Share

III. Separated

11 juni 2014

03 : 15 wib

Tengah kota Sidoarjo, Jawa Timur

POV : Angga

Setelah 20 menit kami melewati jalanan yang kondisi nya bagaikan tempat jagal manusia, kami berdua pun akhirnya sampai di basecamp, berletak di sebuah perumahan yang cukup luas, di pinggiran Sidoarjo kota. Cukup sepi ternyata, hanya beberapa zombi terlihat berkeliaran di sekitar. Jelas saja, memang perumahan selalu identik dengan suasana sepi, karena kurang nya sosialisasi, terlebih lagi, rata-rata dihuni oleh pendatang luar kota yang merantau.

Kami berhenti di depan halaman basecamp, berpagar besi dengan cat oranye, terlihat kokoh sehingga zombi tak bisa menembus. Kami melihat dari luar, rumah itu terlihat sepi, apa mungkin teman-teman berada di dalam? Dengan mengendap-endap, kami mencoba memanggil teman-teman kami yang ada di dalam.

"Fik, ini Angga ama Arul..!! Cepet keluar..", teriak ku lirih.

"Eh... Yang keras dong..", ujar Arul.

"Lu mau di keroyok zombi apa gimana..?", Sahut ku.

"Ya gak bakal denger lah, sepi gini.. emang lu yakin semua nya ada di sini..?? motor-motor nya aja gak ada..", ujar Arul.

"Gue udah sms mereka satu-satu, gue suruh ngumpul di sini.. mungkin ngumpet di dalem..", ujar ku.

"Nah tuh Fiki keluar...", sahut Arul melihat Fiki mulai membuka pintu depan.

Terlihat Fiki keluar, namun tidak ada tanda teman-teman kami di dalam. Fiki, seorang petugas medis yang berdinas di RSUD Dr. Soetomo, rumah nya lah yang paling dekat dengan basecamp, sehingga dapat sampai ke lokasi terlebih dahulu. Basecamp ini pun juga milik saudara nya yang pindah rumah ke Surabaya. Karena tak terpakai, sehingga grup kami lah yang merawat.

Ya, grup yang kami namakan 'NTC', grup yang kami dirikan dengan dasar ketidak-sengajaan ini sudah berjalan semenjak kami kelas 3 SMK, hingga sekarang. Cukup banyak kegiatan sosial yang kami lakukan, seperti kegiatan ramadhan, kerja bakti, dan berbagi dengan yang kurang mampu. Semua kami lakukan, agar berguna di mata masyarakat, dan tidak dipandang sebagai kumpulan bujang gak jelas.

Kami pun masuk, dan menutup pintu rapat-rapat, mencoba untuk sesunyi mungkin. Di dalam, kami bercerita tentang apa yang terjadi. Dengan muka sedikit sedih, Fiki bercerita tentang kejadian yang menimpa nya. Ayah dan ibu nya sedang ada tugas dinas di luar pulau, mereka adalah spesialis kesehatan, entah mereka baik-baik saja atau tidak. Mereka berdua meninggalkan Fiki dan kedua adik nya di rumah. Namun, seiring waktu berlangsung nya 'outbreak' ini, kedua adik nya pun terinfeksi. Dan dengan berat hati, Fiki pun mengurung kedua adik nya di dalam rumah, lalu pergi menuju basecamp.

"Gak ada yang ke sini, cuma gue aja yang langsung ke sini.. itupun...", ujar Fiki dengan sedikit sedih.

“sabar Fik, kita semua juga kehilangan di sini,.. dan, bersedih juga gak bakal bikin mereka balik hidup lagi.. oh iya, yang lain mana..?? apa gak ada yang bales..??”, tanya ku.

“bukan nya sinyal lagi error, iya kalo sms lu masuk semua ke hp mereka...”, ujar Arul

“bener juga... Apa kita tunggu dulu di sini... atau lebih baik, kita menyusun rencana agar bisa ke tempat evakuasi..”, ujar ku.

"tempat evakuasi nya ada dimana aja..?", Tanya Arul.

"tadi sih di tv sempet di kasih tahu.. semua nya di surabaya.. yang paling deket dari sini, kata nya terminal joyoboyo..", jelas ku.

