Share

6. Hanya Kontak?

Pria itu lantas menaruh secarik kertas di atas meja Arumi dengan gerakan cepat saat ia melewati meja gadis itu. Tidak satu pun siswa di kelas itu yang menyadari apa yang dilakukan Yejun, karena siswa lain juga sedang sibuk membereskan barang-barang di atas mejanya ke dalam tas atau laci, dan satu persatu segera mengacir ke kantin.

Namun, tentu saja si empunya meja tidak akan luput dari hal itu. Arumi tercengang saat pria itu tiba-tiba menaruh kertas kecil di atas mejanya, netranya terus mengikuti langkah Yejun menuju pintu hingga hilang dari pandangannya.

Arumi langsung meraih kertas kecil itu, sebelum ada siswa lain yang melihatnya. Bahkan Citra sahabatnya yang duduk di sampingnya juga tidak menyadarinya.

"Arumi, yok lah ke kantin!" ajak Citra.

"Eh, iya Cit. Lo ke kantin duluan aja, gue mau ke toilet dulu bentar," balas Arumi sedikit gugup.

Citra sahabatnya tentu saja tidak menyadari kegugupan Arumi. Gadis ini memang sangat ahli menyembunyikan ekspresi wajahnya, tapi jika ia sedikit saja mengucapkan sesuatu yang berkaitan dengan perasaannya, Citra pasti akan langsung menyadarinya.

"Yaudah gue temenin aja!" tawar Citra.

"Eh, nggak usah Citra. Gue sendiri aja, kayaknya gue bakal agak lama. Gue malah mau minta dipesenin sekalian!" jawab Arumi sedikit nyegir kuda, lagi-lagi ia merepotkan sahabatnya itu.

"Yaudah! Gue duluan ya!" pamit Citra dan segera bergegas pergi.

Masih ada beberapa barang milik Arumi di atas meja yang belum sempat ia bereskan. Setelah beres, gadis itu lantas membuka kertas kecil yang sejak tadi digenggamnya.

Isinya:

KE ROOFTOP SEKARANG!

***

Yejun tidak ingin mengundang gosip murahan dan tatapan aneh dari penghuni sekolah ini. Ia merasa harus menjaga image-nya sebagai cowok dingin dan cuek agar tetap terjaga. Itu adalah hal yang baik menurut Yejun, karena dengan begitu ia tidak perlu berusaha keras menghindari dan menjauhi siswi yang ingin mendekatinya, mereka akan langsung menarik diri dan akan puas hanya dengan mengamati Yejun dari kejauhan.

Ada untungnya juga Bastian menemukan kunci rooftop dan menggandakannya, sehingga Yejun tidak harus mengendap-endap di suatu tempat untuk menemui Arumi, meskipun Yejun harus mengakui kelakuan temannya itu benar-benar tak ada akhlak.

Suara pintu dibuka dan menampakkan seorang gadis berhijab di depan sana. Yejun tengah berdiri bersandar pada tembok setinggi lengannya, menatap lekat kepada Arumi yang sedang berjalan ke arahnya.

"Ada apa?" tanya gadis itu langsung, setelah langkahnya terhenti tepat di hadapan Yejun.

Pria itu lantas menyodorkan benda pipih berwarna hitam kepada Arumi.

"Masukin nomer lo!" perintah Yejun sedikit malas, wajahnya ia palingkan ke arah lain.

Arumi seketika mengernyit, mencoba memahami maksud Yejun. Ia sedikit bingung, ada angin apa pria ini tiba-tiba meminta nomor ponselnya?

"Siang ini gue ke rumah lo, gue butuh shareloc alamat lo," lanjut Yejun judes, yang menyadari ekspresi yang ditunjukkan Arumi.

"Jalan Bango II, blok C nomer 27," balas Arumi malas.

Jelas, gadis itu menolak memberikan nomor ponselnya, ia langsung menyebutkan alamat rumahnya saja.

"Gue nggak ngerti jalan di sini!" sanggah Yejun, kembali menggerakkan ponselnya yang sudah sejak tadi tersodor di depan Arumi.

