All Chapters of Mommy untuk Daddy: Chapter 11 - Chapter 20
145 Chapters
Bab 11
Dua tatapan saling mengunci. Arisha dengan kilat tak suka berbalut canggung. Dareen dengan binar mata tak terbaca. "Silla, Sayang. Silla hanya boleh memilih salah satu. Mau sama kakak atau Daddy?" Arisha memecah hening setelah berhasil menguasai situasi. "Silla mau ditemani Kak Sha sama Daddy." "Nggak boleh, Sayang." "Kenapa nggak boleh?" Wajah Silla murung. Arisha kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan alasannya kepada Silla. "Sayang, nanti setelah Silla besar, Silla akan paham." "Ehem!" Dareen mendeham kikuk tanpa berani menatap langsung pada Arisha. Permintaan Silla memantik perasaan aneh dalam hatinya. Ia sendiri tidak yakin itu perasaan apa. Yang jelas, pipinya terasa memanas. "Tidurlah! Daddy tidak akan pergi. Da—" "Daddy akan tidur sama Silla dan Kak Sha?" potong Silla dengan wajah berbinar cerah. Arisha melotot pada Dareen. Tatapan tajamnya melayangkan ancaman. Dareen mengulum senyum, perlahan mulai mengayun langkah. Melihat aksi nekat Dareen,
Read more
Bab 12
"Astagfirullah!" Arisha tergesa-gesa membuka mukena. Bayangan Silla terjatuh dari ranjang membentot langkahnya menuju pintu. "Silla? Kenapa, Sayang?" Ternyata gadis kecil itu telah berada di depan pintu, tersedu sedan dalam gendongan Dareen. Kedua tangan mungilnya terulur dan gemetar. Arisha mengambil Silla dari gendongan Dareen. Ia berbisik menenangkan Silla seraya mengelus punggungnya. "Cup, cuuup … Silla kenapa nangis, Sayang?" Silla menelan tangisnya, menyisakan sedan di ujung bibir yang bergetar. "Silla, Silla mimpi buruk." "Oh ya? Mimpi apa?" Arisha membawa Silla kembali ke kamarnya. "Silla, Silla mimpi Kak Sha ninggalin Silla," jawab Silla seraya mempererat belitan lengannya pada leher Arisha. Rupanya sedekat itu ikatan batin Silla dengan Arisha walaupun perkenalan mereka masih hitungan hari. "Kakak hanya pergi sebentar untuk salat Subuh, Sayang." "Salat?" Mata Silla yang berkaca-kaca memancarkan rasa penasaran. Pun Arisha merasa heran. Anak seusia Silla seharusnya
Read more
Bab 13
"Silla, nanti kalau besar, jangan biasakan menguping pembicaraan orang lain, ya? Itu tidak baik." "Silla nggak nguping, Kak Sha. Kan Kak Sha ngomong sama Silla. Gimana sih?" Alis Silla terangkat sebelah, merasa bingung dengan perkataan Arisha. Jelas-jelas dia sedang menyimak materi yang diajarkan Arisha, eh, malah dikatakan menguping. Arisha tersenyum tipis, mengerling pada pintu kamar Silla yang sedikit renggang. Dareen bergeser ke sisi kanan. Merasa malu karena ketahuan mencuri dengar ilmu yang diajarkan Arisha pada Silla. Arisha dan Silla saling lempar pandang, lalu kompak mengangguk. Seakan paham dengan kode masing-masing, keduanya berjinjit menuju pintu. Dareen yang tak lagi mendengar suara dari dalam kamar merasa heran. Penasaran, ia pun kembali mengintip. "Hayyyooo … ketahuan Daddy suka ngintip! Ish! Ish! Ish!" Silla membuka pintu secara tiba-tiba dan berseru mengejek. "Itu … ti-dak baik!" Silla mengulang kata-kata yang diucapkan Arisha dengan mimik serius dan penuh p
Read more
Bab 14
