengan keluarga Hermanto ... menghubunginya? Hal tersebut hanya sebuah kebetulan saja atau Haryadi Bintoro memang ada kaitanya dengan masalah yang kini sedang terjadi? "Selamat siang," balas Bastian dengan nada dingin. Di titik ini, benaknya tengah menerka-nerka. "Ada apa Anda menghubungi saya?" kata Bastian lagi. Dia kemudian menambahkan. "Tumben sekali ... bertepatan dengan sedang terjadinya masalah di perusahaan saya!"Lengang sejenak di ujung ponsel. Mendapati hal itu, Bastian semakin tidak karu-karu an. Kentara tidak sabar. "Eh, Anda menuduh saya yang telah melakukan hal demikian pada perusahaan Anda, Pak Bastian?" sahut Haryadi sete
Read more
Bab 190 - Ajakan Kerja Sama Dari Haryadi dan Edward
Tak membutuhkan waktu lama untuk seseorang yang sedang dihubungi mengangkat panggilanya. "Selamat malam, Pak Bastian ... ada apa Anda menghubungi saya malam-malam begini?" sapa Haryadi ramah. Nadanya terdengar riang, sama seperti tadi siang. "Tumben sekali ... tidak seperti biasanya." Haryadi mengakhiri kalimatnya dengan kekehan. Mendengar hal itu, Bastian muak bukan main. Dia kemudian berkata. "Tidak usah kebanyakan berbasa-basi. Kau juga 'kan ... yang telah menyabotase bisnis klab malam anakku?!" semprot Bastian yang langsung menuduh Haryadi. Ia sudah tidak bersikap sopan dan segan kepadanya lagi. Peringai aslinya kelihatan. Topengnya sudah terlepas. Haryadi malah tertawa renyah di sebrang sana. Tidak merasa tersinggung.Justru, sepertinya, pria paruh baya itu malah akan merasa senang jika mendengar Bastian marah-marah. Disaat yang sama, juga terdengar tawa lain ... Bastian mengenal suara tawa itu yang tak lain dan tak bukan adalah suara tawa Edward ... anaknya! "It
Read more
PREV
1
...
1718192021
...
27
DMCA.com Protection Status