Semua Bab Menantu Miskin Itu Ternyata Sultan : Bab 71 - Bab 80
167 Bab
Bab 71. Dikasih hati, segera minta jantung.
"Ya ampun! Bukan begitu juga! Siapa yang menyuruhmu korupsi? Mau dipenjara? Nanti aku menikah lagi, malas amat aku menunggu orang dipenjara! Kurang kerjaan. Maksudnya, cari kerja sampingan! Kalau pulang ngantor itu, ngojek atau kuli panggul di pasar. Kan dapat sampingan. Seperti sekarang ini, kamu kan lagi cuti, coba pergi ke pasar cari seseran. Kan lumayan."Farhan menggaruk kepalanya, tetap dia yang salah ujung-ujungnya."Kamu tidak malu ya, kalau suamimu yang kerja kantoran ini jadi kuli panggul? Biasanya kamu gengsian orangnya." Sindir Farhan."Malu sih. Tapi mau bagaimana lagi. Kepepet. Benar kata orang, menuruti rasa malu, lapar!"Mereka pada akhirnya tertawa dengan obrolan random Silvia dan suaminya.Ini adalah pertama kalinya Mia tertawa di tengah-tengah keluarganya."Ya sudah. Kalau begitu ibu mau memasak dulu ya, buat makan siang. Sekalian Mia makan siang dulu disini.""Biar aku bantu ya, Bu. Aku sudah lama tidak masak."Ibu langsung mencegah. "Jangan Mia! Kalau Gara tahu, d
Baca selengkapnya
Bab 72. Memastikan istrinya.
"Iya, itu Gara." Sahut Mia.Semua orang langsung sibuk membenahi diri dan makanan diatas meja yang berantakan."Astaga! Tuan Gara datang kemari, bagaimana ini? Dapur kita berantakan!" Silvia cepat-cepat membetulkan piring-piring makanan yang belum-belum memang sudah berantakan."Cepat susul suamimu, Mia!" Wibowo menoleh pada Mia.Mia segera bangun dan berlari kecil ke depan."Ya Ampun.. Bagaimana ini?" Rita juga terlihat kebingungan, segera menata perkakas kotor yang masih berserakan di ujung sana."Malunya kalau Gara melihat dapur berantakan begini.""Halah! Ibu, lebay! Bukannya Gara sudah sering masuk ke dapur ini? Duduk disini juga." Sindir Silvia."Lebay kepalamu itu! Masalahnya yang dulu dulu dan yang sekarang beda! Cepat bantuin, malah ngoceh!""Eh, iya iya. Ini bos besar yang datang!" Silvia pun bangun segera membantu ibunya merapikan perkakas.Sementara Mia menyambut Gara. Dia tidak menyangka kalau Gara akan menyusulnya kemari. Tadi Mia meminta izin kesini dan diantar oleh sop
Baca selengkapnya
Bab 73. Sindiran para ibu-ibu.
Fiah melongokkan kepalanya ke dalam kamar Dinda. Dia melihatnya Dinda sedang duduk bersandar dengan santainya.Dinda menoleh ketika melihat kepala Fiah muncul di pintu."Mana air dinginnya, Fiah?""Kaki Mbak Dinda sakit ya?" Fiah bertanya.Dinda melongo. “Tidak kok!" Jawabnya."Kalau begitu ambil sendiri! Kecuali kalau kaki dan tangan Mbak Dinda itu sudah nggak berfungsi, baru teriak!" Sahut Fiah, dan kemudian langsung ngeloyor pergi."Dasar! Bilang saja malas disuruh!" Dinda membalas berteriak.Fiah tidak mau lagi mendengar teriakan nenek lampir."Mendingan main saja! Daripada ngeladenin orang seperti ratu kesasar!" Gumam Fiah.Dinda menghentakkan kakinya. Dengan sangat malas dia melangkah juga ke dapur untuk mengambil air dingin."Dinda.." Ibu menegur dari belakang. Dinda hanya melirik saja."Jangan sering minum air es, Nak. Kamu itu sedang hamil. Itu tidak bagus. Bisa kembar air kalau kata kami orang kampung." Ujar Ibu sekedar untuk memperingatkan Dinda.(Kembar air itu istilah ora
Baca selengkapnya
Bab 74. Malangnya nasib kita.
