Share

3. Teman Bobrok

Sama seperti suasana kelas di sekolah pada umumnya, seperti biasa keadaan kelas pasti akan ramai dan berisik dengan suara perbincangan siswa dengan teman-temannya satu sama lain.

Ada yang duduk berkumpul, entah itu membahas pelajaran, bercanda gurau, atau sekedar bergosip, dan ada pula yang sampai berlari-lari saling berkejaran dengan temannya karena bercanda kelewatan. Bahkan ada yang sampai melakukan konser raya luar biasa, memporak-porandakan kelas dengan teriakan nyanyian yang sumbang dan fales. Benar-benar masa SMA yang normal, meski bikin geleng-geleng kepala.

Meski terbilang sekolah elit yang dihuni anak-anak cerdas dan tekun belajar, tetapi jiwa muda tetaplah jiwa muda. Keadaan kelas 2 jurusan bisnis dan teknologi informasi pagi ini juga tak jauh beda dengan itu, hanya saja tak ada yang sampai membuat aksi konser di depan kelas, mungkin karena masih pagi atau belum mood.

Maura dan teman-teman gengnya baru saja masuk ke dalam kelas. Wajah Maura jelas masih sangat kesal dengan perlakuan pria di gazebo tadi, ia terduduk cemberut.

"Guys... kira-kira cowok tadi jurusan apa ya? Gue penasaran banget!"

Mona memulai perbincangan.

"Mungkin jurusan musik? Dia kan ganteng... mirip oppa Jungkook!" sahut Salsa.

"Elah nih Anak... mulai lagi nge-halu-nya!" cibir Mona pusing dibuatnya.

Salsa hanya cengengesan tak berdosa.

"Eh tapi... gue setuju sama Salsa, mungkin bener ambil jurusan musik, visualnya bener-bener cocok!" ucap Hani serius, sembari mengangkat kedua jempolnya.

"Menurut lo gimana, Ra?" tanya Hani menepuk bahu Maura yang duduk di depannya.

Sejak tadi Maura sibuk berdiam diri memikirkan cara yang ampuh untuk mendekati cowok yang ditemuinya tadi, ia duduk menghadap ke depan kelas, tidak ikut nimbrung dengan gosip teman-temannya.

"Apa sih, Han?!" gerutu Maura mau tak mau membalik badannya.

"Gue nanya, kalau menurut lo cowok tadi jurusan apa? Jurusan musik, kan? Gue juga mikir gitu!"

"Gue gak peduli dia jurusan apa, yang jelas udah fix dia jodoh gue! Jelas itu! Titik!" ungkap Maura menekankan.

"Awas loh! Kalian nikung gue, abis sama gue!" tambah Maura tajam.

Mona dan Salsa hanya mengangguk pasrah, sedangkan satu anak lagi sedikit aneh, ia malah memasang wajah terpukau, matanya berbinar.

"WAAHH... LO KEREN BANGET MAURA!"

"PEJUANG CINTA!"

"BUCIN BERSAHAJA!"

"HIDUP MAURA!" seru Hani seperti orang gila, bicara gak jelas, semangat sendirian.

Siswa-siswa yang lain lantas memandang ke arah Hani, lalu kembali mengabaikannya seperti sudah biasa.Teman-teman gengnya menggeleng-geleng tak bisa berkata-kata, sepertinya mereka sudah memasukkan pasien RSJ ke dalam grup mereka.

Maura dan Mona lantas membalik tubuhnya ke depan menghadap papan tulis, tak habis pikir dengan Hani. Penyakit anak itu pasti kumat lagi. Kalau sudah begini, serahkan saja pada pawangnya.

Salsa dengan cepat mengecek kesehatan teman sebangkunya, ia mengarahkan tangannya ke dahi Hani.

"HAN, LO BAHAYA BANGET! BADAN LO GAK PANAS, TAPI OTAK LO KAYAKNYA GAWAT!"

"Cepatan ikut gue ke UKS, lo gak perlu ikut kelas pertama!" histeris Salsa serius, menarik tangan Hani.

