Share

5. Mencari Pelaku

PERJANJIAN DUA AKAD

PART 5

🍁🍁🍁

Aluna terjaga, tapi terasa sulit untuk membuka mata. Ia masih merasakan kepalanya berat, pusing dan badannya yang terasa lemas. Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan berat berharap rasa pusingnya segera hilang.

Dalam pejaman matanya, Aluna berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Apa yang ia makan hingga menjadi seperti itu. Perlahan ia membuka mata, dan seketika ia bergerak menjauh saat melihat seorang lelaki bertelanjang dada sedang tertidur pulas di sampingnya.

Aluna spontan berteriak, hingga membuat lelaki itu terbangun. Lelaki yang terakhir kali dilihat Aluna sedang menikmati minumnya di sebuah klub yang sama dengannya. Abian Rajendra mengerjapkan mata, mencoba menyesuaikan cahaya dengan matanya sambil memegangi kepalanya.

“Sialan! Kamu ngapain di sini, kamu apakan aku, hah?” cecar Aluna menyerang tubuh kekar lelaki itu.

Abian yang tak siap menerima serangan, hanya bisa menahan pukulan Aluna dengan dua tangannya.

Lelaki itu terbangun dan langsung mendapat pukulan. Ia baru menyadari bahwa di sampingnya ada seorang perempuan yang kini sedang mengamuk padanya.

“Hei, apa ini?” tanya Abian masih tak mengerti. Ia sama terkejutnya saat melihat Aluna bersamanya di dalam kamar itu.

Shit!

Abian mengumpat melihat keadaannya, ia mengintai seluruh sudut kamar. Ia tertidur bersama Aluna di sebuah ranjang yang sama. Tertidur dengan keadaan setengah telanjang, juga Aluna yang hanya mengenakan dres sebatas paha.

Lelaki itu tak bisa berpikir jernih, Aluna terus menyerang dengan segala kemarahannya. Bahkan ia sendiri belum tahu apa yang terjadi, di mana ia saat ini.

Abian mencoba menenangkan Aluna yang sedang di puncak amarah. Ia mencoba memegang tangannya, tapi Aluna memberontak dengan keras. Spontan lelaki itu memeluk Aluna, sejenak perempuan itu masih memberontak dengan tangisan yang meraung, lalu perlahan mulai sedikit tenang. Namun, beberapa saat kemudian Aluna mendorong tubuh Abian hingga lelaki itu terjatuh dari tempat tidur.

Berulang kali Aluna memukuli dirinya sendiri, menjambak rambut panjangnya. Ia merasa telah begitu kotor dan hilang harapan serta mahkota yang selama ini dijaga. Selama ini, meskipun terlihat sedikit nakal, tapi tak pernah merendahkan harga dirinya sendiri.

Abian bangun dari lantai, ia mendekat kembali pada Aluna.

“Coba tenang dulu. Aku bahkan tidak tau apa yang telah terjadi.”

Aluna menggeleng. Ia telah kehilangan kepercayaan pada lelaki di depannya. Rasa tak suka dalam hatinya menjadi benci yang amat sangat, hingga membuat Aluna menangis karena merasa bodoh. Ia duduk bersandar di tepi ranjang, sambil menangis memeluk lututnya, meratapi kebodohan yang telah terjadi padanya.

Abian ikut duduk di tepi ranjang, menatap seisi kamar yang terlihat seperti kamar hotel. Ia mencoba mengingat ke mana terakhir kali ia pergi. Apa yang ia lakukan. Hingga lelaki itu merasa kesadarannya pulih kembali. Semalam ia mengunjungi sebuah klub dan sempat melihat Aluna di sana. Padahal semalam Abian tidak mabuk, hanya merasa pusing setelah meminum segelas kopi yang ia pesan di klub tadi malam.

Setelah itu, tak ada yang ia ingat. Abian hanya ingat, saat merasa pusing ia berjalan ke pintu keluar, dan tiba-tiba terbangun di kamar itu.

Abian kembali mengamati diri sendiri. Terlihat celana jeans-nya masih melekat di tubuhnya dengan rapi. Ia alihkan pandangan ke sebuah sudut kamar, terlihat kemejanya di sana. Lalu, pandangan itu ia alihkan pada Aluna. Abian masih ingat bahwa semalam Aluna juga memakai pakaian yang sama. Dres berwarna marah marun sebatas paha tanpa bahu.

Aluna masih menangis, meratapi kesialan hidupnya. Ia tak siap dengan bayangan kelam yang terus membayangi kepalanya. Bayangan kelam tentang kehidupannya setelah ia keluar dari kamar itu. Aluna tak siap jika ia harus berhenti kuliah, karena kemungkinan buruk yang ia bayangkan. Ia tak siap jika setelah keluar dari kamar itu dan hamil karena peristiwa malam tadi.

Aluna tak ingin mengandung benih yang tak diharapkan itu.

Sungguh! Aluna tak siap dengan keadaan buruk itu. Terlebih jika orangtuanya tahu ia berbuat diluar batas pergaulan.

Abian ingin marah atas keadaan yang menimpa, tapi ia juga kasihan melihat Aluna yang menangis sedari tadi. Ia mengepalkan tangannya, rahang itu mengetat menahan kemarahan pada entah siapa yang melakukan ini.

“Sepertinya kita dijebak, Luna.” Pelan tapi begitu yakin Abian berkata.

Aluna menatap tajam pada Abian dengan matanya yang basah dan marah. “Dijebak?”

