Share

4. Don't Ngegas

Masih ada sekitar 10 menit sebelum jam istirahat selesai. Ruang kelas sudah kembali ramai dengan siswa-siswa yang menunggu jam pelajaran selanjutnya. Meskipun sepertinya beberapa masih ada yang stay di kantin karena keasyikan makan dan mengobrol. Salah satunya Bastian yang sudah ditinggal ke kelas oleh Yejun.

Yejun kini sudah berjalan di koridor kelasnya, beberapa langkah lagi ia akan segera memasuki pintu kelas di depannya. Sikap dingin dan cueknya membuat Yejun tidak peka dengan keadaan sekitarnya, ia dengan santainya berjalan masuk ke dalam kelas.

Bugh.

Seseorang menabrak tubuh Yejun begitu keras, membuat orang yang menabraknya itu sedikit terpental dan hampir saja terdorong jatuh ke lantai. Bagaimana tidak, orang yang bertubrukan dengannya adalah seorang perempuan, sehingga Yejun jelas menang dalam hal ketahanan. Untung saja, Yejun refleks menarik tangannya dan membawanya ke dalam dekapannya.

Deg deg... deg deg...

Detakan jantung keduanya berpacu tak karuan, tatapan mereka saling beradu secara intens. Lima detik, sepuluh detik, Lima belas detik. Masih belum ada pergerakan, sampai perempuan itu tersadar dan segera melepaskan dekapan Yejun.

Keduanya menjadi canggung, tapi Yejun tetap berusaha memperlihatkan sikap dinginnya. Gadis itu adalah gadis berhijab yang tadi pagi Yejun tanyai di gedung staf.

"Makasih udah nolongin. Gue juga minta maaf udah nabrak lo, tadi gue buru-buru mau...."

Ucapan gadis itu terpotong, ia tak melanjutkannya karena yang diajak bicara sudah beranjak dari hadapannya. Gadis itu menengok Yejun yang melewatinya begitu saja.

Cewek-cewek di kelas itu lantas menatap Arumi sedikit aneh. Mungkin lebih kepada iri karena Arumi baru saja dipeluk cogan yang mereka dambakan, beberapa bahkan sangat jelas menatap sinis terutama Maura dan gengnya yang sejak tadi sudah berada di kelas menyaksikan adegan itu. Kemudian seorang siswi menghampiri Arumi.

"Arumi, lo nggak papa?" tanya siswi itu yang merupakan teman sebangkunya.

"Iya nggak apa-apa," sahut Arumi, tersenyum hambar.

"Oh iya gue tadi mau ke toilet, nanti tolong minta izin ke Pak Irfan kalo gue balik telat ya!" tambah gadis bernama Arumi itu.

"Iya sip. Udah sana cepet!"

Arumi mengangguk dan segera beranjak ke luar kelas.

***

Arumi berjalan sedikit terburu-buru di sepanjang koridor kelas menuju ke toilet, sambil bergumam dan mengoceh sendiri di dalam hati.

"Astagfirullah Ya Allah... ampunin Arumi yang udah sentuhan sama cowok yang bukan muhrimnya!"

"Arumi malu banget sama Allah, tapi malunya lebih nambah lagi gara-gara cowok itu cuekin Arumi pas minta maaf!"

"Arumi tau sih dia emang cowok dingin dan cuek sejak pertama ketemu, tapi ini sih kelewatan juga!"

Gadis itu memasang wajah sebal, ia memanyunkan mulutnya tanda tak suka. Ia kini sudah sampai di depan toilet dan segera masuk ke sana.

***

Seperti biasa, suasana kantin sudah pasti sangat ramai saat waktu istirahat tiba. Tentu saja spot yang paling ramai digandrungi adalah bakso super buatan Mbak Surti. Bastian sudah asyik bermain ponsel, duduk santai menunggu Yejun memesankan pesanan makanan untuk mereka.

Kali ini giliran Yejun yang memesan, mereka sepakat harus bergiliran memesan makanan setiap kali istirahat, kata Bastian itu sebagai awal pertemanan mereka yang akan langgeng. Dasar Bastian, kayak mau nikah aja bawa-bawa 'langgeng'.