"Ih apaan sih, Sal! Jangan tarik-tarik gue! Gue sehat, bugar, segar sama sekali gak sakit!" sungut Hani.

Seketika Salsa melepas genggamannya pada Hani.

"Oke!" ucap Salsa datar, kembali duduk dengan tenang.

"Guys...udah beres tuh! Udah waras lagi, setannya udah kabur!" lanjut Salsa memberi tahu kedua teman di depannya.

Mona dan Maura tak membalik badannya, mereka hanya mengangkat jempolnya bersamaan.

"IH KALIAN...!" teriak Hani merasa janggal.

Salsa, Mona dan Maura sudah menutup telinga mereka sejak tadi, mereka sudah hatam dengan kelakuan temannya itu.

"KALIAN APA-APA...."

Teriakan Hani terpotong, mulutnya di bekap oleh Salsa.

"Hmm...." jerit Hani minta dilepaskan.

"Sstt... diem, Hani! Pak Irfan!" bisik Salsa.

Hani langsung diam melihat wali kelasnya yang baru masuk, Salsa melepaskan bekapannya dengan lega. Hani mendengus kesal tak bisa meluapkan emosinya.

"Good Morning all!" sapa Pak Irfan membuka proses belajar.

"Morning, Sir!" jawab siswa serempak.

"Pagi ini Bapak bawa teman baru untuk kalian."

"Yejun...masuk!" perintah Pak Irfan, menganggukan kepalanya.

Yejun yang sudah menunggu di mulut pintu, melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas barunya. Tentu saja ekspresinya masam, tak ada cerah-cerahnya sama sekali.

Jangan tanya bagaimana ekspresi para gadis di kelas itu, sudah pasti ternganga dengan kemunculan cogan yang berjalan dengan cool masuk ke dalam kelas itu. Meskipun ekspresi pria itu datar, bagi gadis-gadis itulah daya tariknya. Wajahnya benar-benar pahatan sempurna! Ya... setampan itu seorang Yejun di mata kaum hawa.

Yejun berhenti dan menghadapkan tubuhnya ke siswa-siswa di kelas itu, ia tetap menatap datar, tetapi detik selanjutnya dahinya sedikit terangkat melihat beberapa orang yang sepertinya sudah pernah ia lihat.

Matanya melihat 4 orang perempuan yang tadi pagi ia temui di gazebo dan satu orang lagi gadis itu, gadis yang tadi ia tanyai di gedung staf. Ini sungguh kebetulan yang mengerikan! Yejun bergidik ngeri, tapi ia masih bisa mengendalikan ekspresinya.

"Sialan, kenapa sekelas dengan mereka sih!" gerutu Yejun dalam hati.

Padahal tadi pagi Maura mengenalkan dirinya bahwa ia dari kelas 2 jurusan bisnis dan teknologi informasi, tetapi karena setiap ucapan yang dikatakan perempuan tidak penting bagi Yejun, makanya ucapan Maura hanya seperti angin lewat saja, Yejun sama sekali tak menyimaknya.

"Yejun... silakan perkenalan diri!" pinta Pak Irfan

Yejun hanya mengangguk.

"Nama saya Yejun," ucap Yejun seadanya.

"Cuma Yejun?" celetuk Hani.

Yejun menghela berat, malas ditanya-tanya.

"Lee Ye Jun," balas Yejun.

"OMG... beneran dari Korea!" seru Hani histeris.

Pak Irfan langsung berdeham cukup keras.

"Hani...." Panggil Pak Irfan horor.

"Hehe... iya Pak maaf," balas Hani cengengesan.

"Yejun, kamu silakan duduk di sebelah Bastian," pinta Pak Irfan, menunjuk salah satu kursi kosong.

"Thank you, Sir!" balas Yejun, mengangguk.

"Attention, please!!"

Seluruh siswa menatap ke sumber suara.

"Kalau mau kenalan dengan teman barunya, tunggu jam istirahat. Sekarang fokus ke materi pagi ini!," perintah Pak Irfan, mengalihkan perhatian siswa-siswanya yang sejak tadi melihati Yejun.

"Yes, Sir!" jawab siswa serempak.

