Share

05. Rekaman CCTV

Nicky pulang ke rumah dengan menumpang taksi, sementara Shoujin dengan sepeda motornya mengikuti di belakang. Hari sudah malam.

Setelah membayar ongkos taksi, Nicky keluar dan berjalan dengan langkah berat menuju pintu rumahnya. Tak mempedulikan Shoujin yang mengkhawatirkannya.

"Nicky!" panggil Shoujin seraya berlari.

"Huhh ...?"

"Aku yang membawamu keluar dari rumah ini, itu artinya aku juga harus mengantarmu pulang."

"Kau sudah wengantarku, aku sudah sawai di ruwah. Wulanglah!" jawab Nicky sambil terus berjalan tanpa menoleh pada Shoujin.

.

.

Sementara itu dari jendela kamarnya di lantai dua, Kenneth mengawasi tingkah laku adiknya dan temannya.

"Kenneth ..." Aaron memasuki kamar Kenneth tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Sudah kebiasaan.

"Sstt ...." Kenneth menoleh sekilas pada Aaron sembari memberikan isyarat untuk tak bersuara.

Aaron bergabung dengan Kenneth. Mendadak mereka menjadi stalker. Keduanya mengamati tingkah laku Nicky dan Shoujin.

Sesekali terlihat Shoujin berusaha menyentuh wajah Nicky—membelai pipinya, mengangkat dagunya, menyematkan rambutnya—, tetapi Nicky selalu 'mengamankan' wajahnya dan terus tertunduk. Ia bahkan sempat menepis tangan Shoujin. Sampai akhirnya Shoujin menepuk-nepuk pundak Nicky sebelum Nicky meninggalkannya di luar. Dan setelah Nicky menutup pintu, Shoujin pun pergi.

"Ada yang tidak beres." Aaron menyimpulkan. "Nicky terlihat kacau."

"Kau juga menyadarinya?" sahut Kenneth.

.

.

"Kenapa kau terus menunduk?" sambut Kenneth dingin pada Nicky di lorong di depan kamar mereka. Kedua tangannya terlipat di dada.

"Uuh ..."

"Lihat aku!"

Nicky mendongak.

"Astaga, Nicky!" Kenneth menghambur pada Nicky dan hampir saja mendekap tubuh adiknya itu, kalau saja Nicky tak menghentikannya.

"Jangan! Wadanku sakit sewua."

Aaron hanya bisa melongo melihat perubahan Kenneth yang semula dingin seolah siap meneggelamkan Nicky ke dasar Palung Mariana¹, tiba-tiba saja menjadi panik.

"Apa yang terjadi padamu? Mana, mana yang sakit? Wajahmu ... astaga ini ...." mata Kenneth melotot melihat jahitan di pelipis kanan Nicky. "Cepat masuk, istirahatlah!"

Kenneth membukakan pintu kamar untuk Nicky lalu menuntunnya masuk dan duduk di ranjang.

"Kuambilkan minum." Aaron meninggalkan Nicky dan Kenneth.

"Kenny, tidak usah drawa!"

"...."

"Aku lawar. Awa ada roti? Tadi aku weli taco, tapi karena tidak wisa kuwakan jadi kutinggalkan." Nicky tak tahu Shoujin membawanya pulang.

"Ada, biar ..."

"Ini minumlah!" Aaron meletakkan segelas air di nakas.

Nicky mendongak sambil menunjuk bibir bawahnya yang sedikit robek.

"Ah ya, benar, kau butuh sedotan. Baiklah, kucarikan." Aaron kembali meninggalkan kamar.

"Aaron ... roti ... aku lawar ..." pinta Nicky sebelum Aaron menghilang.

"Oke."

"Aku kecelakaan ... eer ... tawrak lari. Jangan winta penjelasan lagi!"

"Tidak, tidak akan," setuju Kenneth.

Aaron kembali dengan dua potong roti tawar, sekotak susu lengkap dengan sedotan dan sebatang sedotan untuk air minum. "Cepat habiskan dan tidurlah!"

Nicky memakan rotinya dengan mencuwilnya sedikit demi sedikit dan menyuapkan ke mulutnya. Untuk membantu menelan makanannya, sesekali ia meminum air putih dengan sedotan yang diposisikan di sudut bibirnya. Ia memakan makan malamnya dengan tenang dengan ditemani kedua saudaranya. Tanpa suara.