Gadis itu tampak masih berpikir-pikir.

"Nanti juga gue atau lo butuh nge-chat, kalo ada yang mau ditanyain tentang tugas kita," lirih Yejun, yang tentu saja bisa tetap didengar oleh Arumi.

Entah mengapa, ada sesuatu yang menggelitik di hati Yejun, saat ia menyebut kata 'tugas kita', rasanya mereka tidak sesantai itu untuk menyebut sesuatu sebagai 'kita'. Ingat sendiri, kemarin mereka masih berapi-api satu sama lain seperti orang kesetanan.

Yejun memalingkan tatapannya ke arah lain setelah mengakhiri ucapannya tadi. Ia merasa sedikit gugup. Kenapa ia harus merasa seperti ini? Kan memang benar, itu adalah tugas bersama mereka.

Arumi mengangguk kecil, ia setuju dengan ucapan Yejun yang terakhir. Tangan Arumi meraih ponsel di depannya dan segera mengetikkan nomor ponselnya ke dalam benda pipih itu.

Sepertinya Arumi juga baru sadar akan hal itu. Tentu saja mau tidak mau, cepat atau lambat, ia juga memang membutuhkan nomor kontak pria itu, untuk memudahkan komunikasi mereka dalam menyelesaikan tugas bersama.

Gadis itu kembali menyodorkan ponsel di tangannya kepada pemiliknya. Yejun menerimanya dan langsung memasukkannya ke dalam saku celananya, lantas pria itu menatap Arumi yang masih setia berdiri di hadapannya, menunduk seperti menunggu atau memikirkan sesuatu.

"Mau ngomong sesuatu?" tanya Yejun.

Arumi refleks mengangkat kepalanya menatap Yejun bingung. Sebenarnya Arumi masih menunggu, apa yang kira-kira ingin di sampaikan Yejun sehingga pria itu mengajaknya ke tempat ini.

Arumi pikir, mungkin ada sesuatu yang penting yang ingin dikatakan pria itu kepadanya, mungkin mengenai tugas? Tidak mungkin kan, ia sampai harus diajak ke tempat di mana hanya ada mereka berdua di sana, hanya untuk meminta nomor kontak saja?

"Maksud lo?" tanya Arumi balik, keningnya berkerut.

Yejun dibuat jengah dengan respon Arumi yang tampak bingung dengan pertanyaannya. Memangnya pertanyaan tadi kurang jelas?

"Lo ada yang mau diomongin ke gue?" ulang Yejun jelas.

"Nggak ada. Bukannya lo yang mau ngomong sesuatu?" bingung Arumi.

"Nggak!"

Kali ini wajah Yejun yang terlihat bingung.

"Kan, lo yang ngajak ke sini?" tambah Arumi.

Yejun menghela pelan. Sekarang ia sudah mengerti, sepertinya gadis ini salah paham dengan maksudnya.

"Gue cuman minta kontak," jelas Yejun.

Arumi lantas melongo dengan jawaban itu.

"What? Jadi bener, dia cuman mau minta nomer kontak? Gila apa! Kan bisa di kelas aja?!" desis Arumi dalam hati.

"Udah sana! Lo balik!" suruh Yejun.

"I-iya," jawab Arumi terbata, lantas segera memutar tubuhnya meninggalkan tempat itu. Alisnya mengernyit bingung, kepalanya menggeleng pelan, tidak paham dengan ini semua, sebelum akhirnya ia benar-benar keluar dari pintu di depan sana. Setelah melewati pintu itu, ia baru sadar kenapa dirinya mau-mau saja didikte seperti tadi. Dasar Arumi bodoh! Ia merutuki dirinya sendiri.

Tanpa sadar, Yejun lagi-lagi membuat senyum tipis di bibirnya sembari menatap kepergian Arumi. Mengapa gadis itu selalu sukses membuatnya merasa gemas dengan ekspresinya yang bingung?

Namun, ia masih Yejun si hati dingin. Kebekuan di hatinya masih sangat luas untuk mengakui perasaan itu sebagai rasa suka apalagi cinta.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status