***

Bunyi bel menandakan tempat tujuan para siswa selanjutnya adalah kantin sekolah. Seluruh siswa di kelas Yejun sudah mulai keluar satu persatu penuh semangat.

"Gue Bastian," ucap teman sebangku Yejun, mengulurkan tangannya.

Yejun membalas tangan itu sedikit ragu, ia memang tidak mudah bergaul dengan orang lain, kecuali orang itu yang lebih dulu mendekatinya.

"Mau ke kantin bareng gue? Di kantin ada baksonya Mbak Surti plus es cincaunya yang bener-bener gue jamin 100 persen lo bakalan suka!" ajak Bastian, mulai rewel.

Yejun tersenyum tipis. Sepertinya ia langsung mendapatkan seorang teman yang akan segera akrab dengan dirinya.

"Beneran enak nih?" tanya Yejun, sok tidak percaya.

Bastian tiba-tiba mengambil kacamata hitam Yejun di dalam laci dan memakainya.

"Beneran lah... masa boongan?! Lo percaya aja, lidah emas seorang Bastian gak pernah salah, gue bukan tukang php kalo soal makanan!" balas Bastian, berkacak pinggang sok angkuh.

"HAHAHA...!"

Yejun tertawa cukup keras. Untunglah tidak ada orang lain lagi di kelasnya, kalau tidak dia pasti sudah menahan tawanya setengah mati.

"Dasar alay lo... gaya lo bikin gue pengen muntah tau gak?! Lidah emas, tukang php, pake kacamata, trus apa lagi ini, pake kacak pinggang begini? Lo detektif rasa, apa Si Buta kurang belaian hah?! Najis amat lo! HAHAHA...."

"Jahat bat dah tuh mulut! Muka lo doang sok dingin kayak freezer, mulutnya kayak cabe-cabean kurang gizi!" decak Bastian kesal.

"Iya deh, iya... ayo ke kantin! Gue mau tau, berapa karat itu lidah lo sampai lo songong begitu."

Yejun dan Bastian mulai bergegas keluar ruangan.

"100 karat puas lo! Entar lo kalo udah makan bakso Mbak Surti baru lo ngakuin lidah gue!"

Yejun manggut-manggut sok percaya.

***

"Karna lo masih siswa baru, gue bakal berbaik hati untuk hari ini aja, gue yang pesenin bakso supernya Mbak Surti. Lo sono aja nyari kursi!"

Bastian berjalan ke kedai Mbak Surti, sedang Yejun menurut saja mencari tempat duduk untuk mereka. Beberapa menit Yejun bermain ponsel, Bastian pun datang menghampirinya.

"Tunggu 5 menit!" ucap Bastian, langsung duduk di depan Yejun.

"Btw, gue mau nanya dong!"

"Apa?" jawab Yejun datar, masih bermain ponsel.

"Lo kenapa pindah ke sini? Bukannya Korea keren banget tuh? Sekarang lagi tren banget k-pop, orang-orang malah pada kepengen kuliah atau liburan ke sana!" tanya Bastian bingung.

Yejun memasukkan ponselnya ke saku celana.

"Gue di suruh pindah! Gue juga suka di Korea lah daripada di sini!"

"Normal! Gue juga mikir gitu, makanya gue penasaran! Tapi maksud lo 'daripada di sini' itu apaan bangke?!" dengus Bastian.

"Ada-lah... lo gak perlu tau," jawab Yejun mulai bete.

Kedatangan Mbak Surti menyela obrolan mereka, ia meletakkan 2 mangkuk bakso, 2 gelas es cincau dan air mineral di meja mereka.

"Makasih Mbak Surti!" ucap Bastian memberikan tanda hati dengan satu tangan.

Mbak Surti hanya bisa melenggang pergi dengan wajah tersenyum malu.

"Nih ayok cobain sekarang! Lo pasti bakalan berubah pikiran lebih suka Indonesia setelah makan ini, gak bakal lo temuin di Korea baksonya Mbak Surti!"

Yejun mulai menyeruput kuah baksonya. Ia mengangguk-angguk mengakui cita rasa bakso itu, yang benar-benar enak seperti kata Bastian.

