Share

V. Before.....

9 Juni 2014

07 : 30 WIB

Sumenep Kota, Madura

POV : Ardian

"kamu hati-hati di sana... Telfon kalau sudah sampai dan kalau ada apa-apa...", ujar ku.

"iya sayang... Udah aku berangkat dulu, assalamuallaikum...", ujar Nindi.

"wa allaikumsalam... semoga kamu bisa jaga diri di sana..", sahut ku.

"entah kenapa firasat ku gak enak...", gumam ku dalam hati.

Nama ku, Ardianto. Seorang yatim piatu, yang sedang merantau, di pulau madura, tepat nya di kabupaten sumenep. Hanya memiliki kehidupan biasa, dan sederhana. Aku di lahirkan di Surabaya, atau bisa di bilang, di buang oleh kedua orang tua ku. Lalu singkat cerita, sebuah panti asuhan mengambilku dan merawat ku saat aku berusia 7 tahun, lepas dari kerasnya hidup jalanan bersama para pengemis dan gelandangan. Hingga aku berusia 17 tahun, dan lulus sekolah.

Aku telah banyak mengenal tentang dunia luar dari internet dan ilmu yang aku pelajari lewat buku. Aku suka sekali membaca, apalagi jika berhubungan dengan sebuah ilmu pengetahuan. Karena kebodohan dan ketidaksuksesan, berawal dari malas membaca, setidak nya itu prinsip ku. Aku sempat kuliah, namun tak sempat menyelesaikan, karena aku terlebih dulu di rekrut oleh sebuah kantor jasa swasta, di bidang elektronik berkat kemampuan ku yang bagus, juga mendapat posisi yang cukup bagus, sepadan dengan ketrampilan ku, sehingga tidak ada waktu untuk hal-hal perkuliahan. Aku sudah berdinas di pulau madura ini, selama 2 tahun lebih. Dan juga cukup fasih berbahasa daerah.

Lalu gadis yang mencium tangan ku tadi? Dia tunangan ku, Nia Zahrindi. Cukup lama aku berada di sini, hingga aku memiliki seorang tunangan, dari seseorang yang cukup terkenal di kota. Tahun depan, kami berencana menggelar akad nikah, semoga semua bisa berjalan lancar tanpa kendala.

Aku mengantar nya ke terminal bis, karena dia akan berangkat kuliah, di Universitas Indonesia. Sama seperti ku, yang suka membaca dan belajar ilmu baru. Karena kepintaran nya, dia mendapat beasiswa untuk kuliah di sana, di universitas impian nya. Dengan paras nya yang cukup cantik, dan sifat polos nya, aku cukup ragu akan pijakan nya di ibukota yang kelam dan keras. Apalagi banyak lelaki nakal di sana. Bagaimanapun juga aku harus selalu mengawasi nya. Ya, Tuhan lah yang berbicara, apapun yang terjadi, aku hanya bisa berusaha dan mendoakan yang terbaik.

Di perusahaan jasa elektronik yang merupakan pekerjaan ku ini, kami memiliki cukup banyak tim, berisikan 4 orang di setiap tim, ada tim junior dan tim senior. Aku adalah wakil kepala teknisi untuk cabang sumenep, dan termasuk di dalam tim senior tersebut. Hari minggu ini, setelah mengantar nindi, aku ada rencana untuk berkumpul dengan tim ku, tim semprul. Lucu memang kami menamai setiap tim, ya untuk hiburan semata, agar tidak terlalu penat dengan pekerjaan. Aku menganggap tim ku ini seperti saudara, karena keakraban kami dan adat setempat. Kegiatan mingguan kami seperti biasa, berbincang-bincang dan melepas penat, setiap hari libur kami, juga saling tukar info apapun.

Kami biasa berkumpul di kontrakan, yang juga tempat tinggal ku. Ya, bisa di bilang, rumah kedua bagi teman satu tim ku, ketika mereka lelah dengan suasana rumah mereka. Tim ku sendiri berisi 4 orang, yang dimana mereka masih satu famili semua nya. Ada Rendi, Aldo, dan Rendra. Aku bertemu mereka, semenjak awal pertama menginjak pulau garam ini, di hari pertama aku pindah dinas dari cabang pusat surabaya.

"ar... Udah berangkat?", tanya Rendi.

"siapa...?", tanya ku.

