Share

04. Palmline Beach

Matahari musim panas mulai bergeser dari titik tertinggi di hari itu, di pergantian musim, tanpa mengurangi panasnya. Perhatian Shoujin terus tertuju pada satu objek di air. Tanpa ia sadari, ia sendiri sedang menjadi objek perhatian beberapa pasang mata. Matanya terus mengikuti pergerakan objek yang meliuk-liuk lincah dan indah di atas ombak. Sesekali objek itu menghilang tergulung ombak, lalu muncul kembali ke permukaan air dan tangannya mengayuh di atas surfboard. Bergantian dengan temannya bermain di atas ombak.

Sekarang ia tahu bagaimana Nicky mendapatkan kulit cokelatnya. Di bagian atas, lengan pakaian renang overall-nya tak sampai siku, sedangkan di bawah hanya setengah paha, membiarkan sengatan sinar matahari mengenai kulitnya. Sunblock pun tak sepenuhnya membantu menghalangi teriknya sengatan matahari di Palmline Beach. Sudah berapa lama Nicky menekuni surfing? Sepertinya Shoujin akan menanyakannya kapan-kapan.

Sesekali Nicky menoleh ke arah Shoujin. Sekedar memastikan kalau sepupu palsunya masih ada di tempatnya. Ia tak ingin repot memikirkan cara lain untuk pulang.

.

.

Nicky baru saja keluar dari toko surfing milik temannya. Ia mencari-cari Shoujin, karena tak melihat keberadaan sepupu palsunya itu. Sebelumnya ia sempat melihat Shoujin keluar dari toko sambil menelepon.

Ia mencoba menelepon Shoujin, tetapi tak ada jawaban.

_______

Seorang pria berambut hitam lurus  sedikit panjang terikat di tengkuknya, yang tak lain adalah Shoujin, tampak sedang berbicara melalui ponsel. Ia bersandar pada sebuah dinding, sementara wajahnya menghadap ke jalanan.

"Ya, ada apa? Lama sekali kau tidak menghubungiku. Bagaimana kabarmu?" tanya lawan bicara Shoujin.

"Maaf, Madam O. Aku sedang tidak ingin berbasa-basi."

"Uh, tentu saja. Kau tidak pernah basa-basi."

"Aku butuh bantuanmu."

"Bantuan seperti apa?"

"Aku ingin mendapatkan informasi tentang seseorang. Dua orang, tepatnya."

"Baiklah."

"Akan kukirim detailnya."

"Biar kutebak, saat ini kau sedang baik-baik saja."

Tuut ... tuut ... tuut ...

Sambungan terputus sepihak.

_______

"Hm ..., anak asuhku mulai berani." Seorang pria berwajah cantik, berambut cokelat gelap lurus panjang mengedikkan pundaknya.

_______

"Mungkin sebaiknya kutunggu di parkiran dekat pantai saja," gumam Nicky.

Namun saat berjalan melewati sebuah gang, tiba-tiba Nicky dihadang oleh tiga orang laki-laki.

"Hei, Kucing Manis," seringai laki-laki yang di tengah. "Aku tak menyangka kita akan bertemu di sini."

"Siapa kalian?!"

"Jangan pura-pura lupa! Kau yang menolak dan meludahiku seminggu yang lalu."

"Oh. Jadi kau mau kuludahiku lagi?" perlahan Nicky mengambil langkah mundur. Ia ingat seminggu yang lalu ia tidak hanya meludahi, tetapi juga menghajar seorang laki-laki tak jauh dari sebuah mall. Waktu itu mudah saja bagi Nicky mengalahkan si laki-laki brengsek yang terlihat seumuran dengannya itu, karena satu lawan satu. Tapi sekarang satu lawan tiga? Sepertinya lari adalah pilihan terbaik.

"Jangan harap kau bisa melakukannya lagi!"

Nicky sudah hampir berlari, tetapi salah satu dari ketiga laki-laki itu mencekal tangannya dan menguncinya di punggungnya. Sebelah tangan laki-laki itu mencengkeram lehernya.

Namun Nicky sigap menyikut perut orang yang mencekalnya, lalu menginjak kaki orang itu kuat-kuat. Setelah bebas, ia langsung berlari.

