Share

2. Sekolah Baru

Pagi yang sangat cerah, di depan gerbang sebuah sekolah bertuliskan Highscope Indonesia, salah satu sekolah menengah atas yang elit di Ibukota.

Sudah lumayan banyak siswa-siswi yang mulai berdatangan memasuki area persekolahan itu, sama seperti mobil sport berwarna putih yang juga sedang membelok dari arah kanan memasuki area sekolah.

Mobil itu membelok ke tempat parkir khusus kendaraan beroda empat dan berhenti di sana, beberapa mobil lainnya tampak sudah terparkir dengan rapi. Seorang pria keluar dari mobil itu, menutup pintu mobilnya sedikit kasar, lalu memasang kacamata hitam yang ada di tangannya.

Pria itu Yejun. Pria bernama lengkap Yejun Adley Maheswara, cucu tunggal dari Mahendra Maheswara, pemilik perusahaan MW Grup yang sangat terkenal di Jakarta.

Yejun mulai berjalan keluar dari parkiran, menuju ke salah satu gazebo kosong terdekatnya, ia memutuskan menunggu Ibunya yang akan menyusul mendaftarkannya di sekolah ini.

Sebenarnya, Kirana tadi meminta berangkat bersama-sama dengan Yejun, tetapi putranya itu menolak dengan keras dan malah pergi tanpa pamit. Yejun juga lebih ingin mendaftar sendiri jika bisa, tetapi peraturan sekolah tetaplah peraturan, calon siswa baru atau pindahan harus mendaftar bersama wali atau orangtuanya.

Seluruh pasang mata yang ada di sekitarnya, langsung menyorot ke Yejun dengan berbagai macam tatapan, ada yang merasa penasaran karena baru pertama kali melihat pria ini, dan tentu saja lebih banyak yang terkagum-kagum melihat ketampanan paripurna seorang Yejun.

"OMG guys... ada oppa-oppa!"

"Gila ganteng banget!" seru seorang gadis.

Ia menutup mulutnya yang menganga karena histeris, matanya membulat sempurna seraya menunjuk ke arah Yejun, menunjukkan kepada 3 temannya yang juga sedang duduk di gazebo bersamanya.

Ketiga temannya itu spontan menengok ke arah yang ditunjuk, tentu saja ekspresi mereka tak kalah heboh dengan gadis sebelumnya.

"DEMI APA?! Abang Jungkook sekarang jadi anak SMA?!" celetuk salah seorang gadis lainnya, melebih-lebihkan.

"Hey Salsa...! Mata lo buta apa?! Itu bukan Jungkook keles! Itu jelas-jelas Bang Jimin!!" protes gadis bernama Hani yang pertama melihat Yejun.

"Wah... saraf lo, gue dibilang buta! Mata lo tuh yang perlu digosok pake Sunlight!" tantang gadis bernama Salsa itu, tak terima diejek begitu saja.

"HANI... SALSA...!"

"Apa-apaan sih kalian berdua?!"

"Ribut terus kayak Tom and Jerry, tapi giliran nge-halu kompaknya kayak kehabisan obat, nggak ada yang nandingin!" berondong gadis bernama Mona ikut nimbrung, gemas dengan pertengkaran manja kedua temannya.

Sementara satu gadis lainnya sejak tadi senyum-senyum sendiri, matanya hanya fokus melamun melihati Yejun, entah sudah di negara mana angan-angannya terbang menari-nari. Gadis itu bernama Maura Anandita Abraham, ketua geng kelompok mereka.

"Sini...!" lanjut Mona menunjuk kembali ke Yejun yang masih duduk memainkan hp di gazebo sebelah barat.

"Kalian berdua, perhatiin baik-baik itu cowok!"

"Masa kalian nggak tau sih?!"

"Itu sangat amat jelas adalah...."

"Bang Sehun!" seru Mona histeris di akhir kalimatnya, tidak kalah alay dari Hani dan Salsa sebelumnya.

Hani dan Salsa, keduanya memutar bola matanya syok, mereka saling bertatapan.