Tak lama, Yejun menghampiri Bastian yang sedari tadi cengar-cengir sendirian menatap ponselnya. Entah apa yang sedang dilihatnya dari benda pipih itu.

"Bas, lagi nonton apa lo? Senyum-senyum sendirian kayak orang bego!" tukas Yejun seraya ikut duduk di depan Bastian.

"Bega bego aja lo! Kalo gue gak pegang hp baru lo bisa bilang gue bego!" decak Bastian.

"Lah, keliatannya emang gitu! Mau gimana?!" balas Yejun santai.

"Nih... liat! Gue lagi reaction konten terbaru youtube gue! Nggak nyangka woy... ternyata gue setampan dan sehumoris ini. Gila!" seru Bastian.

Kalo sudah seperti ini, Yejun yakin tidak akan mungkin mengimbangi kebobrokan temannya itu, padahal ini baru hari keduanya di sekolah ini. Apa kabar kalau sudah setahun? Sepertinya tinggal menunggu waktu, Yejun akan tergerus arus dunia 'bobrok'. Nasib apa yang menimpanya sampai harus memiliki teman baru yang 'super' seperti ini. Super Narsis!

Yejun hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar ocehan Bastian yang kelewat pede.

"Serah lo Bambang!"

"Gue cabut bentar mau beli minuman dingin. Lo mau nitip gak?" tawar Yejun.

"Nggak! Gue selalu setia sama cincaunya Mbak Surti," cengir Bastian.

Yejun mengangguk. Ia bergegas mencari spot pembelian minuman yang sepertinya cocok dengan seleranya.

***

Arumi dan teman sebangkunya kompak ingin makan bakso dan minum minuman dingin. Supaya mereka bisa mendapatkan keduanya dengan cepat, jadilah mereka membagi tugas pembelian. Temannya memesan bakso ke Mbak Surti dan Arumi yang harus membeli minuman untuk mereka.

"Mbak Yeni! Pesan coffe latte 2 ya, Mbak! Jangan lupa topingnya dibanyakin!"

"Siap, Neng Arumi! Duduk aja dulu!" balas Mbak Yeni.

"Oke, Mbak!"

Arumi menuju ke salah satu bangku kosong terdekatnya. Mungkin hanya sekitar 10 menit, minuman yang dipesan Arumi sudah jadi, Mbak Yeni memanggilnya.

Arumi menyodorkan selembar uang dua puluh ribuan kepada Mbak Yeni. Pemilik kedai itu memberi Arumi kembalian selembar uang sepuluh ribuan.

"Makasih, Neng Arumi!"

"Iya Mbak Yeni, sama-sama!" balas Arumi tersenyum tipis.

Arumi mengangkat dua gelas minuman yang dibelinya dengan kedua tangannya. Ia bergegas memutar tubuhnya dan....

Brugh.

Lagi? Benar-benar sial. Sudah dua kali Arumi menubruk orang, siapa lagi kali ini? Arumi mengangkat kepalanya hendak melihat siapa yang baru saja ia tabrak? Apa orang itu tidak melihat dirinya yang baru saja akan berbalik?

"What? Dia lagi? Cowok ini lagi?" batin Arumi.

Lagi-lagi si anak baru yang bernama Yejun itu menjadi lawan main adegan tabrak-tabrakannya. Baik Yejun maupun Arumi, keduanya terkena tumpahan minuman di seragam mereka.

"Eh, maafin gue. Gue nggak senga...."

"MAU LO APA SIH, HAH?! NABRAK GUE TERUS, LO MAU NYARI PERHATIAN?! MENDING GAK USAH. LO BUKAN TIPE GUE!" ketus Yejun, napasnya memburu tak beraturan.

Lagi dan lagi ucapan Arumi dipotong, dan kali ini bukan ditinggal begitu saja tetapi dimaki di depan umum. Tatapan mata mereka beradu penuh emosi satu sama lain. Yejun berbalik arah mengurungkan niatnya membeli minuman.