"lah... Emang lu tadi nganter siapa? tunangan orang??", sahut Rendi.

"Oh, udah gue anterin.... Cuman.... Gue gak yakin Ren...", ujar ku.

"gue tau, lu cuman terlalu khawatir... Lagian kata nya ada saudara nya di sana... Udah, doa in aja lah... sering-sering video call dan kasih kabar...", ujar Rendi.

"Iya makasih.... Eh, lu berdua liat apa sih, kok fokus banget dari tadi ke hp... Liat bokep lu ya? Gak bagi-bagi lu....", ujar ku pada aldo dan rendra.

"tuh mulut, lu didik, biar bener kalo ngomong..... Gue liat berita nih...", ujar Aldo.

"iya nih... Lagi viral kata nya...", sahut Rendra.

"oh yang itu ya.... Akhir-akhir ini, emang banyak yang sakit muntaber.... Yang kata nya, setelah konsumsi air PDAM...", ujar Rendi.

"ow... Untung kita gak minum PDAM..", ujar ku.

"gue punya firasat aneh,... Seolah-olah, semua ada kaitan nya...", ujar Aldo.

"maksud lu gimana...?", tanya Rendra.

"lu gak inget..? awal nya kan ada berita teroris di internet, yang tiba-tiba lenyap,.. padahal dari video teroris itu, mereka mengancam akan melancarkan serangan ke semua negara, tak terkecuali, tapi ya, puufff,.. ilang gitu aja, gak ada jejak apapun....... Terus ada beberapa kejadian viral di medsos, yang kayak nya seperti pengalihan isu dari teroris tadi...", jelas Rendi.

"....................", terdengar mereka bertiga berdebat.

Aku tak begitu fokus dan peduli dengan topik mereka, karena, ya nindi. Semoga kamu bisa menjaga diri dan hati, untuk ku. Untuk kita.

Sehari pun telah berlalu, Nindi memberi kabar bahwa dia masih di perjalanan, dan telah memasuki Jawa Tengah. Dan kemungkinan, besok pagi akan sampai di jakarta. Sedikit lega mendengar nya, jadi aku bisa melanjutkan pekerjaan ku dengan lebih fokus.

Malam ini, menunjukkan pukul 8 malam, aku sedang duduk santai di taman kota, membeli jajanan karena memang aku sedikit lapar, sambil melihat lalu lalang mobil polisi, yang sedari tadi semakin bertambah jumlah nya, entah apa yang terjadi. Kemungkinan pejabat yang akan berkunjung ke sumenep. Tapi, tumben banget malam hari. Biasa nya kan pagi atau siang.

Beberapa menit berlalu, smartphone ku berdering. Terlihat nama kontak Nindi di layar. Segera aku angkat panggilan dari nya, karena memang aku sedang kangen dengan dia.

"mas..... Kamu dimana?", ujar Nindi.

"di taman kota, lagi nyantai aja, kenapa sayang?? Kok kamu suara nya panik gitu...", ujar ku.

"apapun yang kamu lakukan, cari lah tempat aman... Selamatkan diri mu mas...", ujar Nindi panik.

"kamu itu ngomong apa Nin...? Emang kamu sekarang posisi dimana??", tanya ku.

"aku ada di kota semarang mas, ... Dan di sini.... Ya allah...", ujar Nindi.

"AAAAAAAA......!!!!!-.....", teriak Nindi seiring dengan sambungan yang terputus.

"Nindi...??! NINDII...!!?", tanya ku panik.

Ada apa ini, kekhawatiran ku semenjak Nindi berangkat pun semakin menjadi-jadi. Lalu masuk sebuah pesan W******p dari Rendi. "BOS LU DIMANA?? ADA KABAR PENTING.. CEPAT KUMPUL!!". Pesan singkat, namun membuat rasa penasaran menggerakkan tubuh untuk segera mendatangi orang yang mengirim pesan tersebut. Aku masih bingung, dengan apa yang terjadi.

Beberapa menit kemudian, aku pun sampai di kontrakan. Dan semua teman-teman telah berkumpul. Aku cukup terkejut, melihat mereka menyiapkan beberapa senjata tajam, bahkan senjata api, yang entah dari mana mereka dapatkan. Aku tetap bingung dengan apa yang sedang terjadi. Rendi pun menyuruh ku masuk ke dalam rumah, dan mengunci rapat pintu, seperti perintah yang lain di dalam.

