Semua Bab Terpaksa Menikah Dengan Duda Anak Dua: Bab 11 - Bab 20
36 Bab
Keluarnya Mimisan Di Hidung Reina
“Anakku, Mama sangat khawatir melihat kamu terbaring lemah seperti ini. Mama tidak bisa membayangkan bila kamu pergi meninggalkan Mama seorang diri...” lirih Anum mama dari Reina.Ujang berada disamping sang istri dengan wajah tak kalah cemas. Terlebih saat ia mendapatkan sebuah fakta yang sangat sulit untuk diterima. Dokter telah memvonis Reina, bahwa ada tumor yang mencurigakan tengah berada di dalam tubuh beberapa putri semata wayangnya itu. Hanya saja dokter belum dapat memastikan seberapa berbahayanya tumor-tumor tersebut karena proses mendiagnosis harus memerlukan beberapa rangkaian pemeriksaan. Karenanya Dokter menyarankan kepada kedua orang tua Reina untuk memberikan kondisi Reina secara rutin.Dokter, kira-kira berapa biaya yang harus kami keluarkan untuk pengobatan putri kami?” tanya Ujang.“Untuk informasi pembayaran silahkan bapak bertanya pada penjaga administrasi” ujar dokter sembari berlalu.Anum tak henti-henti memeluk tubuh Reina yang tak sadarkan diri. Ia tak ingin pu
Baca selengkapnya
Ancaman
“Kalian mau ngapain sih!” pekik Intan saat Agustina dan dan Rosa menarik tangannya dengan kasar. “Mau apa? Ha! Kami ingin meminta uang!” bentak Agustina.”Uang? Apa maksudmu? Perasaan saya tidak memiliki hutang pada siapapun. Apalagi sama setan-setan macam kalian!” seru Intan.PLAKTamparan keras mengenai pipi Intan, rasa yang begitu perih membuatnya merintih. Intan merasa heran dengan perbuatan mereka yang tidak masuk akal kepadanya, “Kalian jahat!” teriaknya sembari mengusap pipinya yang masih sakit.“Kami itu tidak jahat tapi kami butuh uang! Kau mau video itu kesebar? Mau dibawa kemana wajahmu yang dekil kek gitu!” seru Agustina.“Sudah deh... Lebih baik kamu lihat video ini dulu biar bisa berpikir cepat” Rosa menunjukkannya ponselnya di dekat Intan. Bola matanya terbelalak tak percaya dengan apa yang ia lihat. Sebuah adegan panas diperankan oleh wanita muda berambut pendek sedang bergulat pada om-om di atas ranjang. Adegan demi adegan terpampang dengan jelas! Tak bisa Intan pung
Baca selengkapnya
Permintaan Centini Yang Diluar Nulur
Hari ini tepat tanggal merah menjadi hari yang baik untuk Reina karena akan segera cabut dari rumah sakit yang telah membuatnya tak nyaman berada di sana. Selalu mencium bau obat-obatan, mendapatkan bubur yang rasanya tawar bukanlah hal menyenangkan bagi siapapun yang tengah sakit. Kini, Reina bisa kembali menatap langit dengan bebas tanpa mencium lagi aroma obat-obatan..“Mari Bu, biar saya yang menaruhnya" terlihat seorang bapak-bapak paruh baya berpakaian kemeja dan dasi. Wajahnya sudah tak lagi muda, namun terlihat begitu cekatan. Ia mengangkat semua barang-barang milik Reina dan menaruh semua barang tersebut ke bagasi mobil.“Terimakasih Pak Kasim” ujar Reina.“Sama-sama Bu. Awas hati-hati!” Pak Kasim membantu Reina untuk masuk ke dalam mobil.Reina duduk di depan berdampingan dengan kursi pengemudi. Setelah dirasa aman, Pak Kasim langsung masuk ke dalam mobil dan mulai mengemudi dalam kecepatan normal. Reina yang baru membaik tak terlalu banyak bergerak atupun berbicara dan memi
Baca selengkapnya
Salah Berucap Awal Dari Kebencian