"Apa?! Dia bilang gue caper?! Gue bukan tipe dia?! Gila apa?! Yang ada lo yang bukan tipe gue! Gue udah baik minta maaf duluan, padahal dia yang gak bisa ngantri dengan bener! Gak bisa, gue gak terima!" batin Arumi, menatap punggung Yejun yang sudah ancang-ancang akan pergi dari hadapannya.

Gadis itu sedikit berlari mengejar Yejun, ia berusaha mencegatnya.

"Tunggu..." seru Arumi setelah sampai di hadapan Yejun seraya merentangkan tangannya.

"Lo pikir lo siapa, hah?! Bicara seenak jidat lo?! Lo yang salah karena nggak tau cara ngantri, tapi gue masih minta maaf lebih dulu ke lo. Mending lo balik ke TK aja sana... belajar sopan santun!"

Arumi lalu bergegas pergi setelah puas mengeluarkan semua emosi yang sudah meluap-luap sejak kemarin. Baru beberapa langkah, Arumi kembali membalik tubuhnya.

"Oh dan satu lagi...."

"NGGAK USAH NGEGAS! COWOK SOMBONG DAN GAK TAU SOPAN SANTUN KAYAK LO SAMA SEKALI BUKAN TIPE GUE!" ucap Arumi menekankan, lalu kembali berlalu pergi dengan perasaan kesal yang masih tersisa. Yejun hanya mematung dengan wajah datarnya, menatap kepergian gadis itu. Apa dia memang sudah kelewatan? Apa dia baru saja ketularan Bastian menjadi kepedean? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang muncul di pikirannya. Terutama perasaan aneh yang tiba-tiba menghampirinya saat gadis itu mengatakan ia bukan tipenya.

Yejun menarik napasnya perlahan dan menghembuskannya dengan kasar, ia akan lebih pusing jika terus memikirkannya. Lebih baik baginya untuk segera bergegas ke toilet membersihkan seragamnya yang terkena noda minuman.

***

Pelayan itu menaruh minuman di atas meja 2 orang pelanggan remaja. Salah satu pelanggan langsung meraih minumannya, menyeruputnya dengan cepat. Siapa pun yang melihat akan berasumsi, dia mungkin sangat kehausan.

Yejun menghabiskan minuman itu hanya dalam hitungan detik, lalu meletakkan kembali gelas itu ke meja di hadapannya sedikit kasar. Tatapannya dingin dan terpusat kepada gelas yang masih ia pegang di atas meja.

Deru napasnya sedikit memburu. Jika orang lain yang melihatnya, mungkin hanya akan mengira ia baru saja melakukan pekerjaan yang melelahkan sehingga sangat haus.

Tetapi tentu saja orang di hadapannya tidak akan berpikir begitu, karena ia jelas-jelas melihat Yejun meminum sebotol air mineral di dalam mobil sebelum mereka masuk ke kafe itu. Benar-benar aneh!

"Kenapa lo?" tanya Bastian, mengerutkan keningnya.

Orang yang ditanya masih bergeming tak mau angkat bicara.

"Kalo orang nanya itu di jawab! Gue bukan kacang!" gerutu Bastian.

Yejun tetap bergeming.

"Kampret! Cabut deh gue!" jengah Bastian, merasa tak dianggap.

Entah angin apa yang membuat temannya itu tiba-tiba menjadi orang bisu mengesalkan. Bahkan orang bisu yang Bastian kenal, tidak sampai separah itu padanya.

Bastian bergegas berdiri dari duduknya.

"Badmood gue," ucap Yejun tiba-tiba.

Bastian menghela pelan, ia kembali duduk di kursinya.

"Badmood kenapa lo?"

"Nggak ngerti," jawab Yejun singkat.

"Lah, gimana? Lo yang galau tapi nggak tau sebabnya?" bingung Bastian.

"Gue juga kurang paham, makanya gue badmood."

Bastian semakin tidak paham arah bicara pria di hadapannya itu.