"Oh yang deket ama sungai gede itu..", sahut Arul.

“lalu temen-temen yang lain..?? gimana kalo mereka beneran ke sini.. kasihan mereka juga..”, ujar Fiki.

“kalo gtu, kita nunggu 1 jam lagi, sambil siap-siap senjata yang ada, buat ke sana..”, ujar ku.

"apa piring termasuk senjata..?", Ujar arul sambil angkat telunjuk.

"Iya terserah, yang penting bisa bunuh orang.. maaf, zombi maksud ku..", sahut ku.

"............", Arul angkat telunjuk lagi.

"Iya.. gelas ama panci juga bisa..", sahut ku.

"Oy, gue udah nulis pesan di kertas, barangkali temen-temen nanti ke sini kalo kita udah pergi..", ujar Fiki sambil menunjukkan kertas berisi pesan.

"KAMI UDHA GAK DI SINI, LANGSUNG AJA KE TEMPAT EVAKUSASI.. DAN TOLONG PESAN NYA JANGAN DI BUANG, BIRA TEMEN YANG LAIN BISA BACA, THX N GOOD LUCK..", aku dan arul membaca bersama.

"Lu gak ngetik, gak nulis, tetep aja typo.. tangan lu ada masalah?..", tambah ku.

"Sorry..", sahut Fiki.

"Ya udah, tempel aja di pintu depan, atau di gerbang biar kelihatan..", ujar Arul.

"Jangan... Entar kalo yang baca zombi nya, bisa ngikutin kita nanti ke surabaya..", ujar Fiki.

"Hmmmmmmzzzzzzz...", Sahut ku.

Satu jam lebih kami menunggu, dan tidak ada satu pun teman kami datang, kami juga khawatir terjadi sesuatu dengan mereka. Tak ingin membuang waktu lagi, kami bertiga pun menyiapkan semua nya, dan memasukkan ke motor yang ku bawa bersama Arul. Arul bagian menyetir, sedangkan aku dan Fiki berusaha menjaga agar zombi tidak mendekati kendaraan kami. Piring-piring, gelas-gelas kaca, apapun benda keras yang bisa di lempar untuk membunuh mereka sudah kami siapkan, dan pisau kami simpan untuk melindungi diri nanti nya. Dan juga pistol pemberian pak warto.

Kami mulai berangkat menuju titik evakuasi di terminal joyoboyo, terminal yang letak nya cukup dekat dengan posisi kami saat ini. Area Surabaya pusat dan selatan, terpisah oleh sungai Brantas, yang mengalir dari barat, hingga ke muara di ujung timur. Dan terminal Joyoboyo, berdekatan dengan salah satu jembatan penyebrangan sungai Brantas, dan salah satu akses utama menuju surabaya pusat.

Saat kami melewati daerah perbatasan kota, kami sempat bertabrakan dengan seorang pengendara motor yang tak sengaja menyenggol kendaraan kami. Setelah kami menolong nya, rupanya dia tidak asing bagi kami.

"Mif, dari mana aja lu? Dapet sms dari gue gak?", tanya ku.

"Iya gue dapet sms dari lu, cuma gue mau pulang dulu bro! Keluarga gue masih di rumah! Gue habis dari surabaya, terus ada yang kacau di kota, akhir nya gue putusin buat pulang...", ujar nya dengan sedikit shock.

“maaf mif.. tapi kayak nya keluarga lu kecil kemungkinan buat selamat, karena sidoarjo udah hampir gak ada yang tersisa..", ujar Fiki.

“lu jangan bilang yang enggak-enggak, bangsat... gue ke surabaya cuman bentar tadi.. gak mungkin sidoarjo udah ancur..”, sahut Mifta ingin memukul Fiki.

"Mif sabar.. memang bener apa yang Fiki bilang.. kami semua.. juga kehilangan keluarga masing-masing... Jadi tolong, jangan berbuat nekat buat nyelametin keluarga lu..", ujar ku.

"...................", Mifta tertunduk menangis.

"Kita punya rencana buat nyelametin diri mif, kalau lu mau ikut, ayo..", ujar Fiki.

