Ap-apa, apa itu, Tante?" tanya Alina seraya menunjuk ke arah kebun belakang.
Tante Maya menoleh ke arah yang ditunjuk Alina. Tidak ada apapun yang ia lihat di sana."Kamu lihat apa? Enggak ada apa-apa di sana," ucap wanita itu."Tadi aku—""Sudahlah, ayo masuk!"Seorang wanita paruh baya berpakaian daster batik menyambut kedatangan Alina. Asisten rumah tangga itu sudah sejak lama bekerja di rumah besar milik ayahnya sejak gadis itu lahir. Hanya saja di malam kejadian mengerikan itu, Mbok Nah sedang pulang kampung karena ibunya meninggal dunia."Non Alina!"Mbok Nah memeluk gadis itu dengan erat seiring dengan isak tangis yang terdengar. Wanita itu sudah menahannya sedari tadi dan tak sabar bertemu Alina."Maafin Mbok, Non, hiks hiks."Alina hanya terdiam menerima pelukan tersebut. Meskipun tak sadar kalau bulir bening telah bergulir membasahi pipi mulus gadis itu."Mbok, kamar Alina sudah disiapkan?" tanya Tante Maya."Sudah, Nyonya."Mbok Nah melepas pelukannya dari Alina saat menjawab. Ia menyeka air matanya lalu ia seka juga air mata milik gadis itu."Antarkan Alina ke kamarnya, biarkan dia istirahat dulu, sama tolong siapkan makan siang ya, Mbok," pinta Maya."Baik, Nyonya."Mbok Nah mengantar Alina menuju ke kamarnya. Semua tampak baru kala gadis itu sampai di dalam kamar. Cat dinding yang tadinya warna ungu pastel sudah berubah menjadi warna hijau. Tata letak ranjang dan lemari juga berubah. Semua itu dilakukan Tante Maya agar gadis itu mendapatkan suasana baru."Non, silakan istirahat dulu, Mbok mau menyiapkan makan siang, nanti Mbok panggil ya kalau makanannya sudah siap," ucap Mbok Nah.Alina mengangguk lemah tak mengeluarkan suara. Wanita paruh baya itu lalu meninggalkan gadis itu sendiri di dalam kamarnya.Kamar Alina berada di lantai dua. Dari jendela kamarnya ia dapat melihat kolam renang dan kebun belakang rumahnya. Masih terbayang jelas kala dia bermain kejar-kejaran dengan Kaila.Saat itu juga, ia melihat seolah ada ayah dan ibunya yang sedang mengamati sembari bermain dengan adik bayi. Tak terasa tetesan bulir bening itu jatuh lagi membasahi pipi gadis itu. Kini isak tangis keluar juga tak tertahankan.Alina meraih foto keluarga dari meja rias. Ia mendekap figura itu dengan erat."Alina kangen sama kalian, hiks hiks...."Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang ia kenal betul memanggilnya."Kakak."Suara Kaila terdengar dari luar. Alina menghampiri sisi jendela kamar untuk memastikan suara tadi. Betapa terkejutnya ia kala mendapati sang adik tengah berdiri di dekat tepi kolam renang. Sosok gadis itu tersenyum dan melambai pada Alina.Sontak saja Alina langsung keluar dari kamarnya. Ia bergegas berlari menuju ke tepi kolam renang. Akan tetapi, sesampainya di sana, ia tak menemukan sosok Kaila."Kaila, kamu di mana, Dek?"Tak ada siapapun yang menjawab.Percikan air kolam renang mendadak terdengar saat itu juga membuat gadis itu tersentak. Alina menoleh ke arah kolam renang tersebut. Perlahan-lahan ia melihat bayangan di permukaan air kolam renang yang menampilkan sosok wajah yang ia kenal. Kaila tersenyum ke arahnya.Alina pikir sosok adiknya ada di belakang tubuhnya. Akan tetapi, saat ia menoleh ke belakang, tak ada siapapun di sana. Ia kembali melihat ke arah permukaan air kolam renang. Ia temukan kembali wajah Kaila di sana."Kaila," lirihnya.Sedetik kemudian, hawa dingin merasuk menusuk permukaan kulit halus Alina. Bulu kuduk miliknya mulai meremang. Gadis itu merasakan ada sesuatu yang menempel di punggungnya dan terasa berat. Ia juga melihat ada kedua tangan yang melingkar di lehernya.Kedua tangan itu pucat dan penuh luka berongga. Alina terperanjat dan tak bisa menggerakkan tubuhnya. Kedua kakinya bagai terpaku di lantai tersebut. Tubuhnya mulai gemetar saat ia mencoba menoleh si empunya tangan yang menggantung di bahunya tersebut.Kedua