"Gimana mau beli daging. Dia itukan udah bangkrut. Lebih parahnya, suaminya dipenjara karena ketahuan korupsi.""Masa sih? Kok aku gak dengar?" Satunya menyahut."Ya ampun…. Ketinggalan informasi yang lagi tren kamu ini, ya? Si Alex itu dapat uang banyak untuk beli ini itu tuh, rupanya dari korupsi. Jadi sekarang di penjara.""Ya Ampun! Yang benar? Kasihan banget istrinya. Mana lagi hamil muda. Gimana itu nasibnya?" Yang lain kembali menyahut.Seketika darah Dinda mendidih, tetapi wajahnya menunduk. Dia begitu malu dan buru-buru masuk ke dalam rumah."Siapa coba yang bocorin tentang Mas Alex dipenjara? Pasti ini kelakuan ibu kalau nggak Fiah. Apa sih maksud mereka? Mau bikin aku nggak betah disini?"Dinda melempar sayuran di atas meja begitu saja dan langsung menangis di dalam kamar.Rasanya begitu sesak. "Aku memang nggak betah disini. Tapi mau dimana coba?" Dia sesenggukan. Dinda mengintip dari celah jendela. Samar-samar masih bisa mendengar, ibu-ibu diluar sana masih saja membahas
Baca selengkapnya
Bab 75. Mulai beradaptasi.
"Mohon maaf. Waktu saudara Alex sudah habis. Saya harus menutup panggilan." Dinda hanya bisa menangis kuat sambil menggenggam ponselnya. "Kenapa bisa seperti ini, Mas… Jika tahu akan begini, lebih baik aku hidup sederhana saja asal kita jangan berpisah dengan cara seperti ini." Lagi-lagi dia hanya dapat terisak, pandangannya menatap kosong ke depan. Fiah melongok, ingin sekali mengucapkan kata "Rasain Lo!" tapi Fiah bukanlah anak sejahat itu. Dia menarik mundur kakinya perlahan kemudian ke dapur. Membuka sebuah kantong plastik yang sedari tadi ada di tangannya sebelum mengintip kakak iparnya. Anak itu mengambil mangkuk, menuangkan bubur kacang hijau yang baru saja dibelinya dari uang pemberian budenya. Kemudian melangkah memasuki kamar Dinda lagi. "Mbak.. Mau bubur kacang hijau?" Dinda terkejut dan buru-buru mengusap air matanya. Dia hanya melirik Fiah tanpa merespon. Fiah meletakkan mangkuk di atas meja. "Kalau mau, dimakan. Kalau nggak mau, jangan dibuang! Bisa buat
Baca selengkapnya
Bab 76. Rumah ibu disita.
Hari ini adalah hari libur, Gara sudah berjanji akan mengantar Mia untuk pulang ke rumah ibunya.Tidak seperti biasanya, Mia terlihat sangat bahagia. Wajahnya begitu ceria. Dia sangat senang saat hendak bertemu dengan Ibu Ayah dan juga kak Silvia-nya. Sekarang dia sedang bersiap-siap.Gara sampai merasa sedikit aneh. Biasanya Mia malah terlihat malas jika akan bertemu dengan keluarganya.Apa mungkin karena sekarang mereka sudah semakin dekat? Apa karena sekarang Keluarga Mia sudah menerimanya dengan baik?Mia sendiri memang mulai merasa nyaman dengan Ibu dan Silvia. Jika dulu dia paling tidak suka jika harus bertemu dengan mereka, sekarang dia justru sering merindukan mereka.Itu wajar saja, mungkin karena Mia baru saja akur dengan mereka. Baru saja bisa mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari dua wanita yang seharusnya penting dalam hidupnya.Ketika di perjalanan, Mia sempat menyuruh Gara untuk berhenti mampir di sebuah toko dulu. Mia membeli oleh-oleh untuk Ibu dan Kakaknya .Seb
Baca selengkapnya
Bab 77. Penyesalan Mia.
"Ya Allah… Kenapa aku sampai tidak tahu masalah ini? Padahal kemarin aku kesini, ibu tidak bilang apa-apa. Aku memang melihat kulkasnya tidak ada. Tapi kata ibu, kulkasnya rusak. Makanya aku membelikan kulkas baru untuk mereka. Aku pikir itu benar-benar rusak. Aku tidak berpikir sampai kesana!" Mia benar-benar menyesal tidak tahu apa yang terjadi pada keluarganya.Sekarang, dia harus mencari mereka kemana? Tidak ada yang tahu dan tidak ada petunjuk sedikit pun."Mia, bagaimana kalau kita mencari mas Farhan di kantornya. Siapa tahu dia lembur. Atau kita bisa bertanya kepada rekan kerjanya." Tiba-tiba Gara punya pendapat seperti itu.Mia sudah sedikit lega, tetapi kembali bersedih ketika Bu Desi mengatakan jika sebelum mereka pergi ini, Farhan telah dipecat."Mas Farhan dipecat? Kenapa lagi, Bu Desi?" Mia kembali bertanya penuh khawatir."Sebenarnya bukan dipecat. Tetapi katanya karena perusahaan tempatnya bekerjanya bangkrut. Jadi banyak karyawan yang di PHK. Bukan Farhan sendiri, kep
Baca selengkapnya
Bab 78. Mulai introspeksi diri.
