Share

2

Aku sempat bergetar memegang baju itu. Barang yang tak pernah aku pegang sebelumnya. Namun aku teringat Erna yang menunggu di ruang tamu. Bergegas aku menemuinya.

"Nda, tentang hutangku, kamu catat saja jumlahnya. Saat ini aku belum mampu untuk mencicilnya. Tapi aku berusaha. Diberi bunga juga tidak apa-apa," ujar Erna dengan lemah. Ya memang dia tidak sekali ini meminjam uang. Tapi sudah tiga kali.

Sebenarnya tak masalah, yang dari Mas Agam memang sangat lebih.

Aku hanya mengangguk. Dan tak berselang lama dia pulang. 

Dan aku kembali menuju baju bayi itu. Masih baru. Bahkan dari brandnya, cukup terkenal. Kenapa mama memberikan ini? Apa dia lupa jika kamu belum memiliki anak? Atau beliau dengan sengaja menyindirku?

"Pak kita ke rumah Bu Melisa sekarang," perintahku dengan tegas kepada Pak Bani-sopirku.

Dia yang tengah membaca koran juga ikut terperanjat kaget. Karena tak biasanya aku memerintah dengan cara dadakan seperti ini.

Penjaga rumah mertuaku sudah cukup hafal dengan mobil Alphard berplat A 64 M ini. Tanpa basa basi dia membuka pagar mewah yang menjulang tinggi itu.

Aku juga tak perlu repot-repot mengetuk pintu. Karena hal itu sudah biasa. Aku melesat masuk begitu saja. Dan beruntungnya mama mertua melihat kedatanganku. Sepertinya ia juga baru pulang.

"Manda? Kamu kesini? Kenapa tidak mengabari Mama?" sambutnya dengan sumringah. Ya masih biasa. Dia terlihat bahagia.

Aku hanya tersenyum simpul. Duduk di sofa, lalu Mama Melisa menghampiriku. Tanpa sengaja ekor mataku menangkap layar handphone mewah yang dengan jelasnya terpampang foto bayi di wallpapernya.

"Bayi siapa Ma?" tanyaku.

"Oh ini. Mama cari di internet. Lucu ya Nda?" jawabnya dengan santai.

Orang lain pasti menganggap mama mertuaku ingin segera menimang cucu. Tapi sekalipun beliau tidak pernah membicarakan masalah anak denganku.

Banyak yang mengira beliau mertua yang baik. Tapi apakah benar seperti itu adanya?

"Oh iya. Manda ingin mengembalikan ini," kataku sembari menyerahkan bungkusan berwarna biru muda itu. Lengkap dengan tulisan di depannya.

Mama mertua sontak langsung mengambilnya.

"Ya Tuhan. Ini dari teman Mama, Nda. Dikiranya Agam sudah punya anak. Sudah jangan kamu hiraukan," jawab Mama mertua.

Aku mengangguk pelan. Namun tidak serta Merta akan percaya begitu saja.

"Oh iya Manda. Kamu mau minum apa? Kebetulan Mama punya minuman dari negeri Paman Sam. Kamu pasti suka," tawar mama mertua.

Aku bangkit dari tempat duduk

"Tidak usah Ma. Berikan saja kepada ibu dari bayi yang ada di handphone Mama," jawabku.

Bu Melisa sempat salah tingkah. Dia mendekatiku.

"Manda, kamu kira mama berbohong begitu? Itu hanya foto dari internet sayang. Baiklah, mama akan ganti. Duh menantu kesayanganku itu cemburu rupanya," ucapnya.

Bu Melisa asyik membuka galeri handphonenya. Dengan ekor mataku, bahkan aku dapat melihat banyak sekali foto bayi yang ada disitu.

Kecurangan? Tentu aku mulai curiga. Mereka Pikir dengan nafkah tiga digit tersebut, lantas akan membuatku silau dan langsung tunduk begitu? Tidak sama sekali.

"Aku tidak cemburu Ma. Itu handphone Mama. Terserah mama," jawabku dengan santai.

Dan dalam waktu yang sama, handphone berdering. Telepon dari Mas Agam.

"Halo sayang. Bagaimana? Kamu senang bukan? Kamu bisa shopping, bisa perawatan di tempat yang mahal? Tapi Mas minta maaf ya. Minggu ini mas tidak jadi pulang, ada lemburan. Nanti mas akan transfer lagi untuk kamu liburan sebagai gantinya," kata Agam panjang lebar. Ya dia pikir aku akan selalu senang dengan bermodal uang yang dia beri. Pikiran yang dangkal.

"Hallo Manda. Kamu masih ada disitu?" ulang Mas Agam lagi.

"Tidak usah pulang selamanya saja, Mas," jawabku dengan dingin.

Dikira dengan nafkah seratus juta lantas aku menurut saja begitu? TIDAK sama sekali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status