tangan itu terlihat pucat dan di bagian permukaan kulitnya penuh dengan luka berongga. Ketakutan langsung menghinggapi gadis itu. Kedua kakinya terasa gemetar seolah tak mampu lagi menopang tubuhnya. Ia menoleh ke arah belakangnya.Alina berusaha memberanikan diri menoleh ke arah belakang untuk mencari tau wajah tersebut yang merangkul tubuhnya dari belakang. Saat ia menoleh, ia mendapati wajah itu tertutup rambut hitam. Hawa dingin"Si-siapa, siapa kamu?" tanya Alina dengan nada ketakutan.Rambut yang menutupi wajah itu perlahan tersibak dan memperlihatkan sosok wajah yang menyeramkan. Wajah itu mirip dengan Kaila hanya saja ia tersenyum menyeringai."Aaaaaaaa!"Alina berteriak sekuat tenaga lalu jatuh ke lantai pinggir kolam. Gadis itu tak sadarkan diri kemudian.***Alina terbangun di atas ranjangnya. Dua orang wanita terlihat mengamatinya. Raut wajah mereka tampak khawatir."Lin, kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Tante Maya penuh kecemasan saat ia melihat Alina mulai membuka mata."Tante, tadi aku lihat—""Lihat apa, Non?" tanya Mbok Nah seraya menyeka bulir keringat dingin di dahi Alina dengan handuk hangat."Hantu, aku lihat hantu Kaila," ucap Alina."Ngaco kamu! Kamu jangan ngomong sembarangan, mungkin kamu masih lelah. Tante udah bilang jangan terlalu memikirkan kejadian waktu itu!" seru Tante Maya.Wanita itu terlihat kesal."Tapi—""Sudah! Tante enggak mau dengar kamu lihat macam-macam lagi, ayo kita makan siang!" seru Tante Maya.Wanita itu melangkah ke luar dari kamar Alina. Tak ada bantahan lagi tercipta dari gadis itu. Ia menoleh pada Mbok Nah."Mbok, percaya sama aku, kan?" tanya Alina."Iya, Mbok percaya. Sudah jangan dipikirkan lagi, ayo kita makan siang, Mbok udah masak soto ayam kesukaan Non."Wanita paruh baya itu tersenyum hangat pada Nona majikannya. Alina akhirnya bangkit, tetapi ia melangkah kembali menuju jendela kamarnya. Ia lihat tepi kolam renang dan kebun belakang."Kenapa aku bisa lihat hantu Kaila, ya? Apa ada yang mau dia sampaikan ke padaku?" gumam Alina.Hantu Kaila kembali terlihat. Ia tertawa menyeringai memandang Alina."Hiyyy... jangan ganggu Kakak, Dek!" seru gadis itu seraya menutup tirai jendela tersebut.Gadis itu lalu melangkah cepat menuju ruang makan.***Malam itu, Alina tak mau memandang ke arah jendela lagi. Setelah Tante Maya memberi wejangan padanya. Sejak kejadian tadi siang tirai jendelanya selalu tertutup. Gadis itu mencoba membuka buku novel petualangan empat sekawan kesukaannya. Mendadak terdengar suara ketukan dari pintu kamarnya yang membuat gadis itu tersentak."Masuk!" seru Alina.Tidak ada jawaban maupun gerakan daun pintu kamarnya yang terbuka. Hanya terdengar suara ketukan kembali."Masuk aja, Tante, Mbok Nah!" seru Alina lagi.Tetap tak ada jawaban sampai gadis itu merasa kesal dan bangkit menuju pintu kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya itu kemudian."Kan udah aku bilang ma—"Betapa terkejutnya Alina kala mendapati tak ada siapapun di depan pintu kamarnya. Gadis itu menutup kembali daun pintu berbahan kayu gelatik tersebut. Tak lama kemudian, suara ketukan itu kembali terdengar.Alina makin tampak kesal dan langsung membuka pintu kamarnya. Sesuatu menggantung mengejutkan gadis itu sampai membuatnya berteriak.Sosok bayi itu tiba-tiba saja tergantung di antara pintu kamar Alina yang terbuka. Wajah bayi itu lalu menoleh ke arah gadis itu dan kedua matanya mendadak terbuka. Terdengar tawa yang mengerikan dari balita berusia satu tahun itu.