Share

Bab 6

Ap-apa, apa itu, Tante?" tanya Alina seraya menunjuk ke arah kebun belakang.

Tante Maya menoleh ke arah yang ditunjuk Alina. Tidak ada apapun yang ia lihat di sana.

"Kamu lihat apa? Enggak ada apa-apa di sana," ucap wanita itu.

"Tadi aku—"

"Sudahlah, ayo masuk!"

Seorang wanita paruh baya berpakaian daster batik menyambut kedatangan Alina. Asisten rumah tangga itu sudah sejak lama bekerja di rumah besar milik ayahnya sejak gadis itu lahir. Hanya saja di malam kejadian mengerikan itu, Mbok Nah sedang pulang kampung karena ibunya meninggal dunia.

"Non Alina!"

Mbok Nah memeluk gadis itu dengan erat seiring dengan isak tangis yang terdengar. Wanita itu sudah menahannya sedari tadi dan tak sabar bertemu Alina.

"Maafin Mbok, Non, hiks hiks."

Alina hanya terdiam menerima pelukan tersebut. Meskipun tak sadar kalau bulir bening telah bergulir membasahi pipi mulus gadis itu.

"Mbok, kamar Alina sudah disiapkan?" tanya Tante Maya.

"Sudah, Nyonya."

Mbok Nah melepas pelukannya dari Alina saat menjawab. Ia menyeka air matanya lalu ia seka juga air mata milik gadis itu.

"Antarkan Alina ke kamarnya, biarkan dia istirahat dulu, sama tolong siapkan makan siang ya, Mbok," pinta Maya.

"Baik, Nyonya."

Mbok Nah mengantar Alina menuju ke kamarnya. Semua tampak baru kala gadis itu sampai di dalam kamar. Cat dinding yang tadinya warna ungu pastel sudah berubah menjadi warna hijau. Tata letak ranjang dan lemari juga berubah. Semua itu dilakukan Tante Maya agar gadis itu mendapatkan suasana baru.

"Non, silakan istirahat dulu, Mbok mau menyiapkan makan siang, nanti Mbok panggil ya kalau makanannya sudah siap," ucap Mbok Nah.

Alina mengangguk lemah tak mengeluarkan suara. Wanita paruh baya itu lalu meninggalkan gadis itu sendiri di dalam kamarnya.

Kamar Alina berada di lantai dua. Dari jendela kamarnya ia dapat melihat kolam renang dan kebun belakang rumahnya. Masih terbayang jelas kala dia bermain kejar-kejaran dengan Kaila.

Saat itu juga, ia melihat seolah ada ayah dan ibunya yang sedang mengamati sembari bermain dengan adik bayi. Tak terasa tetesan bulir bening itu jatuh lagi membasahi pipi gadis itu. Kini isak tangis keluar juga tak tertahankan.

Alina meraih foto keluarga dari meja rias. Ia mendekap figura itu dengan erat.

"Alina kangen sama kalian, hiks hiks...."

Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang ia kenal betul memanggilnya.

"Kakak."

Suara Kaila terdengar dari luar. Alina menghampiri sisi jendela kamar untuk memastikan suara tadi. Betapa terkejutnya ia kala mendapati sang adik tengah berdiri di dekat tepi kolam renang. Sosok gadis itu tersenyum dan melambai pada Alina.

Sontak saja Alina langsung keluar dari kamarnya. Ia bergegas berlari menuju ke tepi kolam renang. Akan tetapi, sesampainya di sana, ia tak menemukan sosok Kaila.

"Kaila, kamu di mana, Dek?"

Tak ada siapapun yang menjawab.

Percikan air kolam renang mendadak terdengar saat itu juga membuat gadis itu tersentak. Alina menoleh ke arah kolam renang tersebut. Perlahan-lahan ia melihat bayangan di permukaan air kolam renang yang menampilkan sosok wajah yang ia kenal. Kaila tersenyum ke arahnya.

Alina pikir sosok adiknya ada di belakang tubuhnya. Akan tetapi, saat ia menoleh ke belakang, tak ada siapapun di sana. Ia kembali melihat ke arah permukaan air kolam renang. Ia temukan kembali wajah Kaila di sana.

"Kaila," lirihnya.

Sedetik kemudian, hawa dingin merasuk menusuk permukaan kulit halus Alina. Bulu kuduk miliknya mulai meremang. Gadis itu merasakan ada sesuatu yang menempel di punggungnya dan terasa berat. Ia juga melihat ada kedua tangan yang melingkar di lehernya.