"jadi... Ada yang mau ngasih tau... Sebener nya ada apa...??!", tanya ku.

"mending lu lihat ini... Video ini di kirim ama temen gue yang ada di surabaya...", ujar Aldo.

"...........................", kami semua, melihat video tersebut.

Zombi. Ya, terlihat konyol. Tapi tidak, yang sedang ku tonton saat ini bukan video atau film zombi. Ini rekaman nyata, dan memang sedang terjadi, di dekat kami berada. Aku mencoba berpikir keras, untuk menyangkal bahwa itu cuma sebuah video prank para youtuber. Tapi, mereka terlihat asli, bahkan semua organ yang di makan dari orang yang masih hidup itu asli. Ya ampun, ada apa ini? Pertama nindi, sekarang ini, setelah ini apa lagi.

Nindi, ya allah. Semoga dia baik-baik saja. Karena dia satu-satu nya yang ada di pikiran ku saat ini. Setelah merenung beberapa saat, kami pun mulai membahas tentang sebuah rencana.

"jadi gimana...? Ada yang tau tentang hal ini...???", ujar Rendra.

"gue kosong... Gak bisa mikir apapun...", ujar Aldo.

"setau gue, mereka cuma di game....", ujar Rendi.

"ren, ini bukan game... Lu di gigit, sedikit aja, udah jadi alasan untuk gue bunuh.... Karena gak ada kesempatan selamat....", sahut ku.

"terus, ada yang punya rencana....?", ujar Rendra.

"Sederhana aja... bertahan di makan... Atau lari nyelametin diri.... Cuma itu pilihan kita... Sama-sama beresiko....", ujar ku.

"karena, sedikit yang gue tau, dari hal ini semua... Penyebaran virus semacam ini, sangatlah cepat, satu tergigit, akan menjadi dua, lalu menjadi empat, delapan, enam belas, itu dalam waktu beberapa menit..... Bayangkan dalam satu jam... Dan kita akan bertahan, di kepung zombi sebanyak itu? Kalau rencana gue, gue mau nyusul Nindi... Itu rencana gue... Setelah itu kami mau nyelametin diri, karena gue yakin, di kota besar kayak surabaya pasti ada yang nama nya tempat evakuasi.. Gimana dengan kalian..??", tambah ku.

"em....", Aldo menanggapi ragu.

"gue ikut....", sahut Rendi.

"gue juga.... Gimana pun, bertahan di sini percuma, kita harus cari lokasi yang lebih aman...", ujar Rendra.

"tiga, tinggal satu.....", ujar ku mengarah ke Aldo.

"lah.. Lu gak liat, di sini senjata udah cukup lengkap... Kita ke jakarta....", ujar Aldo.

"kenapa lu bisa nyimpulin buat ke sana..?", tanya Rendi.

"ya.. Di sana pusat nya bos... Lu mikir apa lagi coba.... Pasti ada sesuatu di sana nanti....", jawab Aldo.

"bener juga... Bisa jadi kayak tempat pengungsian atau semacam nya... Secara, di sana pusat pemerintahan kan...", ujar ku.

"tumben pinter lu....", ujar Rendra.

"cih.... Lu kemana aja, baru tau gue pinter... ", sahut Aldo.

"lu tau dimana Nindi...?", tanya Rendi.

"terakhir... Dia nelfon, bilang ada di Semarang... Cuman apapun yang terjadi sama Nindi, gue harus pastikan... jadi, tujuan gue pertama ke semarang...", ujar ku.

Pukul 11 malam, kami mendapat berita bahwa zombi ini sudah memasuki pulau madura, melalui jembatan Suramadu. Dan pemerintah di Sumenep kota, telah memberi perintah untuk berdiam diri di rumah. Polisi dan militer setempat, mulai berjaga-jaga, dan menjaga semua area di kota. Namun, aku ragu, jika semua persiapan ini cukup untuk menahan. Karena tidak ada pengalaman zombi, dalam latihan mereka semua.

Kami berencana berangkat secara diam-diam, guna menghindari petugas, agar tidak tertangkap, karena perintah terakhir adalah berdiam diri di rumah, dan bila tertangkap di luar rumah, akan di lakukan prosedur isolasi.

Saat ini, Aku tidak tau, harus berpikir dan berkata apa. Aku hanya memikirkan keselamatan Nindi...

.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status