Share

DAUN-2

Rapat HIMA kali ini membahas event seminar yang akan dilakukan di luar kampus. Event ini akan membahas tentang peluang wisata hutan yang berada di daerah masyarakat. Dari

serangkaian acara memperingati dies-natalies fakultas kami, hanya event ini yang berada jauh dari lingkunan kampus. Untuk itu, diperlukan persiapan ekstra. Dari mulai panitia, pengisi acara, tempat, bahkan konsumsi.  Dalam event ini aku dipercaya sebagai sekretaris. Sehingga sering berkutat dengan proposal, revisi, dan tanda tangan.

            “  Yashna, proposal buat seminar udah selesai ditandatangani?” tanya Rian, selaku ketua acara.

            “ Kurang tandatangannya Mas Herdi, ketua HIMA. Kemarin aku cari-cari katanya lagi studi lapangan di Blora,” jawabku

            “ Nggak ada kendala lain, selain Mas Herdi? Kayaknya hari ini dia pulang deh, nanti selesai rapat aku temenin cari Mas Herdi,” ucap Rian

            Aku tersenyum dengan tangan kanan membentuk simbol oke sebagai tanda persetujuan.

***

                        Selesai matkul, aku dan Rian segera mencari Mas Herdi.

            “ Gimana udah dapat tandatangannya?” tanya Arkan. Dia sudah berada dibelakangku entah dari mana.

            “ Udah nih,” jawabku sambil menunjukkan proposal yang ada ditanganku

            “ Trus si Rian mana?”

            “ Tuh lagi ngobrol sama Mas Herdi, gue disuruh pulang duluan katanya,”

            “ Jadi mau langsung pulang atau ke basecamp dulu?”

            “ Mau langsung ke kost, udah selesai urusan proposal,”

            “ Ikut gue aja sama anak-anak mau survei lokasi acara”

            “ Siapa aja emang?”

            “ Gak usah banyak tanya, tunggu sini,” ucap Arkan kemudian dia berjalan menuju tempat parkir. Sosok itu muncul kembali dengan mengendarai motor dan menghampiriku. “ Cepet naik” ucapnya sembari memberikanku helm.

            Perjalanan menuju ke tempat tujuan dipenuhi dengan obrolan tidak penting kami. Saat aku tidak mendengar apa yang dia katakan, aku hanya berkata “ hah” dan dia pun berteriak mengulang ucapannya. Percakapan kami terhenti saat kami tiba di lokasi. Hutan Pinus Imogiri menjadi lokasi tujuan seminar pada event ini. Sesegera mungkin kami menuju kantor pengelolaan hutan untuk mengurus surat perizinan. Disana sudah ada tiga orang teman yang telah sampai terlebih dahulu. Kami berbicara dengan pengelola hutan imogiri tentang acara ini. Izin acara akan diberikan jika memenuhi beberapa persyaratan. Proses perizinan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga aku bosan dengan hanya duduk melihat mereka sibuk dengan  berkas administrasi. Sebenarnya aku ingin membantu tapi Arkan tidak mengizinkan dengan alasan aku sudah sibuk mengurus proposal-proposal acara.

            “ Yash, lo jalan-jalan duluan aja sana daripada disini nggak ngapa-ngapain” ucap Arkan

            “  Emang boleh?”

            “ Boleh, nanti gue susulin,”

            Aku pun mengangguk dan segera meninggalkan kantor pengelola hutan. Hutan pinus ini begitu luas akan kelelahan jika aku mengelilingi hutan ini, pikirku. Kuputuskan menuju auditorium yang berada di hutan Imogiri, entah namanya auditorium atau bukan aku pun tidak tahu. Yang jelas, tempat itu berisi kayu panjang yang ditata bersusun seperti kursi di stadion. Dan ditengah-tengahnya terdapat kayu besar mungkin digunakan sebagai panggung berbentuk seperti lingkaran. Aku duduk ditatanan kayu panjang paling atas mengamati sekitar. Pohon pinus disini tumbuh dengan tinggi, seperti pohon raksasa yang menjulang ke awan. Barisan pohon yang tertata rapi  dan beralaskan daun-daun pinus yang jatuh menambah kesan elegan tempat ini.