Akan tetapi, sia-sia. Baru beberapa langkah, kaos Nicky ditarik oleh salah seorang lagi. Orang itu lalu menghantamkan tubuh kecil Nicky ke dinding gang. Wajah Nicky menghantam tembok yang permukaannya tidak rata akibat keropos. Orang itu dan kedua temannya langsung memepet Nicky di tembok. Nicky bisa merasakan darah mengalir dari pelipis, hidung dan bibirnya. Kepalanya terasa sakit dan berputar-putar.

"Sekarang kau sudah terjepit, Sayang." Orang yang tak lain adalah si korban ludah Nicky, memepetnya ke tembok dengan posisi wajah menghadap ke tembok. "Lebih baik ..."

JDAK!!

"Brengsek!!" umpat laki-laki yang tak lain adalah si korban ludah. Hidungnya berdarah akibat benturan kepala Nicky ke wajahnya.

Nicky lalu menendangkan lutut ke 'aset' laki-laki yang di sebelah kiri. Dan sebelum laki-laki ketiga menebaskan pisau, Nicky sudah lebih dulu menendang bagian belakang lutut orang itu hingga jatuh berlutut dan Nicky menendang wajah laki-laki itu, membuat laki-laki itu terhuyung dan refleks melepaskan pisaunya.

Emosi Nicky benar-benar tersulut. Mereka harus diberi pelajaran!

Si korban ludah hampir saja menyerang dengan pisau yang tadi terlepas dari genggaman temannya. Namun, lagi-lagi Nicky kembali sigap, ia menendang tangan yang menggenggam pisau itu. Sayang, tak memberi efek, belati masih dalam genggaman si korban ludah.

Tampak dari wajahnya, emosi laki-laki itu juga tersulut. Pantang terkalahkan oleh perempuan, apalagi berperawakan kecil. Terlebih mereka bertiga, sedangkan lawan mereka hanya seorang diri. Laki-laki itu menyerang dan mencengkeram kerah kaos Nicky dan menodongkan belati.

Nicky kembali terdesak. Ia meninju perut laki-laki itu. Sial! Tinjunya terlalu lemah, tetapi paling tidak itu memberi Nicky cukup ruang dan laki-laki itu menjatuhkan pisaunya.

BUGH!!

Nicky mendapat serangan telak di perut, beruntung tak mengenai ulu hati. Dan Nicky adalah jenis orang yang punya daya tahan tinggi terhadap rasa sakit. Ia membalas lawannya dengan tinju bertubi-tubi pada kedua rahang dan tendangan di perut. Tubuh kecil Nicky memberi keuntungan berupa kelincahan dalam bergerak.

Orang itu—si korban ludah—tersungkur. Tanpa pikir panjang, Nicky melayangkan tinju berkali-kali ke wajah laki-laki itu.

Salah seorang dari lawan Nicky menyerang, memukuli punggung Nicky yang sedang menikmati acara 'hancurkan wajahnya'. Satu lagi yang sebelumnya mendapat serangan pada asetnya, juga bangkit dari kegiatan berguling-guling. Dan hampir ikut memukuli punggung Nicky.

.

.

Shoujin menghentikan langkah saat sampai di ujung sebuah gang sempit tak jauh dari sebuah toko peralatan surfing. Kepalanya menoleh ke arah gang itu saat mendengar keributan di sana. Ia langsung menutup sambungan telepon dan berlari ke arah keributan itu.

"NICKY!!"

Nicky sedang memukuli dengan brutal wajah seorang laki-laki seumurannya. Sedangkan ia sendiri, punggungnya sedang dipukuli oleh seorang laki-laki lain.

Shoujin menarik kerah baju orang yang sedang memukuli Nicky lalu melempar orang itu ke dinding di belakangnya. Dan saat seseorang hampir menyerang, Shoujin menangkap tangan orang itu, memelintir, lalu melemparkan orang itu ke arah yang sama dengan temannya dan membentur tembok. Dua orang terkapar.

Setelah itu Nicky meraih sebuah pisau yang baru saja terlepas dari genggaman laki-laki yang ia pukuli, kemudian menodongkan pisau itu padanya.

"Nicky, hentikan!" bentak Shoujin seraya merampas belati dari tangan Nicky. "Tidak perlu melukainya, dia sudah tidak berdaya!"

Wajah si korban ludah sudah tak berbentuk lagi.

Nicky terengah-engah.

"Ayo, cepat pergi!" Shoujin menarik lengan Nicky, lalu menyeretnya pergi.

Keduanya pergi meninggalkan gang itu.

.

.