Malam ini terasa begitu dingin. Hal ini disebabkan karena hujan deras yang sedari tadi mengguyur kota Jakarta dimulai dari tadi sore hingga jam 12:00 Malam. Pinka dan Pinky juga tak kunjung tidur yang mau tidak mau Reina yang saat ini mendampingi mereka harus ikut bergadang juga.“Ibu Reina, besok pagi apa Ibu Reina sibuk?” tanya Pinky.”Humm... Mengapa kamu menanyakan hal itu?” tanya Reina.”Besok kan hari Minggu, pasti libur” sahut Pinka yang asik menyusur boneka Barbie kesayangannya.“Oh, kalau begitu kita bisa mengunjungi Mama. ke rumah sakit! Bareng Papa dan Ibu Reina juga!” Pinky terlihat begitu penuh bersemangat namun membuat Reina mendadak cemas.“Ibu Reina, ayo ikut sama kita ya ke rumah sakit. Pasti Mama kita bakalan senang melihat Ibu juga ikut menjenguk” ujar Pinka, bocah itu menaruh sebuah harapan kecil pada diri Reina.“A-aku...” KREAG~Pintu kamar tiba-tiba terbuka, menunjukkan wajah seseorang dari balik pintu tersebut. Angga datang dengan tepat waktu membuat Reina sed
Baca selengkapnya
Kedua Bocah Pengacau
"Hai Tante!” Pinky menyapa Centini yang sudah membuka pintu. “Hai juga anak manis!” sapa Centini.“Pinky, dimana Papa kamu?” tanya Centini.”Papa ada didalam mobil, ayo Tante ikut aku ke sana” Pinky meraih tangan Centini untuk segera menunju ke arah mobil.Centini sumringah saat melihat Angga, namun hatinya merasa kurang bahagia. Melihat kedua anak yang beresiko menggagalkan rencananya, Centini menjadi harus berpura-pura baik. Pinky masuk ke dalam mobil sementara Centini masih berdiri mematung di luar. ”Centini, ayo masuklah!!” suara Angga terdengar lembut namun mampu membuat lamunan wanita muda di dekatnya menjadi fokus.”Iya, aku masuk sekarang" sahut Centini.Angga mulai menyalakan mobil BMW yang baru satu bulan ia beli. Bukan karena perlu namun memang karena hobi. Di bagasi mobil pribadinya saja sudah ada sepuluh mobil yang tersimpan dengan rapih. Semuanya juga termasuk mobil bermerek. Tak jarang, Angga dengan senantiasa meminjamkan mobilnya itu bagi siapapun yang sedang memerlu
Baca selengkapnya
Melayani Om-om Hidung Belang
“Arhhhh” Suara desahan terdengar dari hotel dengan nomor kamar 03. Selama berjam-jam, desahan-desahan yang terdengar di kamar itu semakin menjadi-jadi. Hingga suara tersebut mulai sunyi. Pintu mulai terbuka lebar memperlihatkan Pria berbadan kekar mulai keluar dengan wajah yang begitu beringas. Pria kekar itu langsung ke keluar begitu saja tanpa menutup pintu yang sempat ia buka.Terlihat dari dalam kamar tidur, seseorang wanita muda tengah menangis tersedu-sedu. Rosa menghampirinya dan menutup pintu, ”Bagaimana? Apa kamu menikmatinya? Saya dengar desahanmu sangat menggiurkan!" seru Rosa.Wanita muda yang sempat menangis menghusap air matanya. Tatapan mata dan hatinya begitu tajam ke arah Rosa. Hanya saja saat ini dirinya benar-benar merasa tidak berdaya. Melawan kena dan diam pun juga kena."Kapan saya bisa terbebas dari kalian? Saya lelah dengan semua semua ini...” lirihnya."Intan, kamu baru pertama kali bekerja sebagai kupu-kupu malam dan kamu sudah merasakan lelah? Lihatlah wanita
Baca selengkapnya
Nasib Tragis Intan Yang Malang
“Kamu kemana saja sayang? Aku telepon kamu dari tadi tidak kamu angkat-angkat? Aku khawatir sekali sama kamu" Suara laki-laki yang tidak asing di telinganya, Intan menunduk sembari meremas tas selempangnya sendiri. "Aku sedang sibuk!" seru Intan."Kenapa tidak kamu beritahu aku terlebih dahulu agar aku tidak mengkhawatirkan keadaan kamu sayang" ujar kekasih Intan yang bernama Regan."Aku lelah, tolong jangan halangi aku untuk masuk ke rumahku sendiri!" Intan mendorong tubuh kekasihnya ke samping agar tidak menghalangi jalannya. Regan berusaha meraih tangan Intan namun tak sempat karena sekarang Intan sudah masuk ke dalam rumah dengan mengunci pintu erat-erat.Regan bersedih merasa Intan telah berubah. Dengan rasa penuh kekecewaan Regan pun meninggalkan halaman rumah Intan. Merasa Regan telah pergi, Intan mencoba untuk mengintip melalui celah jendela. Air matanya mengalir begitu deras, rasa sesak semakin menyiksa batinnya saat ini."Hiks... Maafkan aku! Aku tidak bermaksud seperti ini