"WOY...LO JUGA HALU KELES!" teriak Hani dan Salsa serempak, tak habis pikir dengan kelakuan temannya itu, fix otak Mona lebih gesrek dari mereka berdua.

Teriakan Hani dan Salsa mengagetkan Maura, membuyarkan lamunan indah gadis itu. Matanya memejam dan tangannya yang berpangku di atas meja mulai mengepal, siap meledakkan kekesalannya.

"Iya iya udah!! Gue tau, gue ini paling pinter, cerdas, jenius tak tertandingi sejagat raya! Hahahaha!" balas Mona ngeles.

"LO GILA!!" tambah Hani dan Salsa lagi.

Mona hanya manggut-manggut tak berdosa.

Braakk

Suara gebrakan meja mengagetkan Mona, Hani dan Salsa, membuat ketiganya spontan mematung, menatap ke si pembuat ulah. Mereka bergidik ngeri dengan tatapan tajam Maura yang seakan segara menelan mereka bulat-bulat.

"L-Lo kenapa Maura?" tanya Hani hati-hati.

Maura menghembuskan napas kasar.

"Lo tau nggak?! Teriakan lo itu bikin kuping gue hampir copot!" sembur Maura emosi.

"Tapi bukan cuma gue! Dia juga!" tunjuk Hani mengarahkan tangannya ke Salsa.

Salsa menghalau tangan Hani tak terima.

"Udah deh! Kalian kalo mau teriak-teriak ke pasar aja sana! Jangan di sini! Gangguin mood gue aja!" gerutu Maura.

"Padahal tadi khayalan gue udah manis banget, dia udah hampir... hampir..." lanjut Maura, memasang wajah sedih mengingat-ingat khayalannya.

"Hampir?" tanya Mona bingung.

Maura melemas tak mau menjawab Mona.

"Hampir apa, Maura?!" desak Hani penasaran dengan jawaban Maura.

"Aaakkhh! Tau ah! Bu-yar semuanya!" kesal Maura, lalu berdiri meninggalkan ketiga temannya.

"Buyar? Apaan sih?! Apanya yang buyar?!" bingung Salsa menatap Mona dan Hani.

"Maura...!" panggil Hani setengah berteriak.

Maura tak mempedulikan panggilan Hani, ia terus berjalan, memberanikan diri mendekati Yejun di sebelah sana.

Hani, Mona dan Salsa menyadari arah jalan ketua gengnya itu, mereka dengan segera berlari kecil, mengekor di belakang Maura penuh semangat.

***

Maura kini sudah berdiri di hadapan Yejun, matanya benar-benar tak berkedip sejak menatap pria itu secara dekat, sedang yang ditatap juga tak menyadari kehadiran gadis itu, Yejun sibuk menutup matanya mendengarkan lagu dari earphone yang digunakan, sembari menggoyangkan kepalanya sedikit menikmati irama lagu yang ia dengarkan.

Maura mencoba berdeham kecil, tapi tidak ada tanda-tanda cowok dihadapannya menyadari kehadirannya, ia paham mungkin karena cowok itu mengenakan earphone, Maura kembali berdeham dengan suara sedikit lebih keras.

Kali ini Yejun tidak mungkin tak mendengar suara Maura, ia membuka matanya mencoba memastikan apa benar ada orang di dekatnya sekarang, apa Ibunya sudah datang?

Yejun mengerutkan dahi heran, siapa cewek di hadapannya ini dan mau apa dia?

Sudahlah! Yejun tak ingin penasaran, ia bukan laki-laki seperti itu, ia kembali memejamkan kedua matanya dan menikmati alunan lagu, sembari melipat tangan di bawah dadanya dengan santai.

Tentu saja, reaksi Yejun yang sangat cuek itu membuat Maura merasa seperti baru saja ditolak, bahkan sebelum menyatakan perasaannya, benar-benar sangat memalukan dan menyebalkan. Tapi, bukan Maura si gadis terpopuler namanya kalo ia menyerah begitu saja, ia semakin ingin memiliki pria di hadapannya itu.

Ini pertama kalinya ada cowok yang menolak pesona kecantikan seorang Maura, gadis itu kembali mencari perhatian cowok incarannya itu, ia mengetuk-ngetuk meja gazebo di depannya beberapa kali.

