Share

Janda Tawanan Dokter Reinhard
Janda Tawanan Dokter Reinhard
Penulis: Kimrana

1. Pertemuan Pertama

Suatu sore di musim panas. Seperti kesepakatan beberapa hari yang lalu, Bibi Delvi, seorang wanita bertubuh gempal yang terkenal sebagai mak comblang di kota ini, membawa seorang wanita muda dengan anak balitanya ke sebuah restoran.

Wanita muda itu bernama Arika Maily atau biasa dipanggil Arika. Dia baru berumur tigapuluh dua tahun. Dan dia adalah seorang janda yang telah satu tahun bercerai dari suaminya.

Bibi Delvi membawanya ke restoran tersebut untuk diperkenalkan kepada seorang pria yang menggunakan jasanya untuk mencari jodoh.

"Halo, gadis kecil!" sapa pria itu tersenyum lebar, berhadapan dengan balita cantik berkulit putih yang dipangku sang janda.

"Hua...!" serta merta balita itu menangis karena takut dengan orang yang baru dia temui.

"Maafkan aku! Anakku selalu takut orang baru," ungkap Arika sambil mencoba menenangka anaknya yang bernama Armelia yang kini berusia tiga tahun.

"Sini Arika, biar aku gendong Armelia agar kalian bebas mengobrol....Sini anak cantik ikut bibi!" ajak Bibi Delvi mengambil alih menggendong Armelia. Karena mengenal Bibi Delvi, tangis Armelia segera berhenti.

"Aku akan mengajaknya main. Nanti kamu jemput di rumahku ya." kata Bibi Delvi.

"Iya, terimakasih Bi Delvi." ucap Arika.

"Mari Pak Dokter!" pamit Bibi Delvi seraya tersenyum lalu pergi keluar restoran bersama putri Arika.

"Jadi kamu seorang dokter?" tanya wanita berkulit putih itu. Suaranya halus dan lembut.

"Iya. Apa Bibi Delvi nggak mengatakannya?" tanya pria itu.

"Belum," jawabnya seraya menunduk dan menyelipkan rambutnya di telinga.

"Baiklah, mari berkenalan!" Pria itu mengulurkan tangannya.

Arika menjabat tangan pria itu. Tangannya terlihat gemetar karena gugup. Arika bisa merasakan kekar dan halusnya tangan ramping pria itu. Hangat, itu yang dia rasakan kemudian berbeda dengan tangannya yang pucat dan terasa dingin bagaikan es.

"Namaku Reinhard," ucap pria itu.

"Aku Arika," sahut mereka bergantian.

Dokter Reinhard Wilson. Dia merupakan seorang Dokter gigi terkenal di kota ini. Selain karena ahli dalam profesinya, Dokter dengan senyum manis ini juga terkenal karena ketampanan dan juga kedermawanannya. Di klinik yang dia dirikan sendiri banyak pasien yang datang untuk berobat kepadanya.

"Maaf, tanganku basah. Aku berkeringat," ucap Arika yang baru menyadarinya setelah berpegangan dengan tangan Pria tampan itu.

"Nggak masalah. Aku mengerti kamu gugup," jawab Dokter Reinhard seraya tersenyum hangat.

Semburat warna merah memenuhi wajah Arika. Dia terpesona, bukan hanya karena senyum di wajah tampannya tetapi juga karena sikap pengertian pria yang baru saja dikenalnya ini.

"Makanlah dulu," kata Dokter Reinhard menunjuk makanan yang telah tersaji di meja.

"Terimakasih," jawab Arika lalu mulai menyantap makanannya.

"Kamu tahukan aku mencari pasangan untuk menikah?" tanya Dokter Reinhard di sela makannya.

"Iya. Bibi Delvi sudah mengatakan soal itu," jawab Arika

"Bagus. Jadi aku bukan mencari wanita untuk bersenang-senang saja. Tetapi yang mau menjalani hidup bersamaku selamanya," ungkap Dokter itu terdengar serius.

Arika hanya mengangguk.

"Bagaimana kalau selesai makan kita membicarakan detail pernikahan di rumahku? Apa kamu bersedia?" Dokter Reinhard menanyakan pendapat Arika untuk rencanya tersebut.

"Iya, saya bersedia," jawab Arika dengan yakin.

Hari mulai malam. Sesuai kesepakatan mereka, selesai makan Dokter Reinhard membawa Arika ke rumahnya.

Sebuah rumah besar dan mewah di kawasan elite di kota ini. Mobil Dokter Rein berhenti di depan rumahnya.

Dengan elegant Dokter Rein keluar dari mobil dan berlari kecil mengitari depan mobilnya untuk kemudian membukakan pintu mobil untuk Arika. Sebuah sikap sederhana namun begitu menyentuh untuk Arika.

