Share

Delapan

Hampir setiap bersama, kedua insan yang tengah dimabuk asmara itu melakukan penyatuan, tak ada kata lelah bagi keduanya. Seolah benar adanya, jika kesalahan itu dilakukan maka akan mendapatkan sensasi yang berbeda.

"Terima kasih, Sayang," ucap Rudi sambil mencium pucuk kepala Santi. Setelah raganya merasakan kelelahan yang luar biasa karena dipaksa bekerja menuruti hasratnya.

"Apa sih nggak buat kamu, Mas, yang penting kamu bahagia," sahut Santi sambil tersenyum menggoda. Dengan Rudi gadis bukan perawan itu mempunyai perasaan lebih. Tak seperti lelaki yang sempat singgah di hidupnya, yang hanya dimanfaatkan hartanya saja.

"Kamu memang paling mengerti diriku, Sayang," balas Rudi. Setelah itu lelaki itu memejamkan matanya dengan bibir mengulas senyum kepuasan. Tak lama kemudian sudah terdengar dengkuran halus dari bibir tipisnya. Santi tersenyum, baginya wajah itu tak pernah membosankan, semakin dipandang semakin membuatnya terpesona.

Besok Rudi akan pulang, menemui anak dan istrinya. Membayangkan kalau Rudi akan memadu kasih dengan istrinya saja membuat Santi cemburu luar biasa, rasanya tak rela jika mereka berbagi peluh dalam nyanyian rindu. Mengingat hal itu, membuat Santi semakin mempererat pelukannya.

"Hai, ada apa? Mau lagi?" goda Rudi yang terkejut dengan sikap wanita simpanannya.

"Aku ikut ya, Mas," rengeknya lagi, persis seperti anak kecil yang tengah menginginkan sesuatu, tetapi belum terpenuhi.

"Nggak usah, Sayang," sahut Rudi dengan suara serak. Sepersekian detik kemudian suasana menjadi hening kembali karena Rudi kembali memejamkan matanya.

Santai menatap Rudi yang sudah terlelap, jari lentiknya menelusuri wajah sang kekasih hati. Santi benar-benar dibuat jatuh cinta oleh lelaki beristri tersebut. "Aku tetap akan datang, Mas. Aku tak rela jika kamu bersama keluargamu itu. Aku akan datang dan mengambilmu untuk selamanya," ucapnya sebelum ikut terlelap dalam dekapan Rudi.

Dengan Rudi, Santi tak pernah menuntut lebih. Harta bendanya sudah dibilang cukup banyak. Rumah yang saat ini ditempati, sudah beralih atas namanya. Hasil dari menjadi gudik seorang bos bernama Hendrawan.

Sementara mobil dan motor dia hasilkan ketika menjadi simpanan seorang pejabat, dulu.

Santi tak perlu susah payah menggaet target. Para lelaki hidung belang lah yang berlomba-lomba ingin menjadikannya boneka hidup, segalanya akan diberikan asal Santi mau menjadi pemuas nafsu mereka.

Bahkan, minggu lalu dia masih sempat melayani bos Hendrawan untuk yang terakhir kalinya. Setelah lelaki tua itu memaksa dan mengancamnya.

"Pokoknya aku mau dobel, Nduk," pinta lelaki berperut buncit itu. Bos batu bara kebetulan datang ke kota Santi. Sebenarnya dia sudah pensiun karena usianya yang memang terbilang sudah tua. Semua urusan pekerjaan sudah dialihkan pada putranya. Namun, semangatnya di ranjang masih luar biasa, terkadang membuat Santi kewalahan.

"Tapi, nanti aku juga dikasih lebih loh," sahut Santi dengan suara manja. Sejak awal dia memang tak pernah memakai hatinya. Namun, kali ini ada yang berbeda, Santi melakukannya karena terpaksa karena hatinya sudah dia serahkan seutuhnya untuk Rudi.

"Soal itu mah gampang, yang penting sebelum aku pergi jauh dari sini. Kamu harus puas-puasin aku," ucap lelaki itu lagi. Mereka layaknya sepasang kekasih yang ingin menuntaskan segala rasa sebelum jarak memisahkan.

Santi tersenyum. "Mas, sebenarnya aku tuh bingung," ucap Santi, sambil memainkan jari lentiknya di dada Hendrawan. Setelah itu wanita pemilik hidung bangir itu membetulkan letak kepala di dada lelaki baya itu. Setelah mereka berbagi peluh.

"Bingung kenapa, Nduk?" tanya Hendrawan penuh perhatian.

"Hidupku terlantar tanpa kamu, Mas," sahutnya sambil tersenyum licik.

"Apa kamu ikut Mas saja? Agar kita selalu bersama, biar aku selalu bisa memanjakan kamu." Lelaki itu memberi penawaran.

Mendengar jawaban itu tak serta membuat Santi senang, karena sejatinya dia hanya ingin merayu agar rumah yang dia tempati beralih nama atas dirinya.

"Ya nggak mau, nanti di sana Mas itu pasti kemana-mana diikuti sama Ibu Maya. Terus aku tinggal di mana kalau ikut ke sana."

Pelan-pelan Santi mulai melepaskan umpan. Selama hampir dua tahun menjadi simpanan Hendrawan, lelaki itu tak mengizinkannya tinggal di rumah yang sama. Dua-tiga bulan Santi harus pindah, agar tak sampai terendus keluarganya.

"Terus kamu maunya apa, Nduk? Hem?" tanya lelaki itu lagi.

"Uang untuk membeli rumah, biar nanti kalau Mas datang kayak gini, nggak bingung lagi."

"Kamu mau beli rumah?" Santi mengangguk. "terus rumah yang dulu?" tanya Hendrawan.

"Udah kujual, Mas. Pas aku nggak punya uang," jawabannya dengan suara yang dibuat sesedih mungkin.

"Bilang dong dari tadi. Gampang itu, nanti tak transfer."

"Transfer sekarang," rengeknya lagi.

"Baiklah, kamu memang cewek matre, tapi aku suka." Lelaki hidung belang itu meraih ponselnya, kemudian mentransfer sejumlah uang pada rekening Santi. Setelah selesai dengan urusannya dia memberi kode bahwa dia ingin lagi. Bibir Santi tersenyum, walaupun hatinya mengumpat, "dasar tua bangka rakus!"

Santi harus segera pergi karena Rudi sudah berkali-kali menghubunginya. Wanita bertubuh seksi itu meninggalkan Hendrawan yang masih terlelap akibat kelelahan. Santi bahkan tak peduli seandainya lelaki itu mati.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
dasar tuh Santi ternyata emang wanita simpanan bos bos dan pejabat tuh
goodnovel comment avatar
Siti Aisyah Tanjung
hmmm tega ya suaminya...kalau aku jadi istrinya gk mikir panjang langsung labrak
goodnovel comment avatar
Sasya Sa'adah
lah gini jadinya kalo suami pindah tugas luar kota kalo istrinya ga ikut . banyak Pelakor apalagi ga punya iman,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status