“Siapa? Kamu yang sengaja menjebak?” ketus Aluna.

“Aluna, look! Tenang dulu. Coba perhatikan pakaian kamu, masih sama seperti semalam. Dan aku, hanya bertelanjang dada.”

Aluna mencoba berpikir jernih, menormalkan pikirannya untuk bisa berpikir tenang dan berasumsi. Ia melihat keadaan dirinya sendiri, benar kata Abian.

Aluna mencoba merasakan hal-hal berbeda dalam dirinya. Terutama pada organ tubuh bagian bawahnya. Tidak ada perasaan berbeda, atau merasakan sakit seperti seseorang yang baru saja melakukan hubungan suami istri. Aluna meraba seluruh tubuhnya, tidak ada yang berubah, sakit atau apa pun.

Ia bangkit dari tempat tidur itu, beranjak ke kamar mandi untuk mengecek semua kondisi tubuhnya. Sedangkan Abian mengambil kemejanya di sebuah sudut, dan kembali memakainya.

“Gimana?” tanya Abian begitu melihat Aluna keluar dari kamar mandi.

“Lalu, siapa yang melakukan ini?” tanya Aluna, sedikit lega hatinya setelah melihat semua bagian tubuhnya. Semuanya masih seperti semula. Tidak ada yang berbeda dan mencurigakan.

Abian berpikir sejenak, lalu menggeleng karena tidak bisa menebak siapa yang melakukan ini untuk mereka.

“Aku tidak akan memaafkan siapa pun yang melakukan ini,” Aluna berucap dingin, terdengar begitu menakutkan.

“Aku akan cari tau siapa pelakunya,” timpal Abian tak kalah marah dengan Aluna. Banyak hal yang akan dipertaruhkan jika ada pihak-pihak yang tahu bahwa seorang pengusaha muda, pewaris keluarga Rajendra tidur di hotel dengan seorang perempuan.

“Tapi, apa jaminan kalau kamu memang nggak melakukan apa pun tadi malam?” Aluna kembali ragu. Ia takut jika spekulasinya saat mengecek seluruh tubuhnya adalah salah.

Abian menghela napas kasar. Ia mengacak rambutnya dengan frustasi.

“Jika aku hamil, pertama aku harus keluar dari rumah. Kedua, aku harus terpaksa berhenti kuliah. Ketiga, aku harus hidup menjadi gelandangan. Dan, keempat mungkin aku akan hilang kewarasan.”

“Luna!” panggil Abian menghentikan pikiran buruk perempuan di depannya.

“Tolong jangan pikir macam-macam. Aku sama sekali nggak melakukan apa pun padamu.” Abian meyakinkan.

Aluna mendesis, ia tersenyum miring sekaligus miris pada apa yang sedang terjadi.

“Bagaimana kamu bisa ingat, Abian, sedangkan semalam kamu mabuk, kan?”

Abian menggeleng. Membantah perkataan Aluna. “Aku tidak mabuk, Luna.”

“Terus?”

“Aku ngerasa pusing dan keluar dari klub, tapi setelah itu aku gak ingat apa-apa lagi.” Abian menjelaskan, membuat Aluna berpikir bahwa itu kejadian yang sama seperti yang dialaminya. 

“Aku yakin ini jebakan yang telah direncanakan,” papar Abian lagi.

Luna menunduk. Ketakutan dalam hatinya mengalahkan semua spekulasi yang ada. Kembali bulir air matanya mengalir di pipi.

“Begini, Luna. Tunggu sampai beberapa hari. Kalau ada perubahan atau apa pun, segera hubungi aku.”

Keduanya melakukan kesepakatan, lalu pulang setelah menyerahkan kunci pada petugas resepsionis. Abian sempat bertanya siapa yang menyewa kamar untuknya. Namun, dua lelaki yang duduk di meja resepsionis itu mengatakan tidak tahu karena ia baru berganti shift.

Abian dan Aluna menghidupkan ponsel untuk melihat jam. Abian memicingkan mata, karena ternyata ponselnya dalam keadaan mati. Ia kembali menghidupkan dan melihat angka enam di ponselnya. Berarti Aluna dan Abian tidur semalaman di kamat hotel itu.

Abian akan bermain cantik, jika ia menemui pelayan yang semalam itu pasti pelakunya sudah kabur duluan. Atau mungkin saat ini, Abian dan Luna sedang diawasi. Itu membuat Abian sedikit mengawasi pandangannya.

“Kalau begitu tolong cek booking kamar semalam atas nama siapa?”

“Sebentar, Mas.”

Lelaki itu membuka komputer di depannya, dan melihat daftar nama yang check in semalam.

“Abian Rajendra, Mas.” Resepsionis ini menjawab pasti.

Abian dan Aluna saling menatap. Keduanya sama-sama merasakan ada yang aneh dan mencurigakan dari kejadian itu. Abian sendiri mengecek dompet dalam saku jeans-nya, tak ada yangb hilang di sana. Semua uang cash, KTP dan semua kartu lainnya masih utuh.

Abian mengangguk tersenyum sebagai ucapan terima kasih untuk lelaki itu. Sementara Aluna merasakan itu terlalu aneh.

“Sepertinya pelaku cukup pintar.” Abian berkata pada Luna setelah keluar dari hotel.

Keduanya sepakat untuk mencari tahu siapa pelaku, dan Aluna akan mengamati perkembangan dirinya. Meskipun sangat yakin ia tak melakukan apa pun dengan Abian.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Indah Wirdianingsih
mungkin orang tua bian dan luna yg jebak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status