Shoujin memapah Nicky memasuki toko peralatan surfing milik Emmery—teman Nicky. "Tolong ...!"

"Astaga, Nicky!" segera Emmery membantu Shoujin memapah Nicky lalu mendudukkannya di sebuah kursi di depan meja kasir. Ia segera mengambil tisu dan kotak medis.

Namun, saat hendak membersihkan luka di pelipis kanan Nicky, ia berhenti. "Kita tidak bisa melakukan ini sendiri. Sebentar."

Emmery membuka laci di meja kasir lalu mengambil sebuah kunci mobil. "Cepat bawa dia ke klinik. Pelipisnya robek dan perlu dijahit. Pakai saja mobilku." Cerocos Emmery sembari menyerahkan kunci mobil pada Shoujin. Maaf, Nick. aku tidak bisa mengantarmu."

"Uhh ..." lenguh Nicky yang matanya mulai sayu. Ia hampir pingsan.

"Cepatlah!"

Shoujin mengambil kunci yang diberikan Emmery, lalu kembali memapah Nicky.

_______

Lama menunggu belum juga ada chat masuk dari anak asuhnya, Owen—pria berwajah cantik berambut lurus cokelat gelap—kemudian bermain dengan reptil-reptil kesayangannya.

_______

Saat ini Nicky tengah mendapat perawatan di sebuah klinik di Palmline dengan ditemani Shoujin. Ia ditangani oleh seorang dokter pria dan seorang perawat wanita.

Nicky duduk di atas ranjang pasien, ia menolak berbaring karena rasa perih dan nyeri di punggungnya.

Hal pertama yang dilakukan oleh sang dokter dan perawat adalah menangani pelipis Nicky. Shoujin menahan pundak Nicky dan menyandarkan kepala Nicky di dadanya agar tak terjatuh. Setelah pendarahan terhenti dan dibersihkan, luka dijahit. Setelah sekitar empat puluh menit, luka itu selesai dijahit. Lumayan, empat jahitan akan menghiasi wajah Nicky selama beberapa hari.

“Permisi. Aku harus memeriksa punggungmu.” Si perawat kemudian meminta izin pada Nicky untuk mengangkat bagian belakang kaos longgarnya.

Sementara sang dokter melanjutkan membersihkan luka-luka di bagian wajah Nicky.

Wajah Nicky sesekali meringis saat luka-lukanya dibersihkan. Ada banyak luka lebam dan beberapa luka lecet di punggung. Perutnya pun lebam. Beruntung wajah Nicky tak mendapat lebam separah punggungnya.

Shoujin yang tak lagi menahan tubuh Nicky, masih menemani sambil berkirim chat dengan temannya yang merupakan pecinta reptil. Cara jitu untuk mengalihkan perhatian Shoujin dari punggung Nicky yang terekspos. Mana tahan? Lebih baik sekalian saja berbikini. Yang blak-blak tak bikin penasaran. Yang menginti-intip ...?

_______

Akhirnya setelah satu jam lebih berlalu. Di layar ponsel si pecinta reptil muncul notifikasi pesan chat masuk. Ia membuka pesan itu.

Tampak foto seorang remaja pirang. Di bawah foto itu terdapat caption, [Nicky Henry, usia 17 tahun, siswi St. Angelo High School.]

"Kupikir dia anak middle school," gumam Owen saat melihat foto Nicky.

Lalu sebuah foto lagi dengan caption, [Kenneth Henry, desainer grafis.]

[Cari tahu identitas dan latar belakang mereka.]

Setelahnya, si pria pucat kembali bermain dengan python peliharaannya. "Sepertinya anak itu sudah semakin dekat dengan apa yang dicarinya. Kuharap dia tidak menyesal dengan keputusanya."

_______

"Nicky, kau kenapa?" tanya Shoujin yang kini duduk berhadapan dengan Nicky.

"Mereka yang mulai. Mereka menyebutku 'kucing manis'. Aku sudah mau lari, tapi mereka menahanku dan memepetku ke diding. Mereka berniat melecehkanku." jawab Nicky lirih.

"Memang kau manis, Sayang," goda sang dokter. Saat itu ia hendak membersihkan luka di bibir seksi Nicky. Ia sampai kesulitan menahan air liurnya. "Jangan bicara dulu! Bibirmu sedikit robek."

Shoujin menatap dingin pada dokter yang mulutnya tak tahu aturan itu, tetapi tak mendapat tanggapan.