"Gimana?" tanya Bastian, gak sabaran.

"Lidah lo...." Yejun diam sejenak.

"Apaan?!"

"Beneran 100 karat!"

"Nah kan! Gue bilang juga apa?! Gue ini detektif rasa, youtuber terkenal kalo soal review-review makanan!" Bastian menyombongkan diri.

"Pantesan!" balas Yejun manggut-manggut.

"Jadi gimana? Sekarang lo lebih suka Indonesia, kan?!"

Yejun terdiam berpikir sejenak.

"Nggak!"

"Elah.... Lo lebih suka di Korea daripada di sini bukan karena... di sini gak sebagus di sana, kan? Waah parah lo kalo mikir gitu...."

"Eh, semua negara itu bagus dodol! Ini bukan masalah perbandingan negara, tapi masalah pribadi! Udah lo gak usah kepo!"

"Masalah pribadi... masalah pribadi..." gumam Bastian, masih bisa di dengar Yejun.

"Gila lo lama-lama! Dibilangin gak usah kepo!" decak Yejun.

"Bukan! Lo bilang masalah pribadi, kan? Apa... apa jangan-jangan..."

Bastian menggantung ucapannya, membuat Yejun sedikit mengernyit gugup. Apa teman barunya itu akan langsung menebak masalah keluarganya? Sungguh Yejun sangat malu, jika harus ketahuan sebagai anak yang dibuang ke sana ke mari oleh orangtuanya.

"Apa?" tanya Yejun sok santai, ia menelan liurnya kasar.

"Apa jangan-jangan lo ngehina gue ya?! Lo gak suka di sini gara-gara dapat temen terlalu keren kayak gue, yang bisa bikin pamor lo jatoh seketika?! Parah lo! Gue tau, gue sesuper itu, tapi lo gak bisa benci sesuatu karena lo gak mampu, iri bilang boss!" berondong Bastian, cerewetnya mulai keliatan, ngalahin cewek-cewek sekompleks.

Yejun seketika menghela pelan, ternyata dia sudah bodoh menganggap Bastian terlalu pintar menebak.

"Cerewet lo! Gue temenan sama banci kaleng apa cewek jadi-jadian ini?"

"CO-WOK TU-LEN!" jawab Bastian ngegas.

"Gue cuma bercanda Bambang! Lo serius amat dah!" tambah Bastian.

"Gue juga cuma bercanda Bastian Teguh!"

"Heh, Bastian Teguh?" tanya Bastian bingung.

"Tadi yang bilang 'gue sesuper itu' siapa?" jawab Yejun sudah mulai lelah.

Bastian masih mikir, otaknya mungkin belum di charger sampai-sampai belum paham.

"Udah lah... lo temen pertama yang bikin gue jadi boros bicara," ucap Yejun, menghela pelan.

Yejun cepat-cepat menghabiskan makanannya. Bastian juga masih sementara melahap bakso di sendoknya, sembari terlihat masih berpikir.

"Gue ke kelas duluan!" pamit Yejun, setelah selesai makan.

"ASTOGE!!!!!"

Teriakan Bastian membuat Yejun tersentak tak jadi beranjak. Beberapa orang di sana juga menengok ke arahnya.

"Eh, sorry, sorry...lanjut aja makannya!" ucap Bastian cengengesan, kepada semua yang menengoknya.

"Lo kenapa lagi Baskom!"

"Lo sabun itu mulut! Nama gue Bastian!"

"Hmm... jadi apa?" tanya Yejun benar-benar sudah kesal dengan kelakuan Bastian.

"Gue baru sadar, kalo yang lo maksud itu Mario Teguh yang sering bilang 'super' makanya lo ganti nama gue!"

Yejun menghela berat.

"Oksigen gue abis, jaringan di sini jelek," lirih Yejun, tak mampu lagi mengimbangi kebobrokan temannya itu, bisa-bisa ia ikut-ikutan jadi tidak waras. Yejun langsung berlalu meninggalkan Bastian.

"Oksigen sama jaringan, apa hubungannya?" bingung Bastian, melirik kepergian Yejun.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status