"Daddy, ayooo!" Silla mengguncang-guncang lengan Dareen.Dareen masih membisu. Bingung antara memenuhi permintaan Silla atau menolak.Hatinya bimbang. Kalau dituruti, takutnya ia salah baca. Bisa-bisa Arisha menertawakan dirinya.Seandainya ditolak, tetap saja dia berada di posisi yang tidak menguntungkan. Arisha pasti akan menganggapnya sebagai lelaki pengecut, yang bahkan untuk menaklukkan tantangan dari seorang anak kecil pun, ia tak mampu.Kali ini Dareen mengutuk tingkah Silla. Bisa-bisanya gadis kecil itu punya ide untuk mempermalukan dirinya di hadapan wanita aneh, yang selalu berani membantah kata-katanya."Sayang, yang belajar kan Silla, bukan daddy. Tugas daddy adalah mengawasi Silla belajar," kilah Dareen, dengan senyum terpaksa. "Daddy senang Silla tumbuh pintar dan hebat seperti daddy."Arisha mencebik sinis mendengar bualan Dareen tentang kehebatannya.Sebaliknya, mata Silla berbinar bangga. "Benarkah, Daddy?"Dareen mengangguk mantap. "Tentu saja!""Mana buktinya?"Dare
Read more
Bab 15
"Duuuh, cantiknya Non Silla!" puji Bi Minah ketika Silla menginjak undakan tangga terbawah sambil berbimbingan tangan dengan Arisha. Rambut cokelatnya mengenakan jepit berbentuk bunga berwarna pink. Kontras dengan gaun putih yang dikenakannya. Silla tersenyum lebar. "Iya dong, Bi. Kak Sha lho yang ngedandanin Silla." "Oh ya? Bibi juga mau atuh didandanin kayak Non Silla." "Nggak boleh! Kak Sha cuma boleh ngedandanin Silla. Bibi kan udah gede, dandan aja sendiri!" Silla menyahuti godaan Bi Minah dengan nada sewot. Ekspresi wajahnya terlihat jutek. Bi Minah memasang raut muka merajuk. "Yah, Non … masa nggak boleh sih? Kan Bibi udah nyiapin bekal makanan yang lezat buat, Non," rayu Bi Minah, memamerkan tas sandang karakter yang sudah disiapkannya untuk Silla. Silla merampas tas tersebut dengan gerakan kasar. "Dibilangin nggak boleh, ya nggak boleh! Bibi ngerti nggak sih?!" Arisha mengelus kedua pundak Silla. "Sayang, Bi Minah cuma bercanda. Masa gitu aja sewot. Nanti cantiknya hila
Read more
Bab 16
Dengan langkah pelan dan wajah bersemu merah, Silla mendekati Bi Minah. "Silla … Silla minta maaf ya, Bi," lirih Silla, dengan kepala tertunduk. Bi Minah terharu. Matanya berkaca-kaca. Semenjak kedatangan Arisha, putri kecil itu perlahan mulai berubah. Silla menjadi lebih terkendali dari sebelumnya. Pun sama dengan Arisha. Ia merasa bangga Silla mau memperbaiki sikap. Serentak keduanya memeluk Silla. "Sampai kapan kalian akan bergerombol di depan tangga dan berpelukan seperti teletubies, huh?" sindir Dareen dari tengah tangga, merusak suasana haru yang sarat dengan muatan emosi itu. "Kalian merencanakan sesuatu di belakangku?" Arisha dan Bi Minah lekas mengurai pelukan mereka dari tubuh mungil Silla. Jika Bi Minah tegak dengan tatapan yang meluruh ke lantai, lain halnya dengan Arisha. Gadis itu menantang tatapan curiga Dareen dengan pandangan dingin. "Sepertinya Anda mengalami krisis kepercayaan terhadap orang lain, Tuan. Ada baiknya Anda memeriksakan diri ke dokter sebelum And
Read more
Bab 17
"Arisha! Tunggu! Aah, dia malah kabur!" Pemburu Arisha mengumpat kesal sambil mengguncang pintu gerbang yang telah terkunci. Matanya jelalatan mencari keberadaan Arisha.Di balik kerindangan sebatang pohon bonsai yang cukup besar, Arisha bersembunyi seraya menyilangkan jari telunjuk di atas bibir. Memberi kode pada Silla untuk tetap diam.Silla mengangguk. Gadis cerdas itu mengerti bahwa Arisha berada dalam bahaya."Jangan berisik, Nona! Ini kawasan sekolah!" tegur sekuriti yang menjaga pintu gerbang."Buka pintunya, Pak. Adik dan keponakanku baru saja masuk ke sini. Aku ingin bertemu dengan mereka," balas wanita itu seraya memasang tampang memelas."Maaf, Nona. Jika mereka memang keluarga Anda, sejak awal tentu mereka tidak akan menghindari Anda."Lelaki itu sempat melihat bagaimana Arisha melangkah tergesa-gesa memasuki pintu gerbang sambil menyeret Silla tanpa berani menoleh ke belakang.Setelah perdebatan yang cukup alot, wanita itu akhirnya meninggalkan pintu gerbang sambil bersu