******To be Continue…Sosok bayi itu tiba-tiba saja tergantung di antara pintu kamar Alina yang terbuka. Wajah bayi itu lalu menoleh ke arah gadis itu dan kedua matanya mendadak terbuka. Terdengar tawa yang mengerikan dari balita berusia satu tahun itu. Sosok bayi tersebut bahkan tertawa lalu menangis, lalu tertawa, lalu menangis lagi dengan suara mengerikan yang langsung membuat bulu kuduk si pendengarnya meremang. Alina langsung menutup daun pintu itu dengan keras. Ia segera menuju ke atas ranjang dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Pikirannya benar-benar kacau. Dia merasa sangat ketakutan. Akan tetapi, ia tak mungkin berlari ke kamar Tante Maya dan menceritakan hal tersebut. Gadis itu yakin kalau Tante Maya tak akan percaya dengan cerita hantu. Wanita itu malah akan menganggapnya gila. Tubuh gemetar itu masih meringkuk di balik selimut. Ia coba pejamkan kedua mata lentiknya itu tanpa berdoa."Kumohon, tolong jangan ganggu aku," lirih Alina. Bibirnya gemetar dengan wajah pucat pasi sebelum ak
"Hantu lagi? Hantu Kaila pula? Kamu pasti mimpi buruk, Lin," ucap Tante Maya."Aku enggak mimpi buruk, itu nyata Tante!" Alina masih berusaha keras untuk meyakinkan tantenya itu."Sudah sudah, sudah cukup, kamu masih lelah, kondisi kesehatan kamu juga belum pulih, kamu jadi berhalusinasi bahkan bermimpi buruk. Sebaiknya kamu kembali tidur lagi!" Maya masih tak percaya dengan perihal hantu yang dikatakan Alina. "Tante harus percaya sama aku, bahkan tadi jam sembilanan aku lihat hantunya dedek Delilah. Kepala dedek menggantung di depan pintu kamar aku," ucap Alina menunjuk pintu kamarnya."Lin, Tante mohon ya berpikirlah secara logis. Mereka suka sudah meninggal, mereka udah tenang, enggak ada hantu-hantuan di dunia ini. Tante mau sekarang ini kamu istirahat supaya kamu bisa pulih kembali. Udahlah jangan bahas soal hantu lagi, Tante sebel dengernya!" Tante Maya lantas bangkit berdiri lalu pamit keluar dari kamar Alina menuju kamar tidurnya. Alina menoleh pada Mbok Nah yang sudah sel
Alina memasuki SMA Angkasa. Sekolah yang berada di Jalan Kemenangan nomor satu ini memiliki bentuk gedung yang modern seperti bangunan ruko berlantai sepuluh atau seperti gedung universitas di ibukota.Sekolah merupakan tempat yang digunakan untuk mendidik para siswa dan mempunyai jenjang yang beragam dan sudah diatur dengan baik. Misalnya untuk sistem pendidikan di Indonesia sendiri ada pendidikan wajib 9 tahun dimana setiap anak harus mendapatkan pendidikan maksimal sederajat dengan SMP. Selain itu ada juga pendidikan selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Atas dan selanjutnya bisa melanjutkan ke perguruan tinggi menurut keahlian dan minat masing-masing.Pendidikan sendiri mempunyai banyak hal yang bisa diperhatikan, dimana selain sistem ada juga gedung sekolah atau tempat mendapatkan pendidikan yang bisa dipunyai. Selain dengan mempunyai fasilitas yang terbaik, gedung sekolah modern yang mempunyai desain bagus juga akan membuat siswa dapat menjadi betah ketika berada di sekolah.Dalam
Alina melirik ke arah Rossa kala sedang berdiri dengan tertib sesuai barisan saat sedang mendengarkan pidato dari kepala sekolah. Gadis itu mengingat pertemuan pertama kali dengan Rossa di sekolah tersebut.Dua tahun yang lalu.Rossa, gadis hitam manis berambut ikal berkaca mata agak tebal serta bibir tipis menghampiri Alina saat pertama kali berada dalam sekolah yang sama."Aku boleh jadi teman kamu, nggak?" tanya Rossa mengulurkan tangannya saat menyapa gadis yang suka menyendiri itu."Boleh." Alina membalas jabatan tangannya sambil menyunggingkan senyum yang hangat."Aku duduk sama kamu, ya?" pinta Rossa.Alina mengangguk dalam menjawab. Dan setelah itu takdir selalu membawa mereka berada di kelas yang sama dan duduk berdampingan di meja yang sama. Hanya Rossa yang menjadi sahabat Alina karena gadis itu sangat tertutup. Ada satu pemuda yang selalu menggoda Alina yang bernama Aldo. Pemuda tinggi sang kapten dari tim basket yang berkulit kuning langsat dengan rambut plontos itu suda
