Share

Tujuh

Rudi membernarkan posisinya.

"Buat apa ikut?" tanya Rudi sambil mencium keningnya.

"Aku gak bisa lama-lama pisah denganmu, Mas," ujarnya beralasan. Suaranya terdengar manja di telinga Rudi. Membuat lelaki itu gemas dan kembali memberinya sebuah ciuman.

"Hanya dua hari, Sayang," sahutnya, kali ini lelaki itu mencium rambut Santi yang mengeluarkan aroma wangi shampoo.

"Lama, Mas. Aku gak bisa jauh-jauh darimu," ucapnya. "Pasti nanti kamu menghabiskan waktu dengan wanita bau bawang itu."

"Dia kan istriku, Sayang. Nanti kalau aku tak memanjakannya, dia malah curiga," sahut Rudi sambil menowel hidung Santi karena gemas.

.

.

Pagi-pagi Rudi dan Santi siap untuk bekerja. Mereka sarapan sambil bercanda gurau, terkadang juga membahas tentang masa depan mereka, benar-benar seperti pasangan halal yang bahagia.

Setelah selesai Santi berangkat terlebih dulu, agar tak menimbulkan kecurigaan dari rekan kerjanya. Untuk saat ini memang belum ada yang tahu karena mereka sangat pandai menyembunyikan hubungan terlarang itu. Namun, mereka tak tahu kalau orang yang mereka curangi sudah mengetahuinya.

"Aku berangkat dulu, Mas," pamit Santi sambil mengecup kedua pipi Rudi, terakhir dia akan mencium sekilas bibir lelakinya.

"Hati-hati." Rudi melambaikan tangan ketika motor Santi melaju meninggalkannya. Setelah bayangan Santi sudah tak terlihat, Rudi segera masuk ke rumah. Lelaki itu tengah mengamati ponselnya.

"Tumben, Bunda gak ada telpon," gumamnya. Setelah itu dia mencoba menghubungi wanita yang sudah dikhianatinya tanpa rasa bersalah.

Panggilan terhubung, tak lama kemudian sudah tersambung. "Ayaaaah!" seru Alif dari ujung telepon.

Bocah empat tahun itu terlihat girang menatap wajah ayahnya dari dalam layar ponsel.

Rudi tersenyum melihat kebahagiaan putranya, lelaki berhidung mancung itu melambaikan tangan. "Salamnya mana, Kak."

Pandangannya memindai sekita. Ada sesuatu yang mengganjal hatinya, tiba-tiba ada ingin yang cukup kuat untuk melihat istrinya. Ada rindu yang tiba-tiba menyapa kalbu, apalagi jika mengingat penghianatan yang telah dilakukannya.

"Assalamualaikum, Ayah," ucap Alif sambil tersenyum, hal yang sangat gampang menular. Kini lelaki yang sudah rapi itu juga melakukannya.

"Wa'alaikumussalam, nah gitu dong. Kakak sudah mandi? Udah makan?" tanya Rudi lagi.

"Udah, Yah," sahut Alif sambil mengangguk.

"Anak pintar. Bunda mana, Kak? Kok gak kelihatan?" tanyanya sambil menatap jauh ke belakang putranya.

Alif menoleh, mengikuti pandangan sang ayah. Bocah berambut ikal itu pun melangkah mencari keberadaan wanita yang selalu menemani hari-harinya itu.

"Ada, tapi kata Bunda sekarang lagi repot, jadi ndak bisa ngobrol sama Ayah," balas bocah empat tahun itu setelah mendapat isyarat dari Ambar.

"Oh gitu, memang Bunda lagi sibuk apa, Kak?" tanya Rudi penasaran. Karena tak biasanya Ambar melakukan itu.

"Lagi menjemur baju, Yah," balas Alif setelah mengetahui keberadaan bundanya.

"Oh, ya udah. Besok kalau ayah pulang, Alif minta dibelikan apa?" tanya Rudi basa-basi.

"Aku mau dibelikan truk oleng yang buesar, Yah," sahut bocah itu dengan mata berbinar.

"Oke, siap. Sekarang tolong bawa ponselnya ke Bunda, Sayang. Bilang kalau ayah ingin ngobrol sebentar saja," pinta Rudi. Alif mengangguk, kemudian berlari menuju tempat bundanya.

"Bunda, Ayah mau bicara," ucapnya sambil mengulurkan ponsel.

"Bilang sama Ayah. Bunda lagi repot, Kak. Tuh, tangan bunda basah kan," sahut Ambar sambil menunjukkan tangannya.

"Kalau Bunda lagi repot, gak usah diganggu, Kak. Arahkan saja kamera pada bunda," pinta Rudi setelah mendengar ucapan sang istri.

"Bunda! Bunda Mau ke mana?" tanya Alif polos. Bocah bermata bulat itu menatap keheranan pada Ambar yang bergegas pergi.

"Bunda mau ke kamar mandi, Kak," sahutnya sebelum menutup pintu kamar mandi.

Alif menggaruk kepalanya yang tak gatal, sementara Rudi merasa heran dengan sikap Ambar.

"Ya udah, nanti lagi telponnya ya, Kak. Ayah mau berangkat kerja dulu," sahut Rudi memecah keheningan yang tercipta selama beberapa detik.

Setelah mengucap salam, Rudi termenung sejenak. "Sepertinya ada yang tak beres," gumamnya.

Sepanjang perjalanan Rudi tak bisa konsentrasi, dia penasaran dengan sikap istrinya yang seolah menghindarinya. Lelaki itu sibuk menebak, kira-kira apa yang terjadi dengan ibu dari anaknya tersebut. Hingga tiba di kantor Rudi belum bisa menemukan alasan kenapa sikap Ambar berubah.

Kegalauannya sirna begitu saja ketika melihat senyum manis Santi. Rudi benar-benar lupa diri, hingga tak menyadari kehancuran yang sudah menunggunya di depan mata.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
Rudi Rudi kebahagiaanmu hanya sesaat setelah itu bakal hancur rmh tangga mu dan pekerjaanmu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status