"Kalau memang lu niat nolong keluarga lu, silahkan.. tapi saran ku sih-.....", sahutku terpotong.

“Oy..!! sorry kalo gue ngerusak acara reuni nya... tapi kayak nya, kita harus cepet pergi.. mereka udah mulai ngumpul gara-gara KALIAN TERIAK..!!”, ujar Arul.

"Nah, lu sendiri teriak..!!", Sahut Fiki.

"Sekalian...!!", Balas Arul.

“Mif, lu ikut apa nggak..??!”, ujar ku.

“cepetan naik mif, keburu di gigit entar..", sahut Fiki.

“.............", Tanpa bicara mifta naik ke motor.

Setelah dia sedikit tenang, Mifta akhir nya ikut dengan kami menuju tempat evakuasi. Perjalanan pun kami lanjutkan, dengan menghindari dan menyerang mereka yang mencoba merobohkan motor kami. Terlihat orang yang masih hidup, melarikan diri dari kejaran yang terinfeksi, dan terlihat juga yang sengaja mengorbankan teman nya, hanya demi keselamatannya sendiri.

Sekitar 40 menit, akhir nya kami telah sampai di jembatan sungai menuju terminal Joyoboyo. Kami pun terkejut atas apa yang kami lihat di tempat itu. Jembatan yang cukup besar nan kokoh, hanya tersisa rangka nya saja, hampir seluruh jalanan aspal dan pinggiran runtuh, atau mungkin terlihat seperti sengaja di runtuhkan.

"Gimana nih..??", sahut Mifta.

"Lihat itu, ada beberapa tank di sana, mungkin militer menghancurkan jembatan, agar infeksi gak makin menyebar...", Ujar ku.

"Masuk akal jga.... Apa semua jembatan juga di hancurkan ya..?", Sahut Fiki.

"trus, gimana nih...??", tanya Mifta.

"Ya nyebrang lah.. Tuh masih bisa lewat di rangka besi nya tuh..", ujar Arul.

"Bener si Arul Mif,.. Gak ada pilihan lain... Kita coba gantian...", ujar Fiki.

"ya, asal cepet... Tuh yang di belakang udah nungguin buat makan kita...", tambah ku.

Kami pun terpaksa turun, menyeberang dengan mengikuti rangka jembatan satu per satu, kami juga tak ingin terjatuh ke bawah, di sungai yang cukup deras aliran nya. Setelah beberapa menit, giliran ku yang paling terakhir. Saat aku berada di tengah-tengah, tiba-tiba rangka pun putus tak kuat menahan beban, dan aku pun jatuh, tenggelam ke sungai yang dingin pagi itu.

“WOYY... ANGGAA..!!”, teriak Mifta.

“gimana nih... kita turun ke sana buat nyari atau gimana..”, ujar Fiki.

“arus nya terlalu deras... dan ini masih gelap.. kita mungkin akan sulit buat nyari si angga..”, ujar Arul.

“trus kita tinggalin Angga, hanyut di sini..??!”, ujar Mifta.

“kita gak punya pilihan lain mif, kita bisa cari tubuh nya nanti kalau ini semua sudah selesai.. moga aja masih hidup...", Ujar Fiki.

“bener kata fiki... Kita cari bantuan dulu di tempat evakuasi, siapa tahu ada yang bisa bantu..", tambah Arul.

"Ya udah, kita ke terminal dulu... manggil bantuan..", sahut Mifta.

"Kalaupun Angga masih bisa hidup, dia pasti cari cara untuk nyusul kita.. aku yakin..", ujar Fiki.

Terdengar samar-samar teriakan mereka bertiga, lalu menghilang. Aku berpikir, 'apa aku akan selamat..?'. Keluarga ku masih menanti di rumah, menanti harapan yang ku berikan untuk mereka. Entahlah, aku juga ragu apa mereka masih di dalam rumah atau...

Tapi, Aku minta maaf.....

Catatan penulis : Terima kasih telah membaca sampai chapter ini, maaf bila ada kata-kata yang typo, kurang berkenan, sadis, atau tidak pantas, semua hanya untuk menambah suasana. Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf bila ada nama tempat, tokoh, karakter, dan benda yang sama. Selamat membaca.........

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status