"Yaudah gini aja, lo coba ceritain dulu masalah awalnya atau hal yang bikin lo gak paham itu. Nanti gue coba ngasih saran, itu pun kalo lo mau cerita," usul Bastian.

Yejun menghela berat lantas berpikir sebentar. Ia lalu mulai menceritakan kejadian tubrukannya dengan Arumi gadis berhijab di kelasnya dengan sangat detail sampai akhir.

"Jadi gitu. Menurut lo, gue yang salah atau dia?" tanya Yejun di akhir ceritanya.

"Itu sih udah jelas!"

"Jelas apa?" tanya Yejun.

"Jelas cewek selalu paling benar daripada cowok! Itu pasal pertama dalam hubungan percintaan!" jawab Bastian enteng.

Yejun mendengus mendengar jawaban Bastian.

"Gue nanya serius, Bas!" decak Yejun.

"Yaa... gue juga serius!" cicit Bastian, yang masih bisa didengar oleh Yejun.

Yejun dibuat jengah dengan pembicaraan itu.

"Lo bilang itu pasal dalam hubungan percintaan, di cerita gue emang kurang jelas kalo gue lagi berantem?" kesal Yejun.

"Oke gue jelasin! Dari cerita lo tadi, lo bilang lo gak tau, apa lo badmood karna ngerasa bersalah, atau karena kesiram minuman, atau karena ucapan Si Arumi. Kalo menurut gue, lo nggak mungkin badmood gara-gara ngerasa bersalah, karna kalo gitu lo pasti bukan badmood tapi nelangsa pengen segera minta maaf. Trus...."

Bastian memotong ucapannya sebentar, ia menyeruput minumannya yang masih tinggal setengah.

"Trus kalo mau membandingkan antara kesiram minuman atau ucapannya Si Arumi, kayaknya lebih parah ucapannya Arumi deh. Jadi kesimpulannya lo badmood karena ucapannya Arumi," jelas Bastian.

"Oke, itu mungkin. Nah, hubungannya sama pasal percintaan yang lo bilang tadi apaan?" tanya Yejun bingung.

"Kalo itu jawabannya ada di lo. Gue tanya, kenapa lo badmood karena ucapan Arumi padahal lo juga udah ngomong hal yang sama ke dia? Kan itu impas?" selidik Bastian.

Yejun terlihat berpikir sejenak, sepertinya ia juga tidak tau jawabannya.

"Itu yang bikin gue nggak paham," sahut Yejun datar.

"Gue tau jawabannya."

"Apa?" tanya Yejun cepat.

"Lo suka sama dia," balas Bastian santai, kembali menyeruput minumannya yang tinggal sedikit lagi.

Yejun kaget lantas berdiri dari duduk.

"Ngaco lo!" keluhnya.

"Ya kalo salah, santai aja dong!" jawab Bastian cepat seraya tersenyum miring.

Yejun menghembuskan napas kasar, ia kembali duduk di kursinya.

"Denger, Bas. Seumur-umur, gue nggak pernah suka sama cewek dan benci banget sama yang namanya cewek. Gue bahkan udah niat mau membujang seumur hidup, nggak mau nikah sama siapapun. Jadi jawaban lo, buat gue terlalu ngaco," ungkap Yejun.

Bastian tidak tau harus merespon apa. Sepertinya ada banyak hal yang belum ia ketahui tentang teman barunya itu dan ada banyak alasan yang belum diungkapkan.

Untuk seorang Bastian yang memiliki kadar kepo yang sangat tinggi, tentu saja ia sangat ingin menanyakan alasannya, tetapi Bastian pikir mereka belum sedekat itu untuk membuat Yejun cowok dingin itu mau mengungkapkan dirinya.

Setiap orang memiliki privasi yang ingin disimpan sendiri. Sama seperti Yejun, Bastian juga memiliki itu, sehingga ia akan menunggu Yejun menceritakannya sendiri.

Bastian menghela pelan. Ia memanggil pelayan untuk meminta bill dan mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dari dompetnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status