“ Plukk” suara biji pinus jatuh di kursi tak jauh dari tempat dudukku dan aku segera mengambilnya. Pine cone ini indah,seperti sebuah ukiran. Bentuknya seperti kuncup bunga yang mulai mekar dengan helai bunga dari kayu. Aku menyukainya dan akan membawanya pulang. Sudah cukup lama aku duduk disini, “ aku akan kembali ke kantor pengelolaan hutan sebelum Arkan mencariku,” pikirku. Saat aku menuruni tangga, terdengar suara seseorang memanggilku. “Yashna”, suara Arkan berteriak dengan setengah berlari menghampiriku.

“ Lo disini ternyata,” ucapnya terengah-engah kemudian duduk.

“ Nih, minum dulu,” ucapku sembari memberi botol minum yang kubawa dari rumah.

            “ Makasih,” jawabnya

            “ Gimana udah selesai urus perizinannya?” tanyaku

            “ Udah, itu anak-anak udah pada balik,”

            “ Yaudah, klo gitu ayo kita  pulang,” ajakku ke Arkan

            “ Bentar Yash masih capek,”

            “ Lemah, baru lari kayak gitu aja capek,” ledekku. Menggoda Arkan adalah salah satu hal yang aku sukai, hitung-hitung sebagai ajang balas dendam sikapnya yang suka jahil kepadaku

            “ Asal lo tau, gue hampir kelilingin nih hutan buat nyari lo,” sanggahnya

            “ Siapa suruh nyariin gue,”

            “ Mau gue tinggal disini,”

            “ Jangan dong, kenapa gak telpon aja sih, kan nanti gue bisa balik kesana,”

            “ Orang handphone lo nggak aktif,”jawabnya. Aku segera mengecek handphone dan ternyata Arkan benar

            “ Iyaa maaf, gara-gara gue lo jadi harus lari-lari,” ucapku

            “ Ih apaan sih Yash, kesambet setan alas imogiri lo ya, tiba-tiba jadi lembut gini,”

            Sudah kuduga respon Arkan begini, pasalnya aku dan Arkan tipe teman yang saling mencela satu sama lain, walaupun hanya candaan.

            “ Nggak kok, gue kan emang lemah lembut,” sanggahku

            “ Iya saking lembutnya sampai bisa dibuat istana,”

            “ hah? Istana”

            “ Iya lemah lembut sama dengan pasir”

            “ garing lo,” ucapku sambil tertawa

            Hal seperti ini membuat kami bertahan sejenak di hutan pinus ini. Tanpa sadar, Arkan mengalungkanku kain panjang semacam kain tenun dengan corak yang khas. Aku yang kaget, menatap Arkan dengan kerutan di dahi.

            “ Oleh-oleh kain tenun dari Maluku,” terang Arkan

            “ Katanya disana Riset,”

            “ Jelajah alam sambil riset, masak aku pergi jauh-jauh teman gue yang satu ini gak aku bawain apa-apa sih,” jelas Arkan.

            “ Inget             teman juga lo, makasih ya,” ucapku kepada Arkan, dia pun mengangguk dan tersenyum. Aku pun mempunyai sesuatu untuknya, kurogoh saku luar tas untuk mengambil pine cone yang kutemukan tadi. “ Gue juga punya sesuatu buat lo,”

            “ Ini cuma ada satu di dunia, jadi lo harus jaga baik-baik,”

            “ Ngarang aja, tuh disana pine cone nya juga ada,” sanggah Arkan dengan menunjuk pine cone yang ada di tanah

            “ Pokoknya ini pine cone beda, LIMITED EDITION,” jawabku

            “ terserah lo deh, tapi tenang bakal gue simpan”

            “ Nah gitu dong, bentar-bentar kita udah ada di tempat aesthetic trus  udah ada kain yang bagus kurang satu lagi,”

            “ apa?” tanya Arkan

            “ Foto, siniin hp lo” pintaku dengan mengadahkan tangan ke Arkan

            “ Nih,” jawab Arkan. “ Udah dia yang minta foto, pakai hp gue lagi, dasar gak modal,” ocehnya lagi

            “ Gak usah banyak protes deh, satu…dua…smile,”

Muncul rasa bahagia dalam diriku saat Arkan memberikan kain tenun. Jika boleh jujur, aku sebenarnya menyukai Arkan lebih dari seorang teman atau sahabat. Seperti kata orang tidak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Harus kuakui itu, aku kalah dalam pertemanan ini. Satu hal yang harus kuingat, sekarang bukan waktunya untuk mengungkapkan perasaanku, alasannya pun klasik hanya karena tidak mau hubungan pertemanan kita rusak. Belum saat ini, mungkin nanti atau mungkin hanya menjadi kisah cinta dalam diamku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status