Read more
Bab 18
"Sedikit saja tanganmu menyentuh kulitnya, kupastikan kamu berakhir di Rumah Sakit!"Arisha bergerak cepat, mencekal pergelangan tangan wanita itu.Dia tak lagi menggunakan bahasa formal. Terkadang, menghadapi orang yang bersikap kasar, perlu juga sedikit bar-bar agar tak mudah ditindas."Kurang ajar! Lepaskan tangan kotormu dari tubuhku!" murka wanita tersebut. Matanya yang besar melotot.Seorang sekuriti, yang sedang berpatroli mengawasi lalu lintas para wali murid, tak sengaja menoleh ke arah Arisha dan wanita itu. Melihat suasana yang bergejolak, ia berlari menghampiri mereka."Ada apa ini? Jangan membuat keributan di lingkungan sekolah!"Sang wanita tempramental itu memanfaatkan kedatangan sekuriti tersebut untuk memojokkan Arisha."Lihat perempuan gila ini!" adu wanita itu sambil berjuang melepaskan cekalan tangan Arisha. "Dia menyakitiku. Aku menuntut keadilan!"Lagak wanita itu seakan-akan telah menjadi korban fitnah dari sebuah kejahatan besar."Maaf, Nona! Bisakah Anda melep
Read more
Bab 19
"Apakah Anda sudah menanyakan bagaimana kejadian yang sebenarnya pada putri Anda?" tanya Arisha, berusaha untuk mengontrol emosi. "Kau menuduh istriku berbohong?" "Bagian mana dari kata-kataku yang menyatakan perihal istri Anda berbohong, Pak? Masalah ini bersumber dari putri Anda. Hal yang wajar jika Anda meminta kesaksiannya secara langsung." "Alah! Alasan! Istriku tidak mungkin asal tuduh." Entah ini merupakan gambaran nyata bahwa jodoh adalah cerminan diri atau pria itu yang gagal menjalankan perannya sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana istrinya yang meyakini putrinya benar tanpa mau menanyakan kebenarannya, lelaki itu juga menelan mentah-mentah pengaduan sang istri. "Tolong kerja sama Anda, Pak. Mari ikut saya! Tidak enak menjadi tontonan banyak orang," bujuk panitia PPDB tersebut, mulai resah melihat semakin banyak orang tua yang berkerumun. "Masalah ini akan selesai kalau wanita dan anaknya yang nakal itu pergi dari sini. Cuma itu solusinya!" Lelaki arogan te
Read more
Bab 20
"Sungguh sebuah kehormatan Anda berkenan mengunjungi sekolah kami, Tuan," sapa sang Kepala Sekolah seraya membungkuk hormat. "Bisa Anda jelaskan apa yang terjadi pada mereka?" tanya Dareen, mengarahkan pandangan pada Arisha dan Silla. Ia sepenuhnya mengabaikan basa-basi sang Kepala Sekolah. "Ah, bukan urusan penting, Tuan. Hanya masalah kecil dan saya pastikan mereka tidak akan lagi berani mengacau di sini." Mata Dareen berkilat berang. Tak seorang pun menyadari hal itu. Mereka semua terlalu fokus menyanjung Dareen. "Benar, Tuan Hart. Kami telah mengusir mereka," timpal Bram, dengan keramahan seorang penjilat. "Orang miskin seperti mereka tidak seharusnya berada di sini." Dareen menatap tajam pada Bram. Rahangnya mengeras. "Siapa yang Anda sebut dengan orang miskin?" "Siapa lagi? Tentu saja mereka, Tuan," sahut Bram, tertawa canggung seraya mengarahkan tangan pada Arisha dan Silla. "Anda tahu, Tuan? Putri wanita miskin itu sangat nakal. Dia telah mem-bully putriku." "Benarkah? A
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status