Setelah Nicky menghabiskan makan malam dan meminum obat, Kenneth dan Aaron membereskan nakas Nicky lalu meninggalkan bocah itu agar bisa beristirahat. Setelah mengganti pakaiannya, Nicky pun menelungkupkan tubuhnya di atas ranjang senyaman mungkin. Dengan memar-memar di punggungnya, ini posisi terbaik. Hanya saja luka di wajahnya sedikit menyulitkan.

Kenneth mengintip adiknya yang telah terlelap. Ia mendesah.

"Apa kau lelah menghadapinya?" Aaron bersimpati.

"Tidak. Tentu saja tidak. Aku hanya tidak tahu bagaimana 'menjinakkannya'. Sejak dia di high school, sikapnya menjadi ... liar, kurasa. Dan sejujurnya aku tidak percaya dia mengalami kecelakaan."

"Apa maksudmu?"

"Aku curiga dia berkelahi."

_______

Seperti sudah wajib bagi Shoujin untuk mengantar dan menjemput Nicky, dan itu sudah berlangsung selama dua bulan. Di sore hari saat Shoujin menjemput Nicky, itu menjadi penyegar bagi mata para siswi di sekolah Nicky yang sudah lelah memelototi papan tulis seharian. Bagaimana tidak? Melihat sesosok pria tampan dengan pembawaan yang tenang cenderung angkuh, membuatnya terlihat manly. Lalu sosok itu bertengger di atas sepeda motor sport 1000 cc berwarna hitam, sewarna dengan jaket kulit yang pas di badannya. Bukankah itu paket komplit? Komplit freak-nya, menurut Nicky.

Setia mengantar-jemput adiknya—begitulah yang dipikirkan orang-orang—, mengesankan sisi protektif terhadap orang yang disayangi. Memang tak ada yang tahu identitas Shoujin. Nicky pun tak pernah berterus terang. Sepupu, hanya itu yang Nicky katakan atas permintaan Shoujin. Misterius, semakin memancing rasa penasaran. Paket komplit plus plus. Bayangkan jika dirimu mendapat perlakuan istimewa seperti itu. Senang? Pastinya bukan kepalang.

Tak jarang Nicky diminta oleh teman-teman perempuan di sekolahnya untuk mengenalkan mereka dengan Shoujin, atau berpura-pura baik pada Nicky untuk mendekati Shoujin. Sharon—si pinky teman sekelas Nicky—salah satunya. Sudah pasti itu menyebalkan. Dan ini bukan kali pertama Nicky mengalami hal seperti itu. Kita sudah tahu siapa yang sebelumnya. Ya, kakak freak—Kenneth.

Nicky tak habis pikir, mengapa orang freak seperti Kenneth dan Shoujin justru dikagumi gadis-gadis? Ada banyak cowok keren dari klub basket dan baseball, mengapa harus Kenneth dan Shoujin? Apa standar 'keren' di sekolahnya sudah berubah?

_______

Shoujin dan Nicky baru saja sampai di sekolah Nicky. Tak biasanya Shoujin melepas helmnya, tetapi kali ini ada yang ingin ia katakan pada Nicky. Langsung saja, beberapa pasang mata yang melintas mencuri pandang pada sosok mempesona itu. Menyadari hal itu, Nicky dongkol.

Nicky melepas helmnya lalu menyodorkan pada Shoujin.

"Hai, Nick. Apa kau sudah mengerjakan PR Biologi?"

"Baru setengah. Kenapa?"

"Kau bisa menyalin punyaku, kalau kau mau." Gadis itu kemudian mencuri pandang pada Shoujin. "Hai, sepupunya Nick," sapanya.

"Tidak perlu. Aku biasa meminjam pekerjaan Shawn." Nicky melirik sinis pada temannya itu.

"Oke." Gadis yang ternyata teman sekelas Nicky itu pergi. "Bye, sepupunya Nick."

Shoujin tak peduli. "Nicky, aku mau mengajakmu nonton malam ini, kau mau?"

"Hai, Nick," sapa teman sekolah Nicky yang lain lagi. "Klub cheerleader sedang membutuhkan tambahan anggota. Aku menawarimu untuk bergabung. Apa kau tertarik?"

"Sial!" gerutu Shoujin.

Astaga. Brunette² yang sebenarnya adalah senior itu sungguh tak tahu malu. Memamerkan gestur seperti cacing kepanasan sambil memilin-milin rambut bergelombangnya di depan Nicky dan sepupu palsunya. Dan jelas sekali tak mendapat tanggapan dari sang target.