Yejun tentu mendengarnya, ia merasa kesal dan kembali membuka matanya.

"Hai...Where are you from?" tanya Maura langsung saat Yejun membuka matanya, ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu sebelum cowok itu kembali mengabaikannya.

Yejun tau gadis di hadapannya itu sedang mengatakan sesuatu, tapi ia sama sekali tidak mendengarnya jelas. Yejun menoleh ke kiri dan kanan, memastikan apa cewek itu berbicara kepadanya atau kepada orang lain di sekitarnya. Tapi pria itu tak menemukan siapa pun di dekatnya, ia kembali menatap cewek di hadapannya dengan datar, alisnya sedikit terangkat seperti bertanya pada cewek itu.

"Yes, you...." balas Maura mengerti maksud Yejun, ia menunjukkan jarinya ke Yejun.

Yejun melepas earphone di telinganya dengan malas. Jika itu berhubungan dengan perempuan, ia sangat benci dan sudah hatam dengan kelakuan mereka.

"Apa?" tanya Yejun datar.

"OMG...dia bisa bahasa Indonesia!" celetuk Hani sedikit menganga.

Maura lagi-lagi sedikit kesal, temannya Hani benar-benar tidak tau situasi sama sekali, Maura menatap ke Salsa memberi kode.

"Huust... lo diem, biar Maura yang ngomong," bisik Salsa di samping Hani.

Hani memanyun mengiyakan.

"Ekhem... kamu fasih bahasa Indonesia?" tanya Maura sembari tersenyum.

Yejun hanya mengangguk, menatap lawan bicaranya datar.

"Boleh kenalan?" lanjut Maura.

Yejun mengerutkan dahinya tak suka, ia sama sekali tak sudi berkenalan dengan cewek mana pun. Yejun kembali mengarahkan earphone ke telinganya, berniat memasang kembali.

"Ekhem, kenalin nama aku Maura Anandita Abraham, kelas 2 jurusan bisnis dan teknologi informasi, masih single dan cewek yang paling famous di sekolah ini," papar Maura sambil tersenyum.

"Kalau kamu namanya siapa?" tambah Maura masih setia dengan senyumannya.

Maura sudah melihat tanda-tanda, cowok di hadapannya itu berniat mengabaikannya lagi, sehingga ia mau tak mau mengambil langkah cepat.

Memang benar, Yejun tak jadi memasang earphone-nya kembali karena celetukan gadis tak jelas di hadapannya, ia menatap gadis itu sedikit sinis dan dingin lalu berdiri dari duduknya tiba-tiba.

Yejun berjalan sedikit mendekat ke arah Maura dan berdiri di dekatnya.

"Gue nggak minat kenalan sama lo," ucap Yejun sangat dingin dan segera beranjak mencari tempat yang lebih tenang.

***

Yejun memutuskan memasuki sebuah gedung yang sepertinya kantor khusus staf, ia berniat akan langsung menunggu Ibunya di depan ruang kepala sekolah, tetapi masalahnya ia sekarang berjalan kebingungan karena tak tau di mana kantor kepala sekolah di sini.

Yejun sudah mengelilingi seluruh lantai 1 dan tidak menemukannya, ia bergegas menuju lift yang ada di lantai itu, berniat langsung ke lantai 5 yang paling atas, Yejun yakin jika bukan lantai paling bawah, maka pasti kantor kepala sekolah ada di paling atas.

***

Pria dingin itu kini sudah berada di lantai 5, ia kembali berjalan menyusuri setiap lorong dengan tembok putih yang bisa ditangkap oleh matanya.

Sesekali Yejun melirik ke atas untuk melihat name tag ruangan, ia masih belum menemukan ruangan kepala sekolah, ini benar-benar menghabiskan energinya, kenapa juga kantor ini terlalu luas, apakah guru dan staf-nya memang sangat banyak?

Terlebih lagi, setiap guru punya ruang kerjanya masing-masing, dan keliahatannya cukup luas. Benar-benar sekolah elit, bahkan sekolahnya di Korea hanya memiliki satu ruangan staf yang luas untuk seluruh guru.