"Hei, itu sama sekali tidak lucu. Apa kau juga ingin mencubit pipiku seperti yang lain?"

Shoujin sedikit menyipitkan matanya. Shoujin hampir lupa kalau mulut Nicky juga sama saja, tak tahu aturan.

"Bolehkah?"

"Tidak!" jawab Nicky ketus.

"Hmm ... jangan bicara lagi! Aku harus mengobati ini."

"Kenapa kau tidak lari?"

"Sudah kubilang tadi ak ..."

"Sayang, aku belum selesai mengobati bibirmu. Apa kau bisa diam? Dan kau, temannya, tolong jangan ajak dia bicara dulu!"

Serasa digeplak, baru kali ini ada orang asing berani menyuruh Shoujin diam. Padahal ia tipe pendiam, masih harus diam juga? Lalu kapan ia punya kesempatan untuk bicara?

Tenang sesaat, sampai dokter selesai mengobati bibir Nicky dan berpindah ke bagian lain wajah Nicky. Sepasang sepupu palsu itu pun kembali berdebat.

"Tadiya aku sudah mau lari, tapi mereka menarik lalu memepetku. Dua orang dari mereka menahan tubuhku. Lalu yang kupukuli itu ..." Nicky menundukkan wajahnya.

“Nicky ... .”

“Apa?”

“Apa kau sering berkelahi?”

“Memangnya kenapa?”

“Aku jadi ragu kau itu benar-benar perempuan atau jadi-jadian.”

“Kau ingin ... sshh ... ingin merasakan dihajar olehku juga, huh?”

“Jadi benar kau ini perempuan? Aku sempat ragu,” sela si dokter.

“Dia memakai bra," perawat menimpali.

“Hei!!" protes Nicky pada dokter dan perawat. "Shou, diamlah! Kau ... auwh!”

"Setelah ini kita ke kantor polisi."

"Untuk apa?!"

"Tentu saja melapor."

"Tidak usah! Aku lapar, aku mau makan."

"Di situasi seperti ini, kau masih sempat memikirkan perut?"

"Makan itu kebutuhan. Ssshh ... Bisa pelan-pelan, tidak?! Perih, tahu!" protesan Nicky tak mendapat tanggapan.

"Baiklah, kita langsung pulang saja."

"Tidak."

"Lalu?"

"Kenny dan Aaron tidak pernah masak saat weekend."

"Lalu, kau mau makan apa?"

"Bigg’s ... ssshh ... Taco."

"Kau yakin?"

"Tentu saja."

_______

Mata Nicky berkaca-kaca menatap taco di hadapannya. Kedua tangannya terlipat di atas meja, menopang tubuhnya.

"Seharusnya kau makan yang lain."

"Tawi akeu sangat ingin wakan taco di sini."

"Bukankah di kantin sekolahmu ada taco juga?"

"Tidak sawa, taco di sini waling enak."

"Lalu sekarang mau kauapakan taco itu? Dia tidak bisa habis sendiri."

Nicky terdiam menahan perih di bibirnya yang sedikit robek akibat berkelahi tadi. Lalu mulai menangis. "Hiks ... hiks ... wadahal tadi tidak werih, tawi kenawa sekarang teeasa werih?"

"Astaga ..." Shoujin memijit pelipisnya.

Pemandangan yang ironis sekali dengan yang ia lihat sebelumnya. Pirang yang sebelumnya terlihat garang saat berkelahi, sekarang menangis hanya karena tidak bisa makan taco.

"Shou ... wagaiwana caranya akeu wakan taco ini ... heuu heuu ..."

"Cup ... cup ... sayang ..., Kucing Manis ..." Shoujin menepuk pelan pundak Nicky sambil menahan tawa melihat ekspresi kekanakan temannya itu.

"Jangan wanggil akeu 'kucing wanish'. Eesshh ..."

"Apa masalahnya? Panggilan itu memang cocok denganmu. Khakhakhakha ..." tawa Shoujin pecah juga.

Ooohoo ... hoo ... si pirang ngambek. Dia pergi meninggalkan Shoujin.

"Ya ampun." Segera Shoujin memasukkan taco yang batal dimakan itu ke dalam bungkusnya dan membawanya berlari menyusul Nicky.

Para pengunjung mendapat tontonan adegan drama gratis kala itu. Demi itu mereka rela jika Shoujin mengintimidasi mereka lewat tatapan tajamnya. Asalkan tak menyerang.

_______

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status