Kedua tangan itu pucat dan penuh luka berongga. Alina terperanjat dan tak bisa menggerakkan tubuhnya. Kedua kakinya bagai terpaku di lantai tersebut. Tubuhnya mulai gemetar saat ia mencoba menoleh si empunya tangan yang menggantung di bahunya tersebut.

Kedua tangan itu terlihat pucat dan di bagian permukaan kulitnya penuh dengan luka berongga. Ketakutan langsung menghinggapi gadis itu. Kedua kakinya terasa gemetar seolah tak mampu lagi menopang tubuhnya. Ia menoleh ke arah belakangnya.

Alina berusaha memberanikan diri menoleh ke arah belakang untuk mencari tau wajah tersebut yang merangkul tubuhnya dari belakang. Saat ia menoleh, ia mendapati wajah itu tertutup rambut hitam. Hawa dingin

"Si-siapa, siapa kamu?" tanya Alina dengan nada ketakutan.

Rambut yang menutupi wajah itu perlahan tersibak dan memperlihatkan sosok wajah yang menyeramkan. Wajah itu mirip dengan Kaila hanya saja ia tersenyum menyeringai.

"Aaaaaaaa!"

Alina berteriak sekuat tenaga lalu jatuh ke lantai pinggir kolam. Gadis itu tak sadarkan diri kemudian.

*

*

*

Alina terbangun di atas ranjangnya. Dua orang wanita terlihat mengamatinya. Raut wajah mereka tampak khawatir.

"Lin, kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Tante Maya penuh kecemasan saat ia melihat Alina mulai membuka mata.

"Tante, tadi aku lihat—"

"Lihat apa, Non?" tanya Mbok Nah seraya menyeka bulir keringat dingin di dahi Alina dengan handuk hangat.

"Hantu, aku lihat hantu Kaila," ucap Alina.

"Ngaco kamu! Kamu jangan ngomong sembarangan, mungkin kamu masih lelah. Tante udah bilang jangan terlalu memikirkan kejadian waktu itu!" seru Tante Maya.

Wanita itu terlihat kesal.

"Tapi—"

"Sudah! Tante enggak mau dengar kamu lihat macam-macam lagi, ayo kita makan siang!" seru Tante Maya.

Wanita itu melangkah ke luar dari kamar Alina. Tak ada bantahan lagi tercipta dari gadis itu. Ia menoleh pada Mbok Nah.

"Mbok, percaya sama aku, kan?" tanya Alina.

"Iya, Mbok percaya. Sudah jangan dipikirkan lagi, ayo kita makan siang, Mbok udah masak soto ayam kesukaan Non."

Wanita paruh baya itu tersenyum hangat pada Nona majikannya. Alina akhirnya bangkit, tetapi ia melangkah kembali menuju jendela kamarnya. Ia lihat tepi kolam renang dan kebun belakang.

"Kenapa aku bisa lihat hantu Kaila, ya? Apa ada yang mau dia sampaikan ke padaku?" gumam Alina.

Hantu Kaila kembali terlihat. Ia tertawa menyeringai memandang Alina.

"Hiyyy... jangan ganggu Kakak, Dek!" seru gadis itu seraya menutup tirai jendela tersebut.

Gadis itu lalu melangkah cepat menuju ruang makan.

*

*

*

Malam itu, Alina tak mau memandang ke arah jendela lagi. Setelah Tante Maya memberi wejangan padanya. Sejak kejadian tadi siang tirai jendelanya selalu tertutup. Gadis itu mencoba membuka buku novel petualangan empat sekawan kesukaannya. Mendadak terdengar suara ketukan dari pintu kamarnya yang membuat gadis itu tersentak.

"Masuk!" seru Alina.

Tidak ada jawaban maupun gerakan daun pintu kamarnya yang terbuka. Hanya terdengar suara ketukan kembali.

"Masuk aja, Tante, Mbok Nah!" seru Alina lagi.

Tetap tak ada jawaban sampai gadis itu merasa kesal dan bangkit menuju pintu kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya itu kemudian.

"Kan udah aku bilang ma—"

Betapa terkejutnya Alina kala mendapati tak ada siapapun di depan pintu kamarnya. Gadis itu menutup kembali daun pintu berbahan kayu gelatik tersebut. Tak lama kemudian, suara ketukan itu kembali terdengar.

Alina makin tampak kesal dan langsung membuka pintu kamarnya. Sesuatu menggantung mengejutkan gadis itu sampai membuatnya berteriak.

Sosok bayi itu tiba-tiba saja tergantung di antara pintu kamar Alina yang terbuka. Wajah bayi itu lalu menoleh ke arah gadis itu dan kedua matanya mendadak terbuka. Terdengar tawa yang mengerikan dari balita berusia satu tahun itu.

******

To be Continue…

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status