Ini parah! Bahkan Yejun tidak bisa bertanya karena tidak satu orang pun bisa ditanyainya di tempat itu. Yejun mulai menggerutu dalam hati, ia berbelok ke lorong sebelah kanan dan tiba-tiba matanya menangkap kehadiran seseorang.

Masalah baru lagi untuk pikiran seorang Yejun, ia sangat ingin bertanya pada seseorang sekarang ini, tetapi orang yang muncul di sana adalah seorang perempuan. Tentu saja Yejun sangat malas jika berkaitan dengan kaum yang satu itu, andai saja yang muncul adalah laki-laki.

Pria dingin itu terus bertengkar dengan pikirannya sendiri, apakah ia harus bertanya atau tidak? Ia sangat benci pada perempuan sampai-sampai rasanya tidak ingin berbicara dengan mereka, ia terus menimbang-nimbangnya dalam pikiran.

"Nggak, ah! Udah nanggung juga!" batinnya.

Yejun terus berjalan, jaraknya dengan gadis itu semakin dekat, membuatnya mampu melihat jelas wajah gadis itu. Gadis yang berjalan dengan sebuah pot di tangannya, gadis itu menunduk mengamati bunga anggrek sambil tersenyum bahagia, sepertinya ia sangat suka dengan bunga sampai-sampai tak menyadari seseorang yang berjalan di depan sana.

Yejun masih belum melepas tatapannya. Tiba-tiba gadis itu menengok ke depan sekilas, menyeimbangkan jalannya agar tak menabrak sesuatu, ia baru menyadari kehadiran seseorang di sana. Mata mereka saling bertaut beberapa detik, bersamaan dengan senyum gadis itu yang masih merekah.

"Cantik!" batin Yejun tak sadar, sembari tersenyum tipis.

Lalu detik selanjutnya, gadis itu mengembalikan tatapannya ke bunga yang dipegangnya.

"Eeh...gue mikir apa sih? Udah gila apa?!" gerutu Yejun dalam hati.

Ini pertama kalinya, seorang perempuan melihat Yejun hanya seperti angin lalu. Hanya sepersekian detik, sekedar meliriknya saja. Inilah yang disebut 'biasa-biasa saja'!

Yejun menghembuskan napasnya perlahan, ia terus melangkah fokus mencari keberadaan kantor kepala sekolah.

Tiba-tiba gadis itu menghentikan langkahnya sedikit bingung. Hampir saja dirinya menabrak pria yang berhenti di hadapannya.

Apa yang diinginkan cowok ini? Kenapa menghalangi jalan dan berhenti di depan saya? Mungkin begitu pikiran gadis itu.

"Mampus! Kaki gue kenapa sih?! Kenapa gue malah cegat dia?!" decak Yejun di dalam hati.

"A-ada apa ya?" tanya gadis itu bingung.

Yejun mengatur ekspresi wajahnya tetap datar.

"Ekhem...ruangan kepsek di mana ya?" tanyanya sok santai.

"Oh... kamu lurus dari sini, trus mentok belok kiri. Nanti ruang kepsek paling ujung, pas mentok lagi," jawab gadis itu memberi arahan apa adanya.

Yejun hanya membalas dengan anggukan, lalu bergegas pergi dari hadapan gadis itu tanpa terima kasih. Yejun memang sudah tidak terbiasa mengucapkan kata itu kepada perempuan, sebab saat ia mengatakan hal yang sesimpel itu saja, perempuan pasti menganggapnya berlebihan. Setidaknya seperti itulah perempuan-perempuan yang pernah ditemuinya. Tapi apa kali ini Yejun yakin alasannya karena itu? Sepertinya ini sedikit berbeda, tetapi ia tak mau mengakuinya.

Gadis itu merasa heran sendiri, pria tadi langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan setidaknya terima kasih sebagai sopan santun. Gadis itu mendengus sebal.

"Dasar gak tau sopan santun! Sudahlah, sebentar lagi kelas bakal mulai, lebih baik gue cepet-cepet ke perpus minjem buku dan nitip bunga ini," batinnya dan berjalan cepat ke tempat yang dituju.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status