"Hei! Kau 'kan yang mempermalukanku di depan teman-teman klubmu yang ..., haah ... entahlah aku bahkan tidak tahu harus menyematkan label apa pada klub yang sama sekali tidak bermutu itu. Atraksi badut sirkus masih jauh lebih baik dari kalian."

"Eer ..., bisa kita lupakan hal itu?"

"Tentu saja. Aku bersyukur tidak jadi bagian dari klub payah itu!" Nicky memandang remeh pada seniornya.

"Astaga, Nick, kata-katamu pedas sekali," ucap brunette dengan suara serak basah mendayu-dayu. Menjijikkan.

"Aku mengerti ...." Nicky melipat kedua tangannya di di dada sambil melirik pada Shoujin, "Shou, kau punya penggemar," satire Nicky ketus.

"Wow ... benarkah? Aku merasa tersanjung." Shoujin merespon dingin dan datar.

Brunette tersenyum genit.

"Tapi maaf, aku tidak tertarik. Aku sudah punya pacar."

"Lebih baik kau urus saja pacarmu yang arogan itu." Nicky menimpali.

Brunette mengedikkan bahu lalu meninggalkan Nicky dan Shoujin. Beberapa langkah kemudian ia menoleh kepada Nicky dengen melempar tatapan permusuhan.

Nicky meengabaikan saja auran permusuhan yang ditebar oleh brunette itu.

"Nicky, sudahlah! Bagaimana?"

"Aku tidak tahu kau punya pacar," delik Nicky dengan sebelah alis terangkat.

"Kau percaya ucapanku yang baru saja?"

Nicky masih diam dengan tatapan menyelidik.

"Ayolah, aku hanya ingin brunette itu pergi secepatnya. Aku belum punya pacar."

"Tak masalah kalau memang kau punya pacar. Justru aneh kalau laki-laki sepertimu belum punya pacar. Karena seharusnya kau mudah mendapatkannya. Tinggal tunjuk saja salah satu dari mereka."

"Menggelikan. Mereka bukan tipeku. Sudahlah, suasana hatiku sedang bagus. Jangan kaurusak! Oke?"

"Oke. Apa ada film bagus?"

"Tentu saja. Kau suka film action 'kan?"

"Um ... ya ..." Nicky mengedikkan bahu dan bibirnya mencebik. "... tapi tidak semuanya. Kalau filmnya berat, aku tidak mau. Aku malas kalau harus berpikir keras. Kepalaku bisa sakit."

"Kalau begitu, nanti sepulang sekolah datanglah ke toko."

"Ya, baiklah," setuju Nicky. Lalu ia memanggil nama sepupu palsunya saat pemuda itu hendak memakai helmya. "Shou ...."

"Ya?" respon Shoujin sambil memasang helm ke kepalanya.

"Lain kali kau tidak usah menjemputku, biar aku saja yang ke tempatmu."

"Kenapa?"

Nicky menggumam ragu dan menggaruk sudut bibirnya yang terluka. Bagian itu terasa gatal, sebagai reaksi proses penyembuhan.

"Biar kutebak, kau cemburu."

Nicky berdecak. "Bukan ..., mana ada?" terlihat jelas dongkolnya Nicky.

Shoujin hanya menatap penuh rindu pada Nicky. Rindu? Ya. Setelah perkelahian waktu itu, Nicky terpaksa tidak masuk sekolah selama tiga hari. Shoujin pun kehilangan banyak kesempatan bersama kucing manisnya. Sedangkan ia sendiri sedang banyak pesanan pastry.

"Sudahlah, turuti saja permintaanku!"

"Ya, baiklah."

"Satu lagi. Jangan lagi melepas helmmu ketika kau di sekolah, sewaktu mengantarku!"

"Kau lucu sekali. Baiklah, aku turuti kemauanmu, Kucing Manis."

"Aaawh ... Sakit!" pekik Nicky saat Shoujin mencubit gemas hidungnya. “Jangan memanggilku dengan sebutan itu! Menjijikkan!” bentaknya kemudian.

Teriakan itu cukup untuk mengundang perhatian orang-orang di sekitar mereka.

“Pelankan suaramu!” Shoujin tersenyum garing, mencoba menenangkan si pirang yang masih dongkol. "Oh ya, bibirmu apa sudah sembuh?" dengan ujung jarinya yang tak tertutup riding glove Shoujin menyentuh bibir Nicky. Sengaja mencari kesempatan sepertinya. Luka robeknya mulai menutup.