Mia menoleh. "Iya, aku tahu maksud mereka. Tapi aku sangat sedih. Ibu sampai harus kehilangan rumah warisan nenek.""Jadi itu rumah warisan nenek?" Tanya Gara."Iya , Gara. Warisan kedua orang tua ibu."Gara sekarang menepuk-nepuk halus kepalanya. "Sudah. Tidurlah, semua akan baik-baik saja."Mia mengangguk, tapi dia kembali bicara, "Gara, boleh aku meminta sesuatu?”Gara tersenyum. "Tentu saja. Apapun yang ingin kamu pinta, katakan saja. Memangnya Kamu mau minta apa?""Kalau keluargaku sudah ditemukan, bolehkah kita menebus sertifikat rumah ibu lagi?"Gara mengangguk. "Ya. Kita akan melakukan itu. Dan masalah Kak Farhan,"Ucapan gara terputus karena dipotong oleh Mia. "Jangan berpikir untuk mengajak dia bekerja di perusahaan." Gara menyerngitkan dahinya, "Kenapa? Aku sudah berpikir demikian.""Aku trauma kejadian Alex. Aku tidak mau terjadi lagi pada suami Kak Silvia.""Tapi tidak semua orang seperti itu, Mia.""Iya aku tahu. Tidak semua orang seperti Alex. Tapi alangkah baiknya
Baca selengkapnya
Bab 79. Bertemu Farhan.
Sudah beberapa hari, tapi belum juga ada kabar dari anak buah Riko. Mereka belum dapat menemukan keberadaan tentang keluarga Mia.Mia semakin gelisah dan bersedih. Tapi mau bagaimana lagi, dia tidak bisa menyalahkan anak buah Riko. Pernah suatu hari, Gara mengajaknya pergi untuk mencoba mencari keluarganya. Tapi sampai malam mereka tidak mendapatkan hasil apa-apa dan hanya pulang dengan kekecewaan."Sabar ya sayang. Mulai besok, Riko akan menyuruh anak buahnya untuk mencari keluar Kota. Siapa tahu, mereka pindah ke luar kota."Mia mengangguk, "Iya. Kita juga sudah berusaha.""Baiklah. Sekarang tidurlah." Gara menata bantal untuk sang istri. Mia mulai merebahkan tubuhnya dengan pandangan kosong menatap plafon.Gara tahu jika istrinya sangat gelisah memikirkan keluarganya. Setiap malam, dia sering melamun seperti itu.Gara sangat sedih melihat keadaan Mia. Dia tidak berani mengganggu. Hanya sesekali mencium bibirnya sekedar untuk menggodanya. Gara hanya rindu dan ingin melihat Mia ter
Baca selengkapnya
Bab 80. Dibawa ke rumah
Karena dokumen itu berada di dalam sebuah map, Gara dapat melihat apa isinya."Kamu sedang mencari pekerjaan?" Gara bertanya sambil mengulurkan Map itu kepada Farhan.Farhan hanya mengangguk ragu sambil malu-malu.Gara lalu ikut masuk, dan Riko menjalankan mobilnya.Mereka turun dan memasuki sebuah rumah makan. Gara dan Farhan telah duduk, sementara Riko memesan makan siang."Mas Farhan. Kalian pindah kemana?" Tanya Gara."Kalian tahu kami sudah pindah?" Farhan malah bertanya."Minggu lalu, aku dan Mia mengunjungi kalian. Tapi rumah ibu sudah disita dan kalian tidak ada disana lagi. Kami bertanya pada para tetangga, tetapi mereka tidak ada yang tahu kalian pergi kemana. Kata mereka, kalian pergi malam-malam dari rumah itu. Benarkah?""Iya Gara. Kami pergi dini hari karena keinginan ibu dan Silvia. Mungkin Mlmereka malu kalau tetangga melihatnya."Gara menarik nafas. "Kalian tidak tahu, bagaimana keadaan Mia sekarang. Setiap saat dia menangis memikirkan kalian. Riko bahkan mengutus ana
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
17
DMCA.com Protection Status