"Alina, buka pintunya, Lin! Apa itu kamu?" tanya Rossa yang mendengar suara tangisan itu.Tak ada jawaban yang terdengar dari dalam toilet. Rossa terus mengetuk pintu toilet tersebut seraya memanggil nama Alina."Ada apa dengan Alina?" Aldo masuk ke dalam kamar mandi siswi itu bersama dua guru pembina Pak Hadi dan Pak Toto."Enggak tau, tadi aku denger ada yang nangis di dalam sini, aku takutnya Alina. Tapi aku ketok-ketok nggak ada jawaban dari Alina. Aku takutnya dia pingsan," ucap Rossa dengan nada cemas."Kita dobrak aja ya, Pak?" pinta Aldo."Iya, Do."Kedua pria itu akhirnya mendobrak paksa pintu bilik kamar mandi itu. Benar saja dugaan Rossa, tubuh Alina sudah terbaring tak sadarkan diri di lantai kamar mandi dengan kepala berada di atas kloset.Aldo dan Pak Toto lantas membopong tubuh Alina menuju aula sekolah tempat para pelajar putri menginap malam itu."Alina kenapa, Pak?" tanya Mia si ketua OSIS periode sebelumnya."Nggak tau nih, pas kita dobrak dia udah pingsan di dalam
Tiga jam berlalu, Alina akhirnya terbangun dan mulai mengamati sekitarnya. Kepala gadis itu masih terasa pusing. Ia menatap ke arah dokter wanita yang sedang bertugas di ruang usaha kesehatan sekolah tersebut."Halo, nama saya Arini! Nama kamu siapa?" sapa sang dokter kala melihat kedua mata gadis itu sudah terbuka dan menatapnya."Nama saya Alina, saya sudah berapa lama pingsan, Dok?""Hampir tiga jam, kayaknya kamu sekalian lanjut tidur deh, hihihi." Dokter Arini tertawa seraya melirik waktu yang berdetak di arloji bertali rantai di tangan kirinya."Kamu sakit, ya? Apa kamu belum sarapan?" tanya Dokter itu."Saya sudah sarapan, Dok. Tapi, saya...""Kamu kenapa? Jangan-jangan kamu habis melihat sesuatu, seperti hantu ya?" tanya Dokter Arini."Bagaimana dokter bisa tau?" Alina balik bertanya."Kamu pucat banget, tapi semua kondisi kamu baik-baik aja seperti ketakutan gitu, terlihat sekali lho di muka kamu kayak anak murid sini kalau habis lihat hantu. Ummm... kata temen kamu, kamu jug
Dokter Arini menuju sedan civic putih yang terparkir di halaman SMA Angkasa setelah mendapat telepon dari ibunya."Mau ke mana, Bu?" tanya penjaga sekolah yang sedang melihat dan menyapa Dokter Arini."Eh, Pak Dirman! Saya mau ke atm, Pak, ibu saya minta kirim uang.""Lho, nggak pakai hape gitu kirim uangnya kan sekarang zaman canggih?" tanya pria berkumis tebal itu sambil tertawa."Hape saya yang bisa mobile banking rusak, Pak, ini lagi bawa hape jadul," ucap Dokter Arini seraya tersenyum."Oh, begitu... ya udah Bu hati-hati ya," ucap Pak Dirman."Terima kasih, Pak. Mari saya jalan dulu."Arini lalu melangkah ke lahan parkir mobil yang berada di samping gedung sekolah. Ia lantas melajukan mobilnya menuju sebuah mini market yang terdapat mesin anjungan tunai mandiri yang akan ia gunakan.Namun, sesuatu yang keji terjadi pada Arini saat berada di sebuah taman yang sepi menuju ke arah mini market."Hentikan mobil ini!" Suara berat dan parau terdengar penuh ancaman. Apalagi ujung senjata
"Serius, Do?" tanya Rossa."Serius, Sa! Tadi yang aku tahu dari Pak Dirman kalau dia kan izin tuh pas sebelum jam istirahat barusan, katanya mau ada perlu ke atm, kata satpam nih. Nah, taunya dia itu kerampokan di taman yang di belakang sekolah itu," jawab Aldo menjelaskan apa yang ia tahu."Kok, bisa sih kerampokan di taman belakang? Ini kan masih siang gini," ucap Alina."Tapi, Lin, emang taman belakang situ tuh sepi banget tau," sahut Rossa."Pokoknya ya, dia itu kan dapat telepon tuh, terus izin ke luar, eh katanya dirampok."Aldo tak fokus sampai ia mengulangi lagi ucapannya kembali."Siang-siang gini, dirampok?" tanya Rossa."Iya, yang aku denger kabarnya gitu, mana tuh taman sepi banget, tubuhnya penuh tikaman senjata tajam, berarti kan dirampok," ucap Aldo seraya menarik lengan kedua gadis itu untuk mengikutinya.Alina tak habis pikir, barusan ia kira kematian Dokter Arini hanyalah mimpi. Akan tetapi, kenapa wanita itu ternyata meninggal sungguhan. Tubuhnya bergidik ngeri memb