"Singkirkan tanganmu!” Nicky menepis tangan Shoujin.

Shoujin terkekeh jahil, menutupi kekecewaannya.

“Sudah lebih baik. Setidaknya aku sudah bisa mengucapkan ‘mmm’, tapi aku masih hanya bisa makan roti dan salad, belum bisa makan sup dan taco. Minum pun harus dengan sedotan. Menyebalkan. Dan ... hei ...!" Nicky mendelik makin lebar. "Pelipisku lebih parah, tapi kau malah menanyakan bibirku."

Shoujin sedikit gelagapan, mendengar pertanyaan yang menohok itu. "Eh, pelipismu ... tertutup rambut ..." Shoujin tak berbohong saat mengucapkannya.

"Sudah, aku mau masuk, bye." Nicky berlalu sambil menggeleng kepala kesal.

Senyum Shoujin lenyap seketika setelah Nicky berbalik memunggunginya, berubah menjadi muka datar dengan tatapan membunuh.

Si rambut hitam melajukan sepeda motornya, lalu menghilang di belokan memasuki sebuah jalan kecil tak jauh dari tokonya.

.

.

Nicky berjalan dengan gaya seperti laki-laki. Menuju geromban teman-temannya—tiga orang siswa laki-laki—di depan pintu bangunan utama sekolah.

"Hei, lihat siapa yang telah kembali!" sambut Kevin sekaligus mencemooh pada si pirang serupa anak middle school. "Ke mana saja kau tiga hari ini? Tidak ada kabar, ditelepon tidak dijawab, di-chat tidak dibalas. Kupikir kau sudah mati," kelakarnya yang sedang duduk-duduk bersama gang-nya di anak tangga.

"Kenapa kau tidak datang melayat?"

"Aku menunggu kabar pemakamanmu, tapi ternyata kau kembali," timpal laki-laki yang secara fisik terlihat lebih dewasa dari usianya itu. Ia menggaruk dagunya yang ditumbuhi rambut yang terlihat tumbuh sekitar 3 mm setelah dicukur. Selain dagu, pipinya juga ditumbuhi rambut.

"Hai, Nick," sahut Shawn, teman Nincky yang rambuut panjang bergelombangnya selalu dicepol tinggi.

"Hei, Nick. Kau sudah lihat ini?" sambung teman Nicky yang berbadan gempal dan berciri fisik Asia Timur, bernama Charlie.

"Ada yang viral?"

"Hum, lihat saja!" 

"Apa? Sini!" Nicky menyambar ponsel Charlie "Huh ...?" Ia nyaris tak percaya dengan yang dilihatnya. Ia terperangah.

Video di sebuah kanal Youtube itu memperlihatkan rekaman CCTV di sebuah sudut Palmline. Tampak seorang remaja sedang melawan berandalan. Nicky tak asing dengan adegan itu.

Caption video itu, "FIERCE : 1 BOCAHMIDDLE SCHOOL VS. 3 BERANDALAN DI PALMLINE ...."

"Wow ...." hanya sebuah tanggapan datar yang keluar dari mulut Nicky, sementara ia mengembalikan ponsel Charlie, lalu duduk di samping mereka.

"Tidakkah bocah itu hebat? Dia berani sekali melawan berandalan-berandalan itu seorang diri," ujar Charlie kagum.

"Tapi apa kau yakin dia anak middle school? Dia kuat sekali." bantah Shawn ragu. "Satu lagi, dia terlihat seperti ... perempuan."

"Bicara apa kau, Shawn?" tukas Kevin.

"Coba kau lihat ini, Kev." Shawn menyambar ponsel Cahrlie dan menghentikan video pada menit di mana salah seorang berandal mencengkeram leher si bocah yang diduga middle school. "Lihat dadanya."

"Hei ..., kau benar. Dia punya buah dada!" seru Kevin.

Nicky hanya diam. Ia sibuk memikirkan nasibnya jika Aaron sampai tahu ia berbohong. Ia bisa habis diomeli oleh sang kakak palsu.

"Kau diam saja, Nick?" Kevin yang tepat bersebelahan dengan Nicky menyelidik pada wajah Nicky. "Bibirmu ... dan itu pelipismu ..."

"Sudahlah." Sambil membetulkan poni untuk menutupi pelipisnya, Nicky meninggalkan teman-temannya yang masih menerka-nerka identitas si bocah middle school.

_______

1. Palung Mariana : palung terdalam di dunia

2. brunette : orang dengan warna rambut cokelat

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status