Arika memasuki rumah besar itu. Dia menatap sekeliling ruangan besar dimana dia duduk saat ini. Ruangan bergaya klasik dengan interior serba kayu berwarna coklat muda.

"Aku terlalu sibuk mengejar karirku sampai aku sadar umurku sudah nggak muda lagi," terang Dokter Rein seraya menaruh cangkir teh di meja tamu. Kemudian dia pun duduk di sofa single bersebrangan dengan Arika.

"Tetapi melihat wajah anda, anda nggak keliatan tua," sahut Arika begitu jujur.

"Benarkah?" Dokter Rein setengah tersenyum. "Kalau kamu, berapa umurmu?" tanya Dokter yang biasa dipanggil Dokter Rein itu.

"Aku tigapuluh dua tahun," jawab Arika malu-malu dalam wajah tertunduknya.

"Aku jadi malu, aku lebih tua sembilan tahun darimu. Ternyata aku setua ini," sahut Dokter Reinhard

"Itu nggak benar, anda masih muda dengan raga anda."Sergah Arika.

"Benarkah?" sahut Dokter Rein tersipu.

Arika menganggukkan kepalanya.

"Itu bukan sanjungan di depan ku saja, kan?" gurau Dokter Rein.

"Nggak Dokter. Itu memang kenyataannya. Anda masih sangat muda dan tampan di usia anda ini. Saya yang malu, karena saya mungkin terlihat tua. Karena saya sudah ibu-ibu,"

"Kamu juga terlihat muda dan cantik," Dokter Rein mengatakan dengan penekanan penuh makna ketika mengucapkan kata cantiknya.

"Wajah dan tubuhmu mempesona diriku," batin Dokter Rein sambil matanya memandang Arika dari atas sampai bawah.

"Nggak akan ada yang menyangka kalau ternyata kamu sudah memiliki anak. Kamu terlihat seperti gadis," sambung Dokter Rein.

"Terimakasih Dokter Rein, untuk pujiannya."

"Aku tidak melebihkan Arika, ini sungguhan." Mereka berdua tersenyum.

"Dokter Reinhard,"

"Panggil saja Dokter Rein." sela Dokter Rein.

"Dokter Rein, tentang rencana pernikahan, anda tahu kalau saya ini janda dan memiliki anak. Apakah anda tidak keberatan dengan itu?" tanya Arika.

"Dari awal Bibi Delvi menawarkan dirimu, dia sudah menceritakan tentang statusmu. Dan aku tidak keberatan untuk hal itu hingga sekarang kita bisa sampai di sini." jawab Dokter Rein. Arika mengangguk.

"Dokter ini kelihatannya serius dengan pernikahan nya." inner Arika.

Percakapan itu terhenti di sana. Hening, itu yang mereka rasakan untuk sesaat ditengah kecanggungan itu.

Dalam diam, mata Arika menjelajah setiap sudut ruangan,

"Jadi anda seorang dokter gigi?" tanya Arika memecah keheningan diantara mereka, setelah melihat beberapa pajangan dari susunan gigi yang berada di dalam bingkai.

Hasil karya seni berupa susunan gigi yang berbentuk bunga, kuda dan ikan yang tersusun rapih di dalam pigura-nya masing-masing.

"Iya," jawab Dokter singkat menoleh ke belakang, ke arah hasil karya yang dibuatnya sendiri.

"Apa itu gigi asli?" tanya Arika penasaran.

Dokter itu tersenyum misterius sebelum menjawab.

"Iya, itu gigi cabutan dari beberapa pasien ku yang masih terlihat bagus." jelas Dokter Reinhard mengkaitkan jari-jarinya.

"Oh...," jawab Arika terkagum.

"Anda yang membuatnya sendiri?" tanya Arika terdengar penasaran.

"Iya. Disela waktu senggangku. Masih ada beberapa karya yang belum aku selesaikan. Aku masih mencari gigi-gigi yang cocok," jawab Dokter Rein kembali dengan penekanan pada kata gigi-gigi, namun kali ini terdengar misterius.

Hingga Arika bisa merasakan bulu kuduknya meremang tatkala Dokter itu berbicara.

"Ada yang ingin aku tanyakan sebelum kamu memutuskan untuk menerima atau menolakku," Dokter itu dengan cepat berpindah duduk ke sebelah Arika.

Dokter Rein, dengan wajah penuh teka teki bergeser perlahan mendekati Arika. Arika mulai merasa janggal dan takut. Atmosfer diantara mereka mulai berubah, terisi arus antisipasi yang meluap.

Arika memundurkan tubuhnya untuk tetap menjaga jarak. Tubuhnya menegang dikuasi oleh ketakutannya. Dia tidak lagi berani menatap wajah Dokter Rein. Sementara jari lentik nya mengepal kain rok nya dengan kencang.

"A-apa yang mau Dokter katakan?"

****************

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status