Baca selengkapnya
Menjenguk Intan Untuk Terakhir Kalinya
“Kasihan Intan, mengapa ada orang yang tega membuatnya seperti itu” Reina menghela nafas tak mampu membayangkan nasib mantan rekan kerjanya. Disaat yang lain telah meninggalkan pemakaman, hanya Reina dan Agustina yang masih berada di kuburan.“Katanya sebelum dibunuh terlebih dahulu dia dilecehkan. Ah... Benar-benar malang padahal masih muda dan masa depannya juga panjang” ujar Agustina.Tampak dari kejauhan terlihat seseorang laki-laki dengan berpakaian pasien tengah berjalan menuju ke arah pemakaman. Reina tidak sengaja melihatnya, “Siapa dia? Sepertinya wajahnya tidak asing” ujar Reina.“Dia itu Regan kekasih dari Intan” sahut Agustina.Regan berjalan menuju ke arah mereka. Wajahnya sembab seperti tak bergairah. Karena saat ini Reina begitu dekat dengannya, sebagai mantan rekan kerja, Reina mencoba menyapa Regan. Terlihat, Regan hanya membalas sapaannya dengan singkat dan Reina memakluminya.“Regan, kami berdua mau pulang duluan ya” ujar Agustina dan dibalas anggukan kepala dari Reg
Baca selengkapnya
Memberantas Orang Yang Suka Meremehkan
Setelah sibuk mengemudi hingga berjam-jam lamanya akhirnya Reina sampai juga di tanah kelahirannya. Wajah cantik itu terpampang dengan sunggingan senyum yang manis, “Yes akhirnya sampai juga!”Reina turun dari mobil lalu berjalan ke arah bagasi. Satu persatu barang mulai ia turunkan dengan penuh semangat. Mendengar suara mobil, Ujang datang untuk melihat...“Reina?” Ujang menghampiri putri kesayangannya dengan refleks Reina meraih tangan Ujang lalu menciumnya dengan penuh bakti.“Aku ingin pulang kesini Pa” ujar Reina.Ujang menganggukkan kepalanya dan mencoba membantu putrinya untuk membawa semua barang-barang yang dibawa oleh Reina ke dalam rumahnya. Saat sudah berada didalam ruangan Reina memilih duduk di kursi yang terbuat dari kayu jati. Kursi yang sudah ada sebelum ia dilahirkan di dunia yang indah ini. Ujang membiarkan putri semata wayangnya itu beristirahat di ruang tamu sedangkan ia yang selesai menaruh barang, memilih masuk ke dapur.“Huamz. . Rasanya aku ingin tidur hari in
Baca selengkapnya
Agustina Terdesak
“Lain kali jangan seperti barusan lagi... Karena sekarang, Mama jadi tidak enak hati sama Mpok Juli–” Reina membalas perkataan mamanya hanya dengan senyuman manis. Baginya, senyuman adalah hal utama dalam merespon sesuatu. Berbeda pandangan, justru Ujang malah bangga dengan sikap tegas yang tunjukkan oleh Reina. Sebagai kepala keluarga, Ujang juga sakit hati bila melihat istrinya terus-menerus di olok-olok. Meskipun mereka miskin namun tak selayaknya diperlakukan sebelah mata. Ujang juga merasa selama ini dirinya bekerja dengan giat untuk bertanggungjawab dalam melunasi hutang dan tidak lepas dari tanggungjawab!!!“Papa lihat kamu yang sekarang sudah memiliki kemajuan. Ini juga berkat suami kamu yang merubah hidupmu menjadi bertakhta tinggi” celoteh Ujang penuh haru.“Benar sekali! Uang itu pasti pemberian dari Pak Angga? Seandainya saja Mama memiliki cucu betapa bahagianya Mama dan Papa. Ya, enggak Pah?” Anum melirik Ujang, meminta jawaban.“Iya Mah” sahut